Nusrat Jahan Rafi, Perempuan Bangladesh yang Dibakar Hidup-hidup karena Melawan Kekerasan Seksual
17 Januari 2021 by LukyaniBagaimana Bangladesh tangani kekerasan seksual?
Kisah tragis yang dialami Nusrat Jahan Rafi mencuri perhatian dunia. Nusrat adalah perempuan Bangladesh berusia 18 tahun yang kehilangan nyawa akibat melawan kepala sekolahnya yang mesum.
Laporan yang diterima oleh BBC Bengali dari Mir Sabbir pada 18 April lalu menceritakan bagaimana Nusrat dibakar hidup-hidup oleh teman-temannya sendiri. Aksi protes yang menyuarakan pembelaan untuk Nusrat
Nusrat mengalami pelecehan seksual dari kepala sekolah
Nusrat tinggal di sebuah kota kecil yang jaraknya sekitar 160 km dari ibu kota Dhaka. Nusrat mengalami pelecehan seksual pada 27 Maret 2019. Saat itu Nusrat mengaku dirinya dipanggil kepala sekolah ke kantornya. Kepala sekolah Nusrat pun berkali-kali meraba tubuhnya dan tampak akan melakukan tindakan yang lebih jauh. Tak terima dengan perlakuan kepala sekolahnya, Nusrat pun kabur.
Untuk kasus Nusrat, keluarga mendukungnya untuk melawan kasus kekerasan seksual ini. Mereka melaporkan kasus pelecehan yang dialami Nusrat ke kantor polisi. Mereka pun langsung mendatangi kantor polisi di hari yang sama ketika Nusrat dilecehkan. Nusrat mengerahkan keberanian untuk tidak bungkam.
Saat di kantor polisi, Nusrat memberikan pernyataan mengenai pelecahan yang dialaminya. Polisi bersikap acuh tak acuh dengan laporan yang disampaikan Nusrat. Bahkan, salah seorang polisi merekam saat Nusrat menjelaskan kronologi kejadian.
Nusrat yang tampak tertekan berusaha menyembunyikan wajahnya. Seorang polisi pun mengatakan bahwa kasus yang menimpa Nusrat bukanlah hal besar sehingga ia meminta Nusrat untuk tidak menyembunyikan wajahnya.
Kasus Nusrat segera menjadi topik hangat dan dibicarakan banyak orang termasuk di media sosial. Banyak pihak yang mulai menyalahkan Nusrat. Pihak keluarga pun khawatir dengan keselamatan Nusrat karena sebelumnya ada beberapa kasus serupa yang malah menyerang sang korban.
Nusrat dibakar hidup-hidup karena melawan kekerasan seksual
Pada 6 April 2018, Nusrat berangkat sekolah untuk mengikuti ujian akhir. Saat itu Nusrat rencananya akan ditemani oleh saudara laki-lakinya, Mahmudul Hasan Noman. “Saya mencoba membawa adik perempuan saya ke sekolah dan mencoba memasuki tempat itu, tetapi saya dihentikan dan tidak diizinkan masuk. Jika aku tidak dihentikan, kejadian itu tidak akan terjadi,” ujarnya, dikutip dari Tirto.id.
Kejadian yang dimaksud kakak Nusrat ini berawal ketika ada beberapa siswi yang mengajak Nusrat ke atap sekolah. Alasannya, ada teman yang menjadi korban perundungan. Ternyata di atap sekolah itu sudah menunggu empat hingga lima orang yang memakai burka. Mereka mengelilingi Nusrat dan meminta Nusrat agar mencabut laporannya di kantor polisi. Nusrat menolak, ia kemudian disiram kerosin dan dibakar hidup-hidup.
Menurut Kepala Polisi bagian investigasi Banaj Kumar Majumder, pelaku ingin membuat kasus Nusrat seolah-olah karena bunuh diri. Rencana tersebut gagal karena Nusrat sempat diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit. “Kepala madrasah melecehkanku. Aku akan melawan kejahatan ini hingga napas terakhirku,” ujar Nusrat saat ia berada di ambulans dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Untungnya, Nusrat masih bisa mengenali pelaku hingga memudahkan polisi dalam melakukan penyelidikan. Luka bakar di tubuh Nusrat sangat parah dan mencapai 80 persen. Pada 10 April 2019, Nusrat meninggal dunia. Ribuan orang menghadiri pemakaman Nusrat di Kota Feni.
Kekerasan seksual di Bangladesh
Mia Seppo, kependudukan PBB di Bangladesh, mengatakan kepada Dhaka Tribune, bahwa kematian Nusrat adalah simbol kegagalan sistemik dan wujud balas dendam kepada korban yang berusaha melawan kekerasan seksual. Menurut Mia, sangat penting untuk memebrikan perlindungan dan keamanan bagi para korban yang berani melapor mengenai kasus kekerasan seksual.
“Jika Anda tidak dapat mengatasinya, kami akan terus mendiskusikannya hingga bertahun-tahun mendatang,” ujar Mia saat hadir di peluncuran publikasi tahunan UNFPA Bangladesh “Unfinished Business: The Pursuit of Rights and Choices for All”.
Mia pun menambahkan bahwa tingginya angka kekerasan seksual di Bangladesh dipengaruhi oleh ketimpangan gender yang akhirnya melemahkan hukum. Contoh nyatanya adalah sikap polisi yang menangani kasus Nusrat.
Salma Ali, Direktur Women Lawyer’s Association, kepada BBC Bengali mengatakan bahwa pelaporan kekerasan seksual di Bangladeh sering ditanggapi dengan balas dendam. Tekanan dari masyarakat, hukum yang lemah, dan kendornya komitmen dari pihak kepolisian semakin membuat penyelesaian kasus kekerasan seksual di Bangladesh sangat berlarut-larut.
Tidak hanya masalah struktur, masalah kultur pun seolah melanggengkan berbagai bentuk kekerasan seksual. Pada tahun 2009, Mahkamah Agung Bangladesh mengeluarkan perintah untuk membentuk divisi khusus di semua lembaga pendidikan yang akan menampung laporan pelecehan seksual. Sayangnya, masih sedikit lembaga yang merealisasikan program ini.
Bangladesh bukan satu-satunya negara di dunia yang lebih suka menutupi kasus pelecehan seksual daripada menyelesaikannya. Di Indonesia sendiri, pelaporan kekerasan seksual yang justru berbalik menyerang korban masih terjadi, seperti dalam kasus Bu Nuril di Lombok.
Penanganan kekerasan seksual masih menjadi PR kita bersama. Mulailah dengan berhenti bungkam dan berani melaporkan serta maju melawan pelecehan seksual di sekitar kita.