Dari Mana Asalnya Rasa Empati?
05 Januari 2020 by Disfira IkaTernyata faktor genetik juga memberi peran besar
Orang tua tidak pernah bosan untuk mengingatkan anaknya untuk berhati-hati dan peduli pada sekitar. Bukan hanya untuk kepentingan diri, namun juga untuk kebaikan orang lain. Kita diajari bagaimana bersikap dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
Sebaik apapun kita menjaga diri dan berhati-hati demi diri sendiri dan orang lain, kadang kita tetap terkena sial akibat ulah orang lain. Sepeduli apapun kita pada orang lain, akan tetap ada orang culas yang justru memanfaatkan kebaikan tersebut alih-alih membalasnya dengan kebaikan pula.
Contohnya adalah pengalaman naik motor setelah hujan. Kita sudah berupaya naik motor pelan-pelan karena banyak genangan dan nggak ingin menciprati orang di sekitar.
Tahu-tahu ada kendaraan lain dengan enaknya ngebut dan menciprati kita dengan air genangan. Jadilah baju dan wajah kita basah akibat air genangan alih-alih air hujan. Pengalaman begini bisa bikin hari jadi menyebalkan dan bikin kita bawaannya marah-marah terus.
Baca juga: Bagaimana Cara Menumbuhkan Rasa Empati Pada Anak?
Sebenarnya, ini adalah perkara kepedulian dan empati terhadap orang lain. Ketika memiliki rasa empati, kita akan berpikir berulang kali untuk merugikan orang lain. Kita akan memahami perasaan mereka dan menghindari tindakan yang bisa membuat orang lain kesal atau sedih.
Lalu, dari mana rasa empati itu berasal? Ternyata penelitian di Cambridge menemukan bahwa meski sebagian besar orang yang memiliki Empati tinggi mendapatkannya dari faktor seperti hormon dan lingkungan. Ada 10% dari mereka yang mendapatkannya secara genetik.
Meski begitu, pada akhirnya rasa empati tetap merupakan sesuatu yang harus dipupuk dalam diri. Terlepas dari seberapa besar pengaruh genetik terhadap rasa empati seseorang, pada akhirnya kesadaran bahwa kita hidup berdampingan dengan orang lain juga akan membuatmu memiliki rasa empati dan berpikir ribuan kali sebelum menyakiti orang lain.