Karena Alasan Ini, BPN Minta Tunda Penetapan Hasil Pemilu. Apa Jawaban KPU?
28 April 2019 by Mabruri Pudyas SalimPenundaan penetapan hasil pemilu dinilai akan membuat KPU terkesan tidak serius.
KPU sudah hampir menyelesaikan perhitungan suara dan berkomitmen akan menetapkan hasil penghitungan suara sesuai jadwal, yakni pada 22 Mei 2019. Meski sudah dijadwalkan, namun BPN meminta KPU untuk menunda penetapan hasil pemilu, jika terbukti terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.
Belakangan ini memang banyak terdengar adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019. Mulai dari surat suara yang sudah tercoblos, input data yang keliru, dan sebagainya.
Oleh karena itu, Direktur Materi dan Debat BPN Prabowo -Sandiaga Uno, Sudirman Said, meminta KPU untuk menunda penetapan hasil perhitungan suara jika terbukti terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.
“Kalau begitu serius maka penetapan tanggal 22 Mei itu harus ditunda," kata Sudirman seperti dikutip oleh Tempo.co.
Hal ini disampaikan Sudirman sekaligus untuk mendorong terbentuknya tim pencari fakta (TPF) kecurangan pemilu 2019.
"Temuan awalnya masif,” kata Sudirman menjelaskan mengenai kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019.
Sudirman menyebutkan banyaknya kasus pemungutan suara ulang (PSU) di berbagai daerah, pencoblosan surat suara di Malaysia, pembakaran surat suara di Papua, dan sebagainya.
Dia juga menyinggung data daftar pemilih tetap (DPT) yang menurut BPN bermasalah. Sejak sebelum pemilu, BPN berkali-kali menyebut ada 17,5 DPT janggal lantaran bertanggal lahir sama di 31 Desember, 1 Juli, dan 1 Januari.
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu juga mengakui jika penundaan penetapan hasil perhitungan bisa membuat penyelenggara pemilu dipandang tak serius. Namun dia menilai penundaan itu lebih penting ketimbang mendiamkan pelbagai dugaan kecurangan.
"Itu bisa membuat masyarakat luka, dan kami tidak ingin luka itu menimbulkan amarah. Mudah-mudahan ini (TPF) didengar oleh otoritas," kata Sudirman.
Sudirman juga mengatakan jika sikap kubunya mendukung TPF ini tak berkaitan dengan menang atau kalahnya Prabowo-Sandiaga. Dia mengatakan persoalan kecurangan harus diungkap demi pemilu yang bersih dan demokrasi yang sehat.
"Apa pun hasilnya (menang atau kalah), soal-soal ini harus diangkat ke permukaan sebagai bentuk pertanggungjawaban kita sebagai pelaku demokrasi kepada rakyat," katanya.
Sudirman juga mengusulkan tim itu diisi oleh orang-orang non-partisan. Meski begitu, dia mengatakan bahwa BPN juga siap terlibat jika dibutuhkan. Ia juga menyarankan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin juga ikut terlibat agar seimbang.
"Jadi tim yang bersahabat, bukan investigator dari luar, tetapi kemudian semua pihak membuka diri," katanya
Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman merasa tidak perlu untuk membentuk tim pencari fakta, karena menurutnya KPU dan Bawaslu masih dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya.
"Saya merasa belum sampai sejauh itu. Tidak diperlukan (Tim Ad Hoc atau Tim Pencari Fakta alias TPF)," kata Arief.
Selain itu, Arief juga masih ingin mempelajari dulu usul BPN yang menginginkan penetapan hasil pemilu 2019 diundur jika terdapat kecurangan.
"Saya pelajari dulu deh," ujar Arief di kantornya.
Namun menurut dia, KPU tetap yakin penetapan hasil rekapitulasi suara pemilu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
"Orang kita sudah jadwalkan tanggal 22 (Mei), kok," tegas Arief.