Fakta-Fakta Aksi Protes di Hong Kong, Tolak UU Ekstradisi hingga Anti-pemerintah

Aksi protes di Hong Kong | www.aljazeera.com

Gelombang protes di Hong Kong masih berlangsung hingga saat ini

Ketegangan di Hong Kong semakin meningkat sejak awal bulan Juni lalu, yakni ketika massa memprotes Undang-Undang Ekstradisi dan mulai turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan. Tak jarang aksi protes massa ini diwarnai bentrokan dengan aparat kepolisian dan kekerasan.

Beberapa waktu yang lalu, China pun menyerukan agar pengunjuk rasa di Hong Kong segera ditindak hukum.

1.

Pemicu aksi protes di Hong Kong

Aksi protes di Hong Kong | www.france24.com

Protes besar-besaran di Hong Kong berawal dari keputusan pemerintah setempat yang ingin melakukan amandemen terhadap UU Ekstradisi. Salah satu yang ingin diubah adalah kemungkinan ekstradisi dari Hong Kong ke yurisdiksi mana pun yang belum terikat perjanjian, termasuk China.

Sebelum ini, wacana amandemen UU Ekstradisi ini mencuat ketika terjadi pembunuhan yang melibatkan pria Hong Kong berusia 19 tahun.

Tersangka diduga membunuh kekasihnya saat mereka berlibur ke Taiwan pada awal tahun 2018. Pemerintah Taiwan pun meminta bantuan pemerintah Hong Kong agar mengekstradisi tersangka guna menjalani proses peradilan di Taiwan. Pemerintah Hong Kong menolak dengan alasan tidak ada perjanjian ekstradisi dengan Taiwan.

Berawal dari kasus pembunuhan itu, pemerintah Hong Kong berniat untuk mengamandemen UU Ekstrdisi. Sayangnya, niat ini tidak disambut baik oleh warga Hong Kong. Warga Hong Kong justru menentang keras dan melakukan protes besar-besaran untuk rencana amandemen tersebut.

Baca Juga: Unjuk Rasa di Hong Kong kian Memanas, Indonesia Desak China Turun Tangan

2.

Gelombang protes UU Ekstradisi

Aksi protes di Hong Kong | www.channelnewsasia.com

Protes UU Ekstradisi pertama kali digelar pada 9 Juni 2019. Protes tersebut dilaksanakan dengan melakukan aksi jalan bersama memadati jalan utama Hong Kong. Aksi protes yang pertama ini berjalan lancar dan damai meski sempat melumpuhkan aktivitas ekonomi di pusat kota Hong Kong.

Menurut pengakuan penyelenggara, protes UU Ekstradisi ini diikuti oleh lebih dari satu juta orang, namun pihak kepolisian mengatakan hanya 240 ribu orang yang mengikuti aksi tersebut. Aksi protes pun tidak hanya digelar satu kali, namun dilakukan selama berhari-hari seiring bertambahnya massa yang turut serta. Aksi protes pun mulai ricuh pada 12 Juni 2019 saat polisi menembakkan gas air mata.

Pada 16 Juni 2019, massa yang ikut aksi protes UU Ekstradisi disebut-sebut mencapai 2 juta orang. Sehari sebelumnya, 15 Juni 2019, seorang pengunjuk rasa meninggal dunia karena terjatuh dari atap pusat perbelanjaan saat ia menghindari kejaran polisi. Aksi protes pun kembali damai dengan polisi yang mengawal saat massa menyusuri jalanan utama Hong Kong.

Baca Juga: Situasi Hong Kong Memanas, China Segera Turunkan Pasukan Militer

3.

Berubah menjadi gerakan anti-pemerintah

Aksi protes di Hong Kong | www.bloomberg.com

Gelombang protes yang kian dahsyat akhirnya menyentuh pemerintah Hong Kong. Pihak pemerintah pun meminta maaf. Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, menyampaikan ucapan permintaan maaf kepada seluruh warga Hong Kong. Tak hanya itu, pemerintah Hong Kong juga memutuskan untuk menangguhkan amandemen UU Ekstradisi.

Meski Lam telah menyebut UU Ekstradisi telah “mati”, gerakan penentang UU Ekstradisi masih berkembang hingga berubah menjadi gerakan anti-pemerintah. Mereka menuntut dilakukannya reformasi demokrasi di Hong Kong. Salah satu tuntutannya adalah melengserkan Carrie Lam dari jabatannya.

Hingga saat ini, protes anti-pemerintah masih berlanjut. Bahkan, pada akhir Juli lalu kondisi di Hong Kong kembali tegang dengan aksi unjuk rasa yang diwarnai kekerasan dengan aparat keamanan. Ketegangan semakin menjadi ketika pengunjuk rasa secara tiba-tiba diserang oleh kelompok yang tidak dikenal.

Kecaman semakin santer bergaung saat aparat keamanan dinilai lamban menangani kasus penyerangan ini. Muncul pula anggapan bahwa pelaku penyerangan adalah kelompok triad yang pro-pemerintah. Setelah itu, muncullah aksi anti-triad dan massa menyerukan agar kasus penyerangan diselesaikan hingga tuntas.

Artikel Lainnya

Insiden penyerangan massa terjadi di stasius MRT di distrik Yuen Long, Minggu (21/7). Saat itu sekelompok pria berkaus putih dan bermasker hitam tiba-tiba menyerang massa pengunjuk rasa. Sekitar 45 orang mengalami luka-luka dan harus dilarikan ke rumah sakit akibat insiden ini.

Tags :