Desak Eropa Terima Mantan Anggota ISIS Kembali, Amerika Justru Tolak Warganya yang Jadi Pengantin ISIS!
21 Februari 2019 by Talitha FredlinaKebijakan standar ganda?
Kelompok teroris internasional, ISIS, yang selama ini menabuh bendera perang di Suriah, semakin terdesak oleh pasukan Suriah Democratic Force (SDF) yang disokong oleh Amerika. Sebelumnya, ISIS sempat menguasai beberapa wilayah di Suriah dan menyebabkan terjadinya perang sipil di Suriah. Kini, ISIS makin terpojok hingga mereka hanya menguasai satu wilayah seluas 700 meter persegi di Suriah.
Dampak lain dari dipukul mundurnya ISIS adalah anggotanya yang kebingungan dan tidak tahu harus pergi ke mana. Terlebih, ada banyak anggota ISIS yang merupakan warga negara asing. Kini permintaan para mantan anggota ISIS untuk pulang ke negara asalnya pun menjadi polemik tersendiri. Amerika Serikat berupaya menyelesaikan persoalan ini dengan mendesak negara-negara Eropa untuk menerima kepulangan warga negaranya yang juga mantan anggota ISIS. Trump meminta negara-negara Eropa untuk mengadili warga negaranya di negara mereka alih-alih melimpahkannya pada SDF.
Negara-negara Eropa menolak permintaan Trump ini dengan alasan bahwa mereka harus diadili di tempat kejahatan tersebut dilakukan. Kecuali bagi anggota ISIS yang terbukti tidak melakukan kejahatan, negara Eropa terpaksa harus mau menerima kepulangan mereka. Meski pada akhirnya, seorang warga negara Inggris yang sempat bergabung dengan ISIS dan diterima lagi untuk pulang ke Inggris ternyata kini dicabut kewarganegaraannya oleh Inggris.
Tapi ternyata desakan berperikemanusiaan dari Amerika ini mengalami kebijakan standar ganda pula yang kerap digunakan oleh Amerika Serikat. Iya, Trump sendiri ternyata menolak kepulangan warga Alabama, Amerika Serikat, yang pernah bergabung dengan ISIS.
Hoda Muthana, pengantin ISIS yang ditangkap SDF dan mengaku berkewarganegaraan Amerika Serikat, meminta pulang ke negaranya tersebut. Akan tetapi Amerika Serikat menolak dengan dalih Hoda bukanlah warga negara Amerika Serikat meski ia dibesarkan di Alabama. Menurut penuturan Mike Pompeo, Menlu Amerika Serikat, Hoda memang dibesarkan di Alabama namun ia merupakan anak dari diplomat Yaman sehingga ia bukanlah warga negara Amerika Serikat. Hoda disebut tidak memiliki basis legal untuk pulang ke Amerika karena tidak memiliki paspor Amerika yang sah maupun visa untuk bepergian ke Amerika.
Pengacara Hoda namun membantah dan menyebutkan bahwa Hoda lahir di New Jersey, sehingga berdasarkan asas Ius Soli yang dipegang oleh Amerika, ia merupakan warga negara Amerika Serikat. Ayah Hoda yang berprofesi sebagai diplomat sudah berhenti dari pekerjaannya tersebut saat Hoda lahir sehingga secara legal Hoda adalah warga negara Amerika.
Keengganan Amerika Serikat untuk mengakui Hoda dan menerimanya ini jelas berseberangan dengan desakannya pada negara-negara Eropa untuk menerima kepulangan warga negaranya yang pernah tergabung dalam ISIS. Kebijakan standar ganda seperti yang menimpa Hoda ini memang menjadi salah satu kritik terbesar pada politik luar negeri Amerika Serikat. Kasus Hoda Muthana dan penolakan kepulangannya ini bisa jadi merupakan salah satu bukti akan kebijakan standar ganda Amerika.