Berikan Pelaku Sodomi Grasi, KPAI Pertanyakan Konsitensi Jokowi Perangi Kejahatan Pada Anak
13 Juli 2019 by MoseslazJokowi Sempat nyatakan kejahatan seksual pada anak adalah kejahatan luar biasa
Presiden Joko Widodo kini tengah disorot oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena kebijakannya yang mengabulkan permohonan grasi terpidana kasus pencabulan siswa Jakarta Intercultural School (JIS), Neil Bantleman.
Keputusannya tersebut membuat sikap Jokowi soal perlindungan anak terhadap kasus kekerasan seksual dipertanyakan.
"Mari kita takar konsistensi kebijakan Presiden. Dengan mengajukan grasi, berarti terpidana mengaku bersalah. Pada sisi lain, Presiden Jokowi menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa," kata ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel (Detik.com).
KPAI pernah menyatakan, Indonesia sedang ada dalam situasi darurat kejahatan seksual terhadap anak. Menurut Reza, semestinya pemerintah menjadikan pernyataan KPAI sebagai dasar komitmen untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual.
Baca juga: Pakai Ruang Kepala Sekolah untuk Sodomi Muridnya, Oknum Guru Payakumbuh Ditangkap Polisi
Reza juga membeberkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa pelaku kekerasan terhadap anak yang mencakup kejahatan seksual maupun kekerasan kerap mengulangi perbuatannya.
"Sekarang, kita lihat hasil studi. Berbasis data sejak 1958 hingga 1974, misalnya, diketahui bahwa 42% predator melakukan residivisme. Pengulangan perbuatan jahat itu mencakup kejahatan seksual, kejahatan dengan kekerasan, dan kombinasi keduanya," tuturnya.
Ia juga mengatakan bahwa penerbitan UU 17/2016 tentang Perlindungan Anak adalah langkah awal untuk melindungi anak.
Baca juga: Pelecehan Seksual di Institusi Pendidikan Tinggi, Pembiaran Demi Nama Baik Kampus?
Di dalam UU tersebut juga diatur ketegasan hukum terhadap para predator anak-anak, termasuk pemberatan sanksi.
"Dengan sebutan-sebutan sedahsyat itu, data seserius itu, dan ancaman sanksi seberat itu, bagaimana lantas publik bisa memahami bahwa grasi justru Presiden berikan kepada orang yang melakukan kejahatan luar biasa (dan turut berkontribusi bagi terjerumusnya Indonesia ke dalam situasi darurat)?" kata dia.
Adalah Neil Bantleman, bekas guru JIS yang bebas karena mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi. Ibu salah satu korban, Theresia yakin itu berarti Neil mengakui perbuatannya.
Theresia berniat meminta penjelasan pemerintah soal grasi Neil Bantleman minggu depan.
"Kalau memang dia dikasih grasi, berarti untuk dapat grasi kan perlu pengakuan. Berarti dia mengakui perbuatannya. Syarat untuk grasi kan mengakui perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Ya sudah kalau dia mengakui, saya nggak minta apa-apa kok," kata Theresia.
"Sebagai orang tua korban, kalau dia mengakui ya kita bersyukur. Berarti kita nggak salah," tambahnya.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada Neil Bantleman pada April 2015. Awalnya vonis tersebut dianulir hingga pada 2016 Februari MA memutuskan Neil bersalah dan diganjar hukuman penjara 11 tahun.
Kejahatan seksual pada anak tentu adalah hal yang keji. Karena anak-anak yang menjadi korban akan mengalami trauma berat bahkan mengganggu psikologis sang anak. Menurutmu sendiri, bagaimana soal pemberian grasi Jokowi terhadap Neil Bantleman guys?