Lakukan Sidang Via Zoom, Pengadilan Singapura Vonis Mati Pengedar Narkoba
16 Juli 2020 by LukyaniPersidangan online untuk hukuman mati?
Selama masa pandemi, berbagai aktivitas manusia dipindahkan ke dunia virtual. Seperti yang dilakukan oleh pengadilan Singapura yang menggelar konferensi melalui aplikasi Zoom. Namun hal ini membuat Singapura dikritik kejam dan tidak manusiawi karena menjatuhi hukuman melalui konferensi Zoom.
Pengedar narkoba dihukum mati via Zoom
Seorang pelaku pengedar obat-obatan terlarang asal Negeri Jiran, Punithan Genasa, dijatuhi hukuman gantung oleh pengadilan Singapura melalui video konferensi di aplikasi Zoom. Persidangan pria berusia 37 tahun tersebut dilakukan secara online untuk menghindari infeksi virus corona.
Genasan terbukti bersalah karena ia mengedarkan narkoba seberat 28,5 gram heroin. Hal tersebut bisa membuat Genasan dijatuhi hukuman mati di bawah Undang-Undang Anti Narkoba yang berlaku sangat ketat di Singapura.
Baca Juga: Kematian Covid-19 Masih Tinggi, Indonesia Bertengger di Peringkat 6 Dunia!
Mahkamah Agung Singapura menyebut vonis untuk Genasan adalah vonis kasus kriminal pertama yang dilakukan secara online. Aplikasi Zoom saat ini menjadi sangat populer sejak wabah virus corona menyebar ke seluruh negara. Melalui aplikasi ini, pertemuan yang secara fisik tak bisa dilakukan bisa berganti dengan pertemuan virtual.
Kritik dari kelompok HAM
Sayangnya, persidangan yang dilakukan Pengadilan Singapura melalui Zoom yang menjatuhi hukum mati pelaku pengedar narkoba tersebut mendapat kritik dari Pengawas HAM Human Rights Watch (HRW).
Baca Juga: Viral Pria Ancam Ledakkan McDonald's Makassar, Teriak: Corona Perbuatan Italia, Ini Milik Italia!
“Hukuman mati secara permanen (adalah) kejam dan tidak manusiawi dan penggunaan teknologi jarak jauh (seperti yang dilakukan) Singapura menggunakan Zoom untuk menghukum mati seorang pria membuatnya semakin parah” ujar Phil Robertson, Wakil Direktur HRW.
“Cukup mengejutkan, para jaksa penuntut dan pengadilan sangat tidak berperasaan sehingga sangat tidak berperasaan sehingga mereka gagal melihat bahwa seorang pria yang menghadapi hukuman mati harus memiliki hak untuk hadir di pengadilan untuk melihat para penuduhnya” jelas Robertson, dilansir dari AFP.
Klarifikasi pihak Mahkamah Agung
Mahkamah Agung mengklarifikasi bahwa persidangan online yang dilakukan jarak jauh ini dilakukan untuk keselamatan semua yang terlibat dalam persidangan di tengah pandemi Covid-19. Hal ini pun merupakan upaya untuk menaati kebijakan yang diberlakukan pemerintah Singapura terkait pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik 9 Kali Lipat, Walikota Sebut Solo Jadi Zona Hitam Corona!
Singapura menyatakan hukuman mati yang merupakan hukum warisan dari penjajah Inggris dibutuhkan sebagai pencegah kejahatan meski kelompok hak asasi manusia menyerukan pelarangan hukuman tersebut.
Adapun selama masa pandemi Covid-19, Singapura telah menutup sebagian besar bisnis. Kebijakan untuk karantina mandiri di rumah pun terus digalakkan oleh pemerintah Singapura untuk segera mengentaskan masalah virus corona.
Ibu Kota Singapura pun telah berhasil mengatasi wabah virus corona pada tahap awal. Sayangnya, gelombang infeksi virus corona yang kedua muncul karena para pekerja migran bergaji rendah tinggal bersama di asrama yang penuh sesak. Singapura sejauh ini sudah melaporkan lebih dari 29 ribu infeksi akibat virus corona termasuk 22 kasus kematian.