Seorang Fotografer Mengubah Rambu-Rambu Jalan Hong Kong Menjadi Puisi

The photographer turning Hong Kong's street signs into poems
Puisi milik siapa saja yang memendam keresahan di hatinya. | dynaimage.cdn.cnn.com

Bukan dengan pena, seorang fotografer menulis puisi dengan pendar cahaya

Puisi bukan hanya milik mereka yang terlanjur bergelar "sastrawan", juga bukan hanya milik mereka yang mengenyam pendidikan formal di jurusan sastra. Puisi milik siapa saja yang memendam keresahan di hatinya. Setiap orang berhak menulis puisi.

Dalam proses kreatifnya, banyak ragam, teknik, dan medium puisi yang bisa dipilih. Cerita seorang fotografer di Hong Kong ini menjadi salah satu contoh unik kebebasan dalam menulis puisi. Ia menulis dengan memanfaatkan kerlip lampu rambu-rambu jalan raya.

Bagaimana mungkin itu bisa bisa dilakukan? Bisakah kita menulis puisi dengan kilau cahaya lampu? Berikut beberapa ulasannya:

1.

Sebuah proyek pribadi yang dimulai dengan belajar bahasa

The photographer turning Hong Kong's street signs into poems
Roman Jacquet-Lagreze, telah memotret lampu dan rambu-rambu jalan, ia jadikan puisi | dynaimage.cdn.cnn.com

Dilansir dari ccn.com, selama satu setengah tahun terakhir, fotografer Perancis yang mukim di Hong Kong sejak tahun 2012, Roman Jacquet-Lagreze, telah memotret lampu dan rambu-rambu jalan. Ia mengumpulkan potongan gambar tersebut untuk kemudian disusun menjadi larik-larik puisi.

sebagai fotografer, saya selalu tertarik pada karakter yang terjumpai di jalan-jalan kota, toko-toko, atau gedung... mereka adalah visual yang menarik" ujarnya pada salah satu wartawan CNN

Awalnya, ia mengaku kesulitan untuk memulai proyeknya karena keterbatasan bahasa. Maka ia putuskan untuk mempelajari bahasa lokal terlebih dahulu.

Barangkali, ia mafhum akan pepatah lama "jika hendak menaklukan seekor kuda, maka ketahuilah makanan mereka. Bila kau ingin mengenal suatu budaya, pelajarilah bahasanya".

Dari sana ia mulai melakukan observasi dan pengumpulan materi.

Artikel Lainnya
2.

Berkelana dari satu pelosok ke pelosok lain

The photographer turning Hong Kong's street signs into poems
Ia berkelana untuk menemukan karakter tradisional Tiongkok | dynaimage.cdn.cnn.com

Dalam proses pengumpulan materi, Jacquet berkelana ke banyak daerah, seperti Mong Kok, Yau Ma Tei, da Sham Shui Po di distrik Kowloon. Itu merupakan beberapa daerah klasik di Hong Kong. Ia berkelana untuk menemukan karakter tradisional Tiongkok yang terwakilkan pada rambu atau lampu-lampu jalan.

Ia mengambil banyak potongan-potongan gambar, kemudian ia satukan menjadi kalimat demi kalimat.

3.

Jacquet terilhami oleh seni kaligrafi China: Chengyus

The photographer turning Hong Kong's street signs into poems
dynaimage.cdn.cnn.com

Jacquet mengakui bahwa dirinya terinspirasi oleh seni kaligrafi China, Chengyus.

Seni kaligrafi tradisional ini memiliki ciri khasnya kalimat-kalimat yang pendek namun memiliki konotasi makna yang mendalam.

Ia ingin menghadirkan kembali nuansa dan metafora berkarakter seni kaligrafi tradisional China itu.

4.

Dibantu sang istri, Jacquet menyusun potongan menjadi puisi visual yang bermakna

The photographer turning Hong Kong's street signs into poems
Jacquet tidak hanya memperhatikan keserasian liris dalam suatu kalimat, tapi ia pengelompokannya secara visual. | dynaimage.cdn.cnn.com

Dalam proyek itu Jacquet dibantu oleh istrinya yang merupakan seorang ahli bahasa dari Hong Kong. Ia membantu menyeleksi potongan-potongan gambar yang dianggap cocok secara kebahasaan.

Dalam proses penyusunan tersebut, Jacquet tidak hanya memperhatikan keserasian liris dalam suatu kalimat, tapi ia mengelompokannya secara visual.

saya ingin puisi ini memiliki keindahan makna secara kebahasaan dan piktografis

Selain atas dasar makna literer, Jacquet menggambungkan potongan gambar dengan mepertimbangkan keserasian warna, background, dan konfigurasi visual lainnya.

5.

Puisi tentang sebuah kota yang menghilang

The photographer turning Hong Kong's street signs into poems
Kita berada di suatu masa ketika identitas kota mulai dipertanyakan dan terus mengalami ancaman | dynaimage.cdn.cnn.com

Dalam perkembangan proyek tersebut, Jacquet mulai berfokus pada tema khusus tentang tradisi yang memudar. Beberapa foto yang menunjukan "keusangan kota" ia pertahankan. Misalnya, beberapa tiang-tiang rambu yang nampak berkarat, dinding dengan cat yang terkelupas, atau foto-foto lainnya yang menampilkan bagian-bagian yang rusak dan tak terurus.

Kota sedang mengalami banyak perubahan. Kita berada di suatu masa ketika identitas kota mulai dipertanyakan dan terus mengalami ancaman

Puisi yang berjudul "Hong Kong Culture" merupakan puisi yang menurut Jacquet paling mencerminkan rasa frustasi dan kekuatiran terhadap perubahan kota. Pada puisi ini Jacquet menggunakan tanda-tanda yang pudar dan usang, semua dikombinasikan menjadi tekanan yang kuat tentang perubahan "Hong Kong" dan "Budaya".

romain-jacquet-lagreze-hong-kong
Upaya untuk menerjemahkan keresahan | dynaimage.cdn.cnn.com

Demikianlah puisi yang ditulis oleh seorang fotografer, Jacquet. Ia memberikan semacam kesimpulan, bahwa apa yang dilakukannya bukan hanya suatu aksi politis mengkritisi kota. Tapi bisa dipandang dengan peryataan di awal tadi: puisi yang ia tulis bukan dengan pena, melainkan dengan pendar "cahaya kota" itu, merupakan upaya untuk menerjemahkan keresahannya. Keresahan tentang wajah tradisional kota yang pudar dan terancam menghilang sama sekali.

Tags :