ISIS Tumbang, Dunia Dihadapkan Permasalahan Baru: Luapan Pengungsi dan Krisis Kemanusiaan!
30 Maret 2019 by Talitha FredlinaWNI pendukung ISIS, akankah diterima kembali?
Lebih dari 4 tahun ISIS menjadi momok bagi keamanan dunia. Bukan hanya karena kelompok organisasi radikal ini menguasai kota-kota besar di Irak dan Suriah, namun juga karena janji kekhalifahan utopis yang dibawanya menarik banyak warga negara lain ke daerah kekuasaannya.
Tidak sedikit pula warga negara Indonesia yang lantas memilih untuk bergabung dengan ISIS di Suriah karena janji utopis tersebut. Namun janji hanya janji, kurang dari dua tahun, WNI yang memilih tinggal di wilayah kekuasaan ISIS harus menerima kenyataan pahit bahwa hidup tidak seindah yang digambarkan.
Kini ISIS telah berhasil dipukul mundur oleh tentara Suriah Democratic Force (SDF). Kedudukan ISIS di kota-kota besar yang strategis sudah berhasil disingkirkan, hingga wilayah kekuasaannya tinggal berada di Kota Baghouz Suriah.
Baghouz pun kini sudah berhasil dikuasai kembali oleh tentara SDF dan rezim ISIS berhasil ditumpas. Tentu saja ini merupakan kabar baik mengingat bagaimana ISIS telah menimbulkan permasalahan dan melakukan aksi terorisme di berbagai belahan dunia.
Namun kepelikan baru kini muncul. Para istri dan anak-anak dari kombatan ISIS menjadi kehilangan tempat bernaung dan kini harus mengungsi. Eks-Kombatan ISIS yang ditahan oleh tentara SDF meninggalkan rombongan perempuan dan anak-anak yang rentan.
Mereka kini membanjiri beberapa kamp pengungsian di Suriah. Salah satunya yang paling besar adalah kamp pengungsian Al-Hol yang kini sudah membludak dan membutuhkan perhatian khusus.
Kehidupan di kamp pengungsian ini pun jauh dari kata sejahtera. Kamp Al-Hol yang hanya didesain untuk menampung 20.000 orang kini harus menjadi rumah bagi lebih dari 60.000 pengungsi.
Belum lagi kondisi mengenaskan anak-anak yang berada di wilayah kekuasaan ISIS. Kebanyakan dari mereka mengalami malnutrisi dan trauma yang mendalam akibat hidup di tengah peperangan terus menerus.
Salah satu jalan keluar dari persoalan pengungsi ini adalah jika negara asal para pengungsi mau menerima mereka kembali. Sayangnya, beberapa negara menolak dengan tegas kepulangan para pengantin ISIS dan anak-anaknya.
Beberapa negara justru memilih mencabut kewarganegaraan warganya yang telah bergabung dengan ISIS. Seperti nasib Shamima Begum yang ditolak kepulangannya oleh Inggris dan dicabut kewarganegaraannya. Shamima kini harus kehilangan bayi ketiganya yang meninggal di kamp pengungsian.
Dari ribuan pengungsi tersebut pun terdapat WNI yang kini meminta bantuan pemerintah untuk dipulangkan. Lalu, bagaimana Indonesia akan menghadapi para eks-anggota ISIS tersebut? Akankah mereka diterima kembali di sini?