Tukar Nyawa Demi Baju Lebaran, Kurva COVID-19 Indonesia Menurun pun Semakin Abu-abu

Ilustrasi belanja saat PSBB | Keepo.me

Siap-siap bakal ada kasus dan klaster baru!

Sejak pertengahan Maret 2020 lalu, pemerintah pusat Indonesia sudah menetapkan masa darurat pandemi COVID-19 yang entah akan berakhir kapan. Imbauan dari WHO untuk menerapkan physical distancing pun segera digalakkan dan disebarluaskan kepada warga di tanah air.

Mencuci tangan, beraktivitas di dalam rumah, dan menghindari keramaian adalah salah tiga dari protokol penting yang ada. Selain itu, larangan untuk mudik atau pulang kampung dan revisi libur Lebaran sudah dilakukan dan disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Tujuannya supaya rantai penyebaran Coronavirus ini bisa segera berakhir.

Sudah memasuki minggu entah yang keberapa dan menjelang Idul Fitri, tidak sedikit pula orang yang melanggar komitmen stay at home yang sudah dilakukan sebelumnya. Ramai dikabarkan jika salah satu mal di Jember diserbu warga yang berbondong-bondong untuk membeli pakaian dan perintilan Lebaran di department store-nya.

Mungkin mereka hilang ingatan tentang imbauan physical distancing yang sudah digembar-gemborkan pemerintah sebelumnya? Jika sudah begini, kapan kurva COVID-19 di Indonesia akan menurun?

Salat ied dan Lebaran bakal di rumah saja, belanja baju baru di mal yang ramai masih jadi keharusan?

Pemandangan yang diabadikan dan diunggah ulang di @lambeturah_official ini menunjukkan betapa miris sekaligus ironis negeri ini. Ketika banyak yang menahan diri untuk tidak pergi ke tempat umum barang sejam, mereka justru sengaja meluangkan waktu dan merencanakan untuk menghabiskan uang yang memang sudah dialokasikan untuk membeli seperangkat printilan baru untuk dikenakan saat Lebaran mendatang.

Dari foto yang diabadikan tersebut, tampak jelas secuil kondisi yang ada di Roxy Mall Jember tersebut. Tidak berhenti sampai di situ, Mal CBD Ciledug pun sempat bikin speechless karena antrian orang yang akan masuk ke dalamnya. Bahkan masih ada beberapa tempat di kota lain yang melakukan hal yang sama dalam beberapa jarak waktu beberapa hari. Puluhan bahkan mungkin saja ratusan pengunjungnya berjubel untuk membayar barang baru yang dibeli dari pusat perbelanjaan. Definisi menjaga jarak seperti sudah terlupakan begitu saja. Tak ada lagi jarak 2 meter antar orang dan interaksi langsung yang diminimalisir. Seperti tak ada bedanya dengan yang terjadi sebelum pandemi ini menyebar.

Baca Juga: Heboh Kerumunan Warga Berebut Masuk Mall Ciledug, Netizen: Menuju Indonesia Punah 2021!

Jangan salahkan jika ada banyak pihak yang geram dengan kejadian ini. Tenaga dan batin yang selama ini dikorbankan dan memilih untuk di rumah saja seperti sia-sia begitu saja. Proses pemutusan penyebaran Corona seperti tak ada artinya karena keegoisan orang-orang ini untuk memborong baju baru Lebaran. Harapan untuk mengerucutkan kurva Corona di tanah air dalam waktu dekat pun jadi kabur.

Kepada orang-orang yang memiliki rezeki lebih dan mungkin tertangkap kamera tengah bertransaksi di mal yang dimaksud pada waktu itu, apakah menjadi sebuah keharusan untuk menyerbu mal dan berdesakan dengan banyak orang di masa genting seperti ini? Terlepas dari barang apa yang dibeli—entah itu baju, celana, hingga sepatu baru untuk menyambut Lebaran yang fitri—apakah sudah siap dengan konsekuensi kemungkinan kalian terinfeksi virus Corona yang sampai sekarang masih belum ditemukan obat dan vaksinnya ini?

Mengerahkan tenaga untuk menyampaikan sumpah serapah tidak akan memberikan hasil yang signifikan. Mari kita coba untuk berpikir positif. Mungkin saja mereka lupa kalau pemerintah sudah melarang penyelenggaraan salat ied 1441 Hijriah mendatang yang jatuh pada 24-25 Mei 2020 mendatang. Pulang kampung hingga mudik lokal pun sudah dilarang sejak jauh hari.

Bukankan lebih bijak untuk mengalokasikan THR untuk Lebaran tersebut untuk hal yang lebih bermakna bagi diri sendiri dan orang lain selain dengan membeli pakaian baru dan melanggar imbauan yang sudah diterapkan sejak beberapa minggu lalu?

Seperti lupa dengan physical distancing dan kebijakan plin-plan

Lupa physical distancing | www.pexels.com

“Kebandelan” ini tidak bisa sepenuhnya dilimpahkan kepada warga yang ada di mal itu. Bahkan warga lainnya yang tetap jalan-jalan dan meramaikan gerombolan di pasar kaget dan semacamnya. Perubahan yang diawali dari physical distancing dan work from home ini jelas menjadi hal baru.

Untuk beradaptasi pun tidak mudah. Rasa bosan dan keinginan untuk melakukan kebiasaan lama juga ikut mempengaruhi kondisi psikis sebagian besar orang. Mungkin saja aksi egois massal ini menjadi cara sebagai refreshment supaya bisa menyambut Lebaran sebagai pribadi yang baru. Tapi aktivitas ini tentu salah. Sudah jelas.

Baca Juga: Bikin Terharu! Viral Video Warga Menangis Doakan Bidan yang Diduga Terinfeksi Virus Corona

Namun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah pun juga menjadi faktor yang mempengaruhi hal semacam ini bisa terjadi. Aturan PSBB yang diterapkan seperti tidak seragam dengan pihak manajemen seperti di mal dan tempat lainnya. Jika ada kerumunan lebih dari 10 orang, hanya teguran yang diberikan. Tindakan dan sanksi tegas pun seperti tidak ada. Bukan jadi hal yang mengagetkan jika banyak orang yang nekat untuk kumpul, nongkrong, bahkan belanja kebutuhan tersier dan tak mendesak di tempat umum.

Banyak yang bandel, kapan kurva COVID di Indonesia akan menurun?

Perbandingan kurva COVID-19 antara Indonesia dan Korea Selatan | news.google.com

Kejadian serupa yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia ini bukan tentang soal jumlah materi dan privilege yang didapat karena terlahir dari keluarga kaya raya. Pelanggaran ini sama saja dengan memperlambat mengerucutnya kurva Corona di Indonesia dalam waktu dekat. Jangan harap kita akan mendapatkan kelonggaran dan izin untuk beraktivitas seperti sedia kala kalau angka yang positif dan terinfeksi semakin meroket tajam.

Grafik dari @kawalCOVID19 ini menunjukkan kurva Corona di tanah air. Terhitung per 17 Mei 2020, sudah mencapai angka 17.541 kasus dan setiap harinya seperti tidak ada penurunan yang signifikan. Bahkan lebih banyak kenaikan angka dan orang baru yang terinfeksi. Jumlah ini berbanding lurus dengan ketegasan pemerintah dan aparat. Variabel lain yang tak kalah penting adalah inisiatif dan kesadaran masing-masing individu untuk memutus rantai penyebaran virus Corona ini. Apakah angka ini akan meroket atau justru berkurang drastis setelah Lebaran mendatang? Jawabannya tak ada yang tahu dan tergantung.

Baca Juga: #IndonesiaTerserah: Rakyat Lelah, Pemerintah Kian Nggak Jelas?

Coba bandingkan dengan grafik kurva Corona di Korea Selatan. Angkanya merangkak naik sejak awal Februari 2020 lalu. Ketegasan Kementerian Kesehatannya dalam mengeksekusi protokol WHO dan kesadaran warganya untuk menerapkan physical distancing selama beberapa minggu memberikan harapan baru. Dilansir dari BBC News, per 30 April 2020 jumlah kasus baru paling banyak hanya belasan dan semuanya adalah impor.

Kurva semakin mengerucut dan kasus baru menurun drastis dan bisa dihitung dengan jari. Sebagai penghargaan atas hasil kerja keras berbagai pihak, terhitung sejak 6 Mei 2020, relax physical distancing mulai dilakukan. Keadaan berangsur normal dan banyak warganya yang bisa beraktivitas seperti biasa. Bahkan mereka bisa menikmati awal musim panas dengan pergi ke pantai dan piknik di tepian Sungai Han.

Namun, pembandingan ini seperti tidak eye to eye dengan yang terjadi di Indonesia. Penanganan dan penerapan dari pemerintah dan kesadaran warga tidak sepadan dengan yang ada di Korea Selatan. Tentu saja hal ini juga berkaitan dengan harapan kapan kurva COVID-19 di Indonesia akan menurun. Relaksasi PSBB pun seperti sekadar angan yang tidak diketahui waktu pastinya.

Apabila jumlah warga bandel lebih banyak dari yang taat dan memiliki kesadaran tinggi, tidak menutup kemungkinan kenaikan angka dan kasus baru akan meroket naik hingga beberapa minggu bahkan bulan ke depan. Kengeyelan untuk mudik, pulang kampung, nongkrong, hingga foya-foya di department store ini akan memperlambat progres “penormalan” berbagai aspek di tanah air.

Artikel Lainnya

Masih belum terlambat untuk memperbaiki keadaan dengan meningkatkan kesadaran diri untuk melakukan physical distancing. Tapi, sudah bisa dipastikan kalau Lebaran tahun ini akan berbeda dengan tahun sebelumnya. Tak adanya silahturahmi langsung pun bisa diganti secara virtual dengan berkomunikasi melalui telepon meupun video call.

Bukannya memaksa, tapi lebih bijak lagi jika budget untuk Lebaran dialihkan sedikit untuk disumbangkan kepada orang yang lebih membutuhkan dan terkena dampak langsung dari Corona ini. Semoga ada hidayah yang bisa membuat orang-orang bandel ini sadar dan adanya ketegasan pemerintah untuk menghadapi cobaan dari pandemi ini.

Tags :