Prabowo Undang Media Asing ke Kertanegara, Tutup Pintu Bagi Media Nasional!
07 Mei 2019 by Talitha FredlinaPrabowo beberkan tuduhan kecurangan dalam pemilu 2019 pada media asing
Instabilitas politik pasca Pilpres masih terus berlangsung hingga hari ini. Senin (6/5) kemarin, Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, mengundang sejumlah media asing untuk melangsungkan konferensi pers di kediamannya di Kertanegara. Dalam pertemuan ini, media nasional tidak diundang dan tidak diperbolehkan untuk masuk.
Pertemuan tersebut diberi tema “Pemilu 2019: Bukti Kecurangan dan Apa Artinya Bagi Demokrasi Indonesia” dan sesuai dengan temanya, isi dari press briefing tersebut adalah mengenai tudingan Prabowo akan kecurangan di Pemilu 2019.
Tidak hanya media asing, hadir pula dalam pertemuan tersebut cawapres Sandiaga Uno, Ketua BPN Djoko Santoso, Ekonom senior Rizal Ramli, Direktur Kampanye BPN Sugiono dan Amien Rais.
Dalam pertemuan tersebut, Prabowo mengemukakan kepada media asing yang hadir mengenai dugaan kecurangan dalam pemilu 2019 dan bukti-bukti yang dimilikinya.
Menurut poin-poin yang dikirimkan oleh Rizal Ramli ke redaksi Tempo, terdapat 8 poin yang secara berurutan menjabarkan mengenai dugaan kecurangan, bukti-bukti yang dimilikinya, dan berbagai tudingan Prabowo terhadap pemerintah atau tepatnya Paslon 01.
Dilansir dari Tempo, tudingan tersebut termasuk keputusan pemerintah untuk mengadakan pemilu serentak yang lebih rumit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Prabowo mempertanyakan apa tujuan pemerintahan Jokowi melangsungkan pemilu yang lebih rumit kali ini.
Lalu, bagaimana media asing merekam pertemuan tersebut?
Dari penelusuran Keepo, hingga pagi ini media asing yang mempublikasikan pertemuan tersebut adalah The Straits Times.
Dilansir dari artikel bertajuk “Indonesian presidential hopeful Prabowo Subianto calls for data irregularities to be corrected”, Prabowo menuding kecurangan seperti kesalahan entri data pada 73.000 TPS, 6,7 juta pemilih yang tak mendapatkan undangan, mobilisasi ASN dan berbagai kejanggalan lainnya.
Prabowo pun menyampaikan bahwa sengketa hasil Pilpres tersebut dapat ditangani lewat jalur hukum yang legal di MK. Namun ia menambahkan bahwa timnya merasa pesimis dengan tuntutan ke MK.
Setelah didesak oleh Jurnalis mengenai apakah Prabowo akan memanggil pendukungnya untuk protes mengenai hasil pemilu, ia menjawab bahwa dirinya bukan diktator yang akan menyuruh rakyat untuk turun ke jalan. Namun ia yakin rakyat Indonesia akan melakukannya.
“Apa pun yang akan dilakukan oleh rakyat, itu adalah keputusan rakyat. Saya bukan diktator. Saya tidak akan mengatakan ‘lakukan ini atau itu’. Saya tidak akan memanggil rakyat untuk turun ke jalan, tapi saya yakin mereka akan melakukannya. Karena jika melihat sejarah, rakyat Indonesia bukanlah kambing. Mereka tidak akan menerima begitu saja.” Tutur Prabowo disadur dari Straits Times.
Tensi politik yang terus memanas ini tampaknya tidak akan berakhir dengan cepat bahkan setelah pengumuman hasil KPU tanggal 22 Mei mendatang. Sengketa pilpres pun tak mustahil akan diiringi dengan pergerakan ‘people power’ berupa protes masyarakat terhadap pemerintah dan KPU.
Bagaimana menurutmu? Akankah ketegangan politik ini segera mereda dan Indonesia memiliki pemimpin yang sah dan diakui di periode 2019-2024 mendatang?