Jokowi Ingin Bangun Terowongan 'Silaturahmi' Istiqlal - Katedral, Kalau Lewat Auto Toleransi?
12 Februari 2020 by Titis HaryoKira-kira gimmick bukan ya?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana membuat sebuah terowongan bawah tanah yang menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, dua simbol agama yang begitu ikonik di Jakarta maupun Indonesia.
Bagi orang nomor satu itu, pembuatan terowongan bisa menjadi terobosan masalah intoleransi yang kini jadi salah satu peer besar pemerintahan. Tak pelak, terowongan itu digadang-gadang jadi jembatan silaturahmi antar agama ke depan.
Tapi, yakin hanya dengan membuat sebuah infrastruktur saja bisa mengatasi isu intoleransi yang begitu kompleks?
Terowongan ‘silaturahmi’ Istiqlal – Katedral
Usulan pembuatan terowongan bawah tanah silaturahmi ini muncul saat Presiden Jokowi meninjau renovasi kompleks Masjid Istiqlal pada Jum’at (7/2/2020).
Menurutnya, pembangunan terowongan yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral bisa menjadi simbol silaturahmi kedua agama dan mengikis anggapan kedua umat yang berseberangan.
“Ini menjadi sebuah terowongan silaturahmi. Jadi tidak kelihatan berseberangan, tapi silaturahmi,” ucap Jokowi seperti dikutip dari Tirto.id, Senin (10/2).
Baca Juga: Mantan Mentri Jonan Pamer Mobil "ghoib" Esemka, Netizen: Jadikan Mikrolet
Terowongan silaturahmi ini juga disebut bisa memudahkan masyrakat yang hendak ke masjid maupun gereja tanpa harus menyebrang jalan.
Sayangnya, Jokowi sendiri tidak menjelaskan siapa sosok yang memberikan usulan tak biasa ini. Meski begitu dia tetap mendukungan penuh agar terowongan ini bisa dimasukkan dalam proses renovasi meski tak ada di rencana awal.
“Ada usulan buat terowongan dari Masjid Istiqlal ke Katedral. Tadi saya setujui sekalian,” ujarnya.
Renovasi Masjid Istiqlal sendiri sudah berlangsung sejak 6 Mei 2019 dan akan rampung pada April 2020 mendatang.
Pemerintah melakukan banyak pembaharuan pada masjid termegah di Jakarta itu, diantaranya memasang 104 kamera CCTV, mengganti karpet serta mihrab.
Baca Juga: Kerusuhan Pecah Saat Kongres PAN di Kendari. Saling Adu Lempar, Kursi Beterbangan!
Tuai banyak kritikan
Alih-alih didukung, ternyata banyak pihak yang menganggap rencana Jokowi membangun terowongan silaturahmi sebagai hal yang sia-sia. Terlebih sebagai cara untuk menangani masalah intoleransi yang begitu kompleks.
Pengamat politik LIPI, Wasisto Raharjo misalnya, dia merasa jika terowongan silaturahmi akan berakhir menjadi sebuah simbol toleransi semata.
Terowongan tersebut tidak bisa menjadi solusi substantif untuk mengurangi polemik intoleransi yang sedang merongrong keberagaman di Indonesia.
Misal kasus yang terjadi di Kepulauan Karimun, Riau, dimana sekelompok warga yang merupakan mayoritas menolak pembangunan rumah ibadah umat lain karena tidak suka. Aksi pun berujung dengan sejumlah persekusi segelintir warga yang jadi minoritas.
Baca Juga: Kebijakan Pejabat Muslim Jadi Plt Dirjen Katolik Disorot, Kemenag: Maaf Khilaf
Padahal, kebebasan beragama sudah tertuang dalam UUD 1945 yang menyebutkan setiap orang berhak untuk menganut agama dan menjalankan ibadahnya.
Wasisto pun merasa sudah sepatutnya rencana terowongan silaturahmi dievaluasi oleh Jokowi dan tidak menjadi prioritas pembangunan ke depan.
“Itu yang lebih urgent ketimbang membangun terowongan bawah tanah. Negara mestinya benar-benar hadir membangun kedamaian dan harmoni antar umat,” ucap Wasisto.
Kritikan dari Wasisto ini pun sangat masuk akal. Toh, jika terowongan ini dibangun selain bisa membuat bengkak anggaran negara juga hanya menjadi gimmick pencitraan pemerintah saja.
Bukan kerja nyata yang selama ini jadi jargon yang selalu digaungkan pemerintah sejak 2014 lalu.
Kritikan senada juga dilontarkan oleh PP Muhammadiyah, lewat Sekertaris Umumnya, Abdul Mu’ ti.
Dia mengatakan pemerintah seharusnya bisa menciptakan solusi yang lebih jelas dalam urusan toleransi bukan sekedar toleransi basa-basi seperti terowongan silaturahmi.
“Pemerintah (seharusnya) secara sungguh-sungguh membangun toleransi autentik, toleransi hakiki dan bukan toleransi basa-basi. Itu yang dibutuhkan,” ucap Mu’ ti seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Senin (10/2).
Baca Juga: Eks Napi Terorisme Akan Dipekerjakan di BUMN, BNPT: Kalau Sudah Baik Kenapa Tidak
Jangan sampai jadi gimmick semata
Jika nantinya Presiden Jokowi membatalkan niatnya, maka anggaran pembangunan terowongan bisa dialihkan dari pusat menuju daerah-daerah yang selama ini dikenal memiliki toleransi yang rendah.
Menurut data yang dirilis Kementerian Agama soal indeks kerukunan umat beragama pada tahu 2019, beberapa daerah yang memiliki nilai terendah diantaranya Aceh,Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, hingga Riau.
Melihat hal ini, jelas pembuatan terowongan silaturahmi sebagai simbol toleransi tidak bisa menjadi pemacu kerukunan antar umat karena hanya bisa dinikmati oleh warga Jakarta saja.
Pemerintah seharusnya bisa membuat program yang lebih strategis yang menyasar langsung daerah-daerah yang memang kurang bertoleransi seperti membuat penyuluhan dan iklan-iklan baik di televisi maupun media-media nasional lainnya.
Namun, apabila kelak terowongan silaturahmi benar-benar terealisasi maka pemerintah harus bisa menjamin intoleransi di Indonesia turun drastis.
Jangan sampai terowongan tersebut hanya sekedar menjadi gimmick dan kendaraan politik untuk menguatkan diri dalam mendapatkan kekuasaan.
Umat beragama di Indonesia pun tidak hanya berasal dari Islam dan Nasrani saja, tetapi juga ada Buddha, Hindu, dan Konghuchu.
Yang mana terowongan silaturahmi sama saja tidak memwakili agama lain yang seharusnya juga diikut sertakan sebagai simbol kerukunan umat.
Terowongan silaturahmi juga masih sangat rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab jila pemerintah tidak memberikan perhatian.
“Di gereja ada otoritas, masjid juga punya. Apakah jembatan ini terbuka 24 jam? Jangan sampai ada pihak yang tidak punya kepentingan melakukan hal yang tidak pas. Itu jadi catatan penting,” kritik pengamat tata kota Yayat Supriyatna seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (12/2).
Melihat masih adanya budaya vandalisme yang begitu kental, kritikan dari Yayat juga patut menjadi pertimbangan pemerintah saat membangun terowongan Istiqlal-Katedral.
Rencana Presiden Jokowi membangun terowongan silaturahmi yang menghubungkan Masjid Istiqlal dengan Gereja Katedral memang mendapatkan banyak perhatian dari publik.
Hal ini tidak lepas dari sejumlah isu toleransi yang kini sedang memanas terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Semoga rencana terowongan silaturahmi ini benar-benar dipikirkan secara matang. Jangan sampai hanya menjadi simbol tapi yang tidak memiliki nilai apapun untuk mengatasi intoleransi di Indonesia.