Bisakah Mahkamah Internasional Tangani Sengketa Pilpres 2019?

Sengketa Pilpres
Sengketa Pilpres ke Mahkamah Internasional | Keepo.me

Ahli nilai sengketa pilpres 2019 tak bisa dibawa ke Mahkamah Internasional

Setelah pembacaan putusan oleh hakim MK, Mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua menyatakan akan membawa Situng KPU ke Mahkamah Internasional. Pasalnya, Situng KPU menurut Abdullah penuh dengan kecurangan sehingga ia akan meminta Mahkamah Internasional menanganinya.

“Agar (Mahkamah Internasional) segera menginvestigasi terhadap Situng KPU, bagaimana kecurangan-kecurangan dilakukan, bagaimana data-data forensik yang disampaikan Pak Marwan Batubara tadi diinvestigasi,” Ucap Abdullah dikutip dari Republika.

Isu sengketa pilpres dibawa ke Mahkamah Internasional ini pun bergulir cepat. Tapi, bisakah Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) menangani sengketa pemilu dalam suatu negara? Terlebih, mungkinkah Mahkamah Internasional mengadili Situng KPU?

Sengketa Pilpres
Mahkamah Internasional tangani sengketa pilpres? | Keepo.me

Dilansir dari laman resminya, Mahkamah Internasional atau ICJ merupakan lembaga hukum dari PBB, didirikan pada tahun 1945 berdasarkan Piagam PBB.

Peran dan kewenangan dari Mahkamah Internasional adalah untuk menangani perkara internasional yang dilaporkan oleh negara, sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Selain itu, Mahkamah Internasional juga berwenang memberi nasihat atau rekomendasi hukum bagi organisasi-organisasi PBB dan organisasi internasional lainnya.

Melihat lingkup kewenangannya, maka Mahkamah Internasional tidak dapat mengurus sengketa pilpres dari suatu negara. Selain itu, Mahkamah Internasional hanya mengambil aduan dari negara dan tidak dari individual.

Baca Juga: Tak Terima Keputusan MK, Abdullah Hehamahua Akan Adukan Kecurangan Pilpres ke Mahkamah Internasional!

Sengketa yang diselesaikan oleh Mahkamah Internasional adalah sengketa internasional yang berada di lingkup antar negara. Misalnya, sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang akhirnya diputuskan pada 17 Desember 2002, di mana Mahkamah memenangkan Malaysia.

Dilansir dari BBC Indonesia, hal ini ditegaskan pula oleh pernyataan pengamat yang menilai usulan membawa sengketa pilpres ke Mahkamah Internasional itu tidak mungkin dilakukan.

“Sifat sengketa itu harus lintas negara atau cross border, seperti misalnya sengketa Sipadan-Ligitan karena terkait klaim teritori sah antara Indonesia dengan Malaysia. Sengketa pemilu itu masalah internal satu negara, maka tidak bisa dibawa ke ICJ,” ucap ahli hukum internasional, Agantaranansa Juanda dikutip dari BBC.

Berbeda dengan sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan, sengketa pilpres tidak memiliki dimensi internasional di dalamnya karena pihak yang bersengketa keduanya adalah bagian dari Republik Indonesia. Selain itu, Abdullah Hehamahua tak bisa melaporkan sengketa ke Mahkamah Internasional sebagai individu maupun lembaga.

Baca Juga: Semua Gugatannya Ditolak MK, Mahfud MD: Prabowo Masih Punya Banyak Peluang dan Kekuatan Politik Besar

Lebih lanjut, dilansir dari Kompas, ahli hukum internasional Hikmahanto Juwana juga menyatakan bahwa terdapat lembaga penanganan hukum internasional yang menerima aduan individual yakni Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC).

Meski begitu, ICC hanya menangani empat kasus pelanggaran HAM berat yakni genosida, kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang dan perang agresi.

“"Ini sengketa pemilu yang mau dia bawa? Ya enggak bisa. Memang betul itu individu tapi individu dalam konteks dia menjabat. Yang (kasus) HAM dan yang HAM berat,” Ucap Hikmahanto dikutip dari Kompas.

Artikel Lainnya

Sengketa pilpres sudah berakhir dengan putusan final dan mengikat yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi. Tidak ada lagi upaya konstitusional yang bisa dilakukan oleh tim hukum Prabowo – Sandi untuk menggugat sengketa pilpres.

Karena itu, yang tertinggal kini adalah bagaimana kita sebagai bangsa meninggalkan ‘kubu-kubu’ dan segregasi di dalamnya.

Tags :