Buktikan Kedekatan Spritual, Paus Fransiskus Siap Berlutut Demi Hentikan Kekerasan di Myanmar

Paus Fransiskus
Paus Fransiskus | unsplash.com

Prihatin dengan kekerasan yang terjadi di Myanmar.

Paus Fransiskus, dalam audiensi mingguannya di Vatikan, Pemimpin Gereja Katolik Dunia tersebut menyerukan perdamaian di Myanmar. Hal itu ia ungkapkan sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinannya atas kekerasan yang terjadi akibat bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa kudeta. Kejadian itu pun telah menewaskan sekitar 200 orang.

Di akhir audiensi yang diadakan pada Rabu (17/3/21) lalu, paus berkata dengan sangat sedih, dia merasakan kebutuhan mendesak untuk menyebutkan situasi di Myanmar.

BACA JUGA: 6 Artis Ini Sempat Ingin Bunuh Diri Saat Berada di Masa Sulit, Namun Berhasil Bangkit

“Banyak orang, terutama kaum muda, kehilangan nyawa mereka untuk menawarkan harapan. ke negara mereka," ujar Paus Fransiskus dikutip dari Vatican News (17/3/21).

Paus Fransiskus
Paus Fransiskus | www.voanews.com

Protes nasional setiap hari terus berlanjut di Myanmar sejak kudeta militer 1 Februari mendorong keluarnya pemerintahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi.

Melihat kondisi tersebut, Paus sampai memohon agar kekerasan yang menewaskan banyak pengunjuk rasa itu dihentikan. Bahkan bila perlu ia menyebut rela berlutut di jalanan Myanmar demi menghentikan pertumpahan darah yang terjadi.

"Bahkan saya berlutut di jalan-jalan Myanmar dan berkata, 'hentikan kekerasan.' Bahkan saya membuka tangan saya dan berkata, 'Biarlah dialog menangmenang'," ujarnya

BACA JUGA: Ustaz Ini Nekat Nyabu, Alasannya Biar Semangat Mengaji Semalaman

Paus yang menyayangkan kejadian itu pun menyampaikan dukungan serta solidaritasnya terhadap rakyat Myanmar. Ia juga meminta para pemimpin untuk bisa mencari keharmonisan demokratis, untuk melayani rakyatnya secara maksimal dan sebaik-baiknya.

"Dalam momen yang sangat peka ini, saya ingin sekali lagi memastikan kedekatan spiritual saya, doa-doa saya, dan solidaritas saya dengan masyarakat Myanmar,” ujarnya di Lapangan Santo Petrus, Vatikan 7 Februari lalu. Dilansir dari VOI (17/3/21)

Paus Fransiskus
Suster Ann Roza Nu Tawng | www.vaticannews.va

Pembahasan serta aksi pernyataan Paus di audiensi tersebut, merujuk pada adegan dramatis yang ditangkap dalam gambar dan video pekan lalu ketika seorang biarawati Katolik, Suster Ann Roza Nu Tawng. Aksi beraninya selama unjuk rasa di jalan-jalan kota Myitkyina pada Rabu (28/2/21), berlutut di depan polisi bersenjata dengan perlengkapan anti huru hara dan memohon dengan mereka untuk tidak menembak para pengunjuk rasa. Membuahkan hasil dengan setidaknya dua petugas berlutut bersamanya.

Sebagaimana dilansir dari Vatican News (17/3/21), Biarawati itu kemudian menjelaskan kepada wartawan bagaimana dia memberi tahu polisi bahwa para demonstran hanya meneriakkan slogan dan mendesak mereka untuk tidak memukuli atau menangkap mereka. Biarawati itu berkata ketika mereka mengatakan kepadanya bahwa mereka harus menghentikan pengunjuk rasa, dia menawarkan diri dengan meminta para polisi harus menyampaikannya melalui dia.

Terlepas dari usahanya, polisi menembakkan gas air mata ke kerumunan dan suara tembakan bisa terdengar beberapa saat kemudian. Sayangnya, dua pengunjuk rasa tewas tak lama setelah kejadian tersebut.

Dalam komentar penutupnya, Paus mendesak bahwa jalan dialog yang tulus dapat ditemukan untuk mengakhiri bentrokan.

"Mari kita ingat bahwa kekerasan selalu merusak diri sendiri. Tidak ada yang diperoleh melalui itu, tapi banyak yang hilang, terkadang semuanya," pungkas Paus Fransiskus.

Artikel Lainnya

Kunjungan terakhir Paus Fransiskus ke Myanmar ialah pada tahun 2017. Ia juga sempat berpidato paska bertemu dengan pemimpin sipil Myanmar, Aung San Suu Kyi di Nyapyidaw. Kala itu ia berusaha menyerukan penghormatan HAM atas krisis yang terjadi di Myanmar termasuk Rohingya.

Tags :