Nggak Melulu Urusan Kopi dan Senja, Inilah 10 Band Indie Indonesia Favorit
06 November 2019 by Boy N.Apa band indie Indonesia favoritmu?
Bicara soal musik indie Indonesia, perkembangannya dewasa ini semakin mengesankan. Perdebatan perihal dikotomi indie dan non-indie pun masih sering mewarnai perbicangan para penggemar dan pengamat musik kontemporer.
Sudah 23 tahun lebih semenjak Pure Saturday melakukan terobosan sebagai band indie Indonesia merilis debut album dan menginspirasi kawula muda saat itu untuk berani berkarya tanpa berharap memperoleh tiket rekaman dari korporasi label-label arus utama.
Terlepas dari segala kericuhan obrolan-obrolan remeh di media sosial hingga tulisan-tulisan serius yang cenderung ‘berat’, musik indie Indonesia menabalkan identitas sekaligus prinsip tentang semangat swakriya atau lazim disebut DIY (Do It Your-self).
Tidak harus sambil ngopi cantik, inilah daftar band indie Indonesia
Belakangan tahun ini, musik atau band indie Indonesia kerap menjadi bahan olok-olokan dengan stigma kopi dan senja. Barangkali karena penulisan lirik sebagian band indie hampir tak pernah lepas dari topik-topik tersebut.
Namun semesta musik indie Indonesia tidaklah sesempit itu. Ada banyak band indie Indonesia yang menyuarakan keresahan mereka atas kondisi Indonesia dengan cakupan tema yang meluas, akrab dengan keseharian, dan bahkan politis.
Langsung saja, inilah daftar band indie Indonesia yang patut didengarkan tanpa harus di waktu senja sambil menenggak kopi, apalagi yang sachetan.
Grrrl Gang
Beberapa minggu lalu, band yang berasal dari Yogyakarta ini mengumumkan di akun Instagramnya bahwa mereka akan menjadi salah satu penampil di ajang festival musik South by South West (SXSW) di Austin, Amerika Serikat tahun 2020.
Band yang terdiri dari tiga personel yaitu Angee, Akbar, dan Edo ini awalnya dibentuk tahun 2016 demi mengisi waktu senggang selama kuliah. Setahun berikutnya, mereka merilis dua lagu berjudul Bathroom dan Thrills.
Perlahan, mereka mulai dikenal dan masuk ke dalam daftar band indie Indonesia generasi anyar, apalagi setelah merilis mini album bertajuk Not Sad, Not Fulfilled bersama Kolibri Records tanggal 9 Oktober 2018.
Jika kamu menyukai Veronica Falls, lagu-lagu yang diciptakan band indie Indonesia ini mungkin terdengar akrab. Selain nama band asal Inggris itu, Grrrl Gang kabarnya juga terinspirasi dari band-band sejenis seperti Alvvays dan Talulah Gosh.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN Indonesia, Angee, sang vokalis yang juga memainkan gitar, mengaku bahwa ia adalah seorang feminis. Hal itu bisa kamu simak dari ide-ide yang ia wujudkan dalam penulisan beberapa lirik lagunya seperti Guys Don't Read Sylvia Plath.
Silakan dengarkan koleksi lagu-lagunya di sini.
Baca Juga: Terkuak! Pesan Tersembunyi Kematian Kurt Cobain dalam Lagu-Lagu Nirvana, "I Hate You!"
Zigi Zaga
Jika kamu penggemar The Brandals yang pernah bermetamorfosis menjadi BRNDLS namun kemudian balik lagi ke nama awalnya, mungkin tak asing dengan band ini. Ya, Zigi Zaga merupakan band yang didirikan sebagai proyek dari Eka Annash (vokalis BRNDLS) bersama Wizra, Emil, dan Rika.
Nama Zigi Zaga dicetuskan oleh Rika, yang katanya diambil dari chant kaum Skinhead di Inggris yang biasa dinyanyikan selama menyaksikan pertandingan sepakbola atau di klab-klab minum.
Di band yang terbentuk tahun 2015 ini, Eka tidak hanya menyanyi, namun juga memainkan bass. Lini vokal juga diisi oleh Rika yang turut memainkan gitar. Empat orang dalam band ini dipertemukan sebagai rekan kerja di sebuah agen periklanan.
Awalnya, Eka datang menawarkan ide sebuah band dengan format anggota dua cowok dan dua cewek. Dua anggota sempat keluar, masing-masing adalah penggebuk drum dan gitaris. Kedua posisi itu akhirnya ditempati Wizra dan Emil. Nama yang terakhir juga dikenal sebagai anggota band Agrikulture.
Zigi Zaga telah merilis album bertajuk Phsyco Mob di tahun ini bersama sebuah label asal Bandung, Disaster Records. Album ini hasil kerja keras semua anggotanya selama nyaris 4 tahun menggunakan biaya sendiri dan sampai harus melakukan sesi rekaman di dua studio berbeda.
Zigi Zaga memegang kans besar untuk terus eksis dan menjadi salah satu band indie terbaik lewat tema-tema depresi, sosial, self-empowerment, dalam balutan elemen-elemen chaotic Glam Punk yang mentah dan liar.
Silakan dengarkan albumnya di sini.
Baca Juga: Daftar Lagu Terbaru yang Disukai oleh Penikmat Musik Seantero Jagat Raya
Heals
Heals merupakan band indie yang berasal dari Bandung yang telah merilis album bertajuk Spectrum bersama FFWD Record tahun 2017. Band beraliran shoegaze ini beranggotakan Alyuadi (vokal, gitar), Reza (vokal latar, gitar), Ramdhan (gitar), Octavia (vokal latar, bass), dan Adi (drum).
Band indie Indonesia ini pernah mengisi Laneway Festival di Singapura tahun 2018 kemarin. Sebelumnya, mereka sudah mengisi panggung internasional dalam acara Rocking the Region di negara yang sama.
Band ini cukup unik karena beberapa anggotanya terbiasa main di musik beraliran ekstrim seperti Death Metal dan Grindcore, namun akhirnya beralih memainkan genre yang sangat bertolak belakang.
Awalnya, mereka berniat membawakan konsep musik stoner dan tidak kepikiran memainkan musik beraliran shoegaze. Namun selama proses kreatif penggarapan album debutnya, mereka sering mendengarkan band-band dengan genre yang berasal dari Inggris Raya itu.
Tak heran jika kamu mendengarkan Spectrum, beberapa kali akan merasakan ambience yang serupa dari band-band seperti My Bloody Valentine, Luminous Orange, My Vitriol, dan band-band sejenis lainnya.
Penasaran dengan band ini? Silakan dengarkan albumnya di sini.
Mooner
Mooner adalah sebuah super grup, setidaknya jika kita amati dari skena band indie. Band ini beranggotakan Rekti dari The SIGIT, Pratama dari Sigmun, Marsheila dari Sarasvati, dan Absar dari The Slave.
Band ini terbentuk awalnya sebagai proyek musik sampingan dengan Rekti yang sekaligus berperan sebagai produser. Band ini kadang disebut membawakan genre Heavy Rock dengan elemen-elemen mentah dari suara instrumen dan nada-nada progresif.
Sementara itu, dari penulisan lirik lagu, Mooner termasuk salah satu indie band Indonesia yang menciptakannya dalam karakter bahasa Indonesia yang kuat dan isu-isu penting. Simak saja beberapa judul lagunya seperti Buruh, Serikat Penyembuh, Ternganga, dan lain-lain.
Tahun 2017 lalu, mereka merilis album bertajuk Tabiat yang berisi 12 lagu bersama Bhang Records. Di tahun 2019, mereka kembali merilis album bertajuk O.M.
Mau dengar album terbarunya Mooner? Silakan putar di sini.
Baca Juga: 15 Lagu Indie Hits 2019, Cocok Buat yang Anti-mainstream
Morfem
Nakal, liar tapi tepat sasaran. Demikian pujian yang dituliskan oleh mendiang Denny Sakrie saat mengulas musik dan lirik yang dibuat Morfem. Band yang dibentuk pas Hari Buruh tahun 2009 ini sempat dianggap sebagai proyek isengnya Jimi Multhazam, sosok pegiat skena indie yang sudah tenar dengan The Upstairs.
Namun di tahun itu, Jimmi bersama Pandu, Freddie, dan Bram sukses memperkenalkan Morfem sebagai band yang bukan sekadar side project, meskipun masing-masing anggota sudah punya band utama.
Ada cerita unik terkait band ini yang dibagikan Jimi dalam blog pribadinya. Dalam tulisan di blognya, ia turut mengunggah foto dirinya bersama The Upstairs yang sedang manggung di SMA Angkasa 2, tahun 2005. Di tulisannya itu, Jimi mengajak pembaca mengamati sosok pelajar yang berada di bawah panggung dan sedang serius merekam aksinya.
Enam tahun kemudian, pelajar SMA itu sudah berada satu panggung bersama Jimi, memainkan gitar, dan bersama-sama membesarkan Morfem. Anak itu adalah Pandu Fathoni yang sudah dibaptis menjadi Pandu Fuzztoni. Julukan yang diberikan Henry Foundation dari Goodnight Electric.
The Upstairs memang salah satu band indie Indonesia terbaik. Tapi Morfem pun berhasil dengan karya-karyanya sebagai sebuah band bergenre Punk/Rock/Fuzztone/Noise/Pop, atau apapun bisa kau sebut sesuai referensimu, friend..Demikianlah gaya tutur Jimi.
Simak lagu-lagunya Morfem di sini.
Baca Juga: 10 Lagu Korea Sedih untuk Playlist Menyayat Hati dan Kalbu
Goodnight Electric
Tahun 2003, band ini dibentuk oleh Henry Irawan yang kelak bakal lebih tenar dengan nama Henry Foundation. Bersama Bondi Goodboy dan Oomleo, Goodnight Electric mengusung aliran Synthpop, electronica, dan dance. Dua personel itu awalnya tampil membantu Henry dalam panggung live dan akhirnya memantapkan formasi dalam bentuk trio dance.
Tahun 2004, mereka merilis debut album bertajuk Love and Turbo Action yang disusul tiga tahun berikutnya dengan rilisan album bertajuk Electroduce Yourself. Bulan Agustus dan Oktober kemarin, mereka berturut-turut merilis dua single yakni VCR dan Erotika.
Lama tidak merilis single baru, mereka akhirnya kembali dan menunjukkan tajinya di tengah-tengah euforia musik electronik di skena indie yang cenderung monoton dan hampir ambyar. Dan hal ini pula yang menjadi alasan kenapa Goodnight Electric patut dimasukkan dalam daftar ini.
Mau dengar lagu barunya mereka? Cek saja di sini.
The Panturas
Mendengarkan band indie Indonesia tidak semata-mata bersenandung dengan petikan gitar akustik dan hembusan angin di tepi hari sembari menyeduh kafein. Justru kalau mendengarkan The Panturas, rasanya kamu ingin berlari ke pantai, mengambil papan luncur, dan menantang liarnya ombak pantai selatan.
The Panturas adalah nama yang semakin bergema di skena indie band Indonesia, setidaknya bagi yang menggemari genre Surf Rock. Band ini dibentuk tahun 2016 di Jatinangor yang notabene merupakan dataran tinggi tapi justru memainkan musik-musik khas pantai.
Band ini terdiri dari Gogon, Abyan, Ijal, dan Uya yang semuanya adalah mahasiswa Universitas Padjajaran, Bandung. Untuk namanya sendiri, banyak yang mengira ada hubungan dengan genre yang dimainkan. Seperti kita tahu, Pantura sendiri merupakan akronim dari Pantai Utara.
Tapi ternyata tidak, nama itu justru plesetan dari nama band Surf Rock legendaris asal Amerika Serikat, The Ventures. Oleh mereka, nama itu diparodikan supaya terasa unsur kearifan lokalnya, dan jadilah The Panturas. Mereka sudah merilis album bertajuk Mabuk Laut tahun 2018 lalu.
Bagaimana sih lagu-lagu mereka? Dengarkan saja di sini.
Baca Juga: Senandung Lagu India Terbaru yang Bikin Candu, Ingin Replay Terus!
Barefood
Jika kamu menggemari efek fuzz dalam sentuhan distorsi yang halus, band yang digawangi oleh Rachmad dan Ditto ini sangat direkomendasikan. Barefood merupakan band indie lokal yang sukses dengan EP bertajuk Sullen di tahun 2013 yang dirilis oleh Anoa Records.
Tahun 2017, mereka kembali merilis dalam format album dengan sampul yang sangat ikonik, yakni seorang cewek yang menenggak sekotak susu.
Band ini sebenarnya sudah lama dibentuk yakni tahun 2009 dan terinspirasi sound agresif khas tahun 90-an semacam Manic Street Preachers, Ash, Seaweed, tapi dipadukan dengan gaya Shoegaze dan sedikit pengaruh dari band-band Post Hardcore gelombang awal.
Album mereka, Milkbox, dapat kamu dengar di sini.
Baca Juga: Sosok Jimi Hendrix, Gitaris Legendaris Dunia yang Didapuk Jadi Dewa!
Efek Rumah Kaca
Kalau ditanya siapa band indie lokal yang sensitif dan kerap mengangkat isu-isu nasional, pasti jawaban pertama adalah Efek Rumah Kaca. Mereka makin tajam menyuarakan akan isu-isu nasionalisme pada album mereka yang ketiga yang bertajuk Sinestesia.
Album yang dirilis pada tahun 2015 ini memiliki 6 lagu utama yang meyuarakan tentang, politik, pelanggaran HAM, televisi yang semakin sampah dengan tayangan-tayangan yang tak baik bagi masyarakat, juga tentang keberagaman.
Bahkan Efek Rumah Kaca ditunjuk untuk membuatkan lagu pembuka untuk sebuah acara televisi ternama di Indonesia yaitu Mata Najwa dengan membuatkan lagu berjudul Seperti Rahim Ibu. Hal yang agak kurang lazim dialami dalam skena indie band Indonesia.
Dengarkan lagunya di sini.
The Upstairs
Lirik jenaka dengan diksi-diksi tak terduga namun mengena. The Upstairs adalah band indie yang sejak debut EP pertamanya di tahun 2002, sampai sekarang masih aktif dan tahun lalu merilis single baru berjudul Semburat Silang Warna.
Sempat mengalami beberapa kali pergantian formasi, The Upstairs tetap layak masuk dalam daftar band indie lokal yang kerap dibicarakan. Terlepas dari kharisma sang vokalis, Jimi Multhazam, saat bersilat kata di atas panggung, band ini secara keseluruhan memang sangat memukau, baik di versi rekaman dan saat pentas.
The Upstairs pun sukses menerjemahkan genre New Wave yang bagi generasi muda kurang begitu akrab menjadi terasa sangat akrab dan mudah dicerna, dan sekaligus menegaskan batasan yang lugas perihal bagaimana pendengar seharusnya bisa membedakannya dari Disco.
Untuk single terbarunya, silakan didengarkan di sini.
Nah, itulah daftar band indie Indonesia yang direkomendasikan. Mungkin bagi kamu yang membaca artikel ini punya pendapat lain tentang siapa saja yang layak menjadi band indie Indonesia terbaik. Namun itulah serunya menikmati musik sebagai ekspresi kebebasan dan kemandirian yang semestinya bisa membuka mata dan pikiran kita.