Mom Shaming, Racun Berbisa yang Bunuh Kepercayaan Diri dan Kebebasan Ibu!

Ilustrasi ibu
Ilustrasi ibu | keepo.me

Kerja, dinyinyirin. Pake susu formula, disindir.

Menjadi seorang ibu tidak pernah mudah. Ia memiliki tanggung jawab yang besar untuk setiap bayi yang lahir dari rahimnya. Berbagai kesepakatan pun harus dibentuk bersama sang suami agar peran merawat dan mengasuh anak menjadi tugas bersama, bukan hanya tugas seorang ibu.

Tugas-tugas seorang ibu kemudian masih akan dipersulit dengan adanya nyinyiran dari berbagai pihak. Tetangga, teman, bahkan keluarga yang seharusnya selalu mendukung kerap menjadi pihak yang getol menyerang.

Berbagai macam nyinyiran dan komentar sinis akan muncul setelah para ibu ini saling “diadu”. Ibu rumah tangga VS ibu pekerja, ibu melahirkan normal VS ibu melahirkan caesar, dan sebagainya. Membandingkan, menimbang, dan meninjau terkait anak memang tidak salah. Alangkah sangat baiknya jika jalan bertukar pikiran tidak disertai dengan kenyinyiran.

Ilustrasi ibu
Ilustrasi ibu pekerja | keepo.me

Perilaku merendahkan atau menghakimi pola asuh dan cara membesarkan anak dikenal dengan istilah mom shaming. Ironisnya, pelaku mom shaming biasanya adalah orang-orang terdekat. Dikutip dari Tirto.id, Senin (8/4), sebuah survei di tahun 2017 dengan ibu-ibu di AS sebagi respondennya mengaku kerap mendapatkan tindakan mom shaming dari orangtua.

Survei ini pun melaporkan bahwa ibu-ibu tersebut kerap mendapatkan kritik dari teman sebaya, ibu tak dikenal yang ditemui di ruang publik, dan warganet di media sosial. Topik yang menjadi bahan kritikan pun bermacam-macam. Mulai dari cara ibu mendisiplinkan anak, pengasuhan anak, cara menyusui, keamanan anak, dan sebagainya.

Beberapa kritik yang dilontarkan kepada para ibu ini akhirnya menjadi sebuah stigma, seperti ibu pekerja yang diidentikkan dengan sosok ibu egois yang tidak mementingkan keluarga, sementara ibu rumah tangga identik dengan sosok ibu yang tidak mandiri dan “kuno”.

Tidak bisa dipungkiri bahwa stigma tersebut sangat nyata dan benar-benar dirasakan oleh para ibu. Kondisi inilah yang mendatangkan dilemma bagi para perempuan. Kedua pilihan ini seolah terus menghantui dan menyebabkan konflik batin yang tidak main-main.

Dikutip dari Tirto.id, Senin (8/4), para ibu kerap merasa tidak yakin dengan pilihan mereka karena adanya mom shaming. Persoalan ini terasa semakin berat ketika seorang ibu kehilangan kepercayaan dirinya.

Ia tidak lagi yakin bisa menjadi orangtua yang baik untuk anaknya sendiri. Ini tentu merupakan imbas yang luar biasa berat yang didapat seorang ibu dari perilaku mom shaming.

Ilustrasi ibu
Ilustrasi ibu rumah tangga | keepo.me

Ibu pekerja atau ibu rumah tangga, ibu melahirkan normal atau melahirkan caesar, tetaplah seutuhnya ibu. Tidak ada peran yang membuat seseorang menjadi “lebih ibu” atau “kurang ibu”. Tidak ada orangtua yang sempurna. Disadari atau tidak, semua orangtua pasti pernah melakukan kesalahan. Apakah penghakiman akan membuat mereka sempurna? Tentu tidak.

Susan Newman Ph.D, seorang psikolog yang berfokus pada isu keluarga, menulis dalam Psychology Today mengenai beberapa cara yang bisa dilakukan untuk merespons mom shaming. Sebelumnya, Newman mengingatkan bahwa semua orangtua harus menerima bahwa tidak ada orang yang tidak pernah dihakimi.

Menurutnya, para orangtua bisa menganggap mom shaming sebagai sebuah tantangan, sehingga ketika ada nyinyiran atau sindiran dari orang lain, tidak lagi terkejut dan merasa terpukul.

Kemudian Newman juga menyarankan agar lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang-orang yang tulus menghargai upaya kita mengasuh anak agar terhindar dari perilaku mom shaming.

Artikel Lainnya

Tidak ada yang salah dari pilihan menjadi ibu rumah tangga atau ibu pekerja. Keduanya adalah pilihan yang tepat jika disertai dengan kerelaan dan tanpa paksaan. Setiap pilihan tentunya memiliki tantangan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.

Memberikan saran atau kritik mengenai pengasuhan anak memang hal yang wajar. Tapi sekali lagi perlu diingatkan bahwa saran dan kritik yang konstruktif sangat berbeda dengan nyinyir dan sinis. Kita tidak pernah tahu bagaimana perjuangan seorang ibu mengasuh anaknya. Menghargai pilihannya adalah hal terbaik yang bisa kita lakukan.

Tags :