Kontroversi Sultan Hamid II, Sejarawan UGM: Beliau Terlibat Rencana Pembunuhan Sultan HB IX

ilustrasi Sultan Hamid II
ilustrasi Sultan Hamid II | www.merdeka.com

Berawal dari tudingan mantan Kepala BIN!

Viralnya pernyataan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono yang menyebut Sultan Hamid II sebagai pengkhianat bertuntut panjang. Ketua Yayasan Sultan Hamid II, Anshari Dimyati akhirnya melayangkan sikap di Pontianak, Senin (15/6/20) bahwa Sultan Hamid II bukanlah pengkhianat seperti yang dituding oleh mantan Kepala BIN tersebut.

Sultan Hamid II tidak terbukti melakukan makar. Meski, akhirnya ia dipenjara 10 tahun atas tuduhan berkomplot melakukan penyerangan bersama Angkatan Perang Ratu Adil yang dipimpin Westerling di masa Revolusi Nasional Indonesia, ujar Anshari seperti dilansir Antara.

Anshari juga menambahkan kalau, Sultan Hamid II sebenarnya sangat berjasa buat bangsa ini, salah satunya adalah sebagai pencipta lambang negara.

Sebagai pencipta lambang negara, Sultan Hamid II telah diusulkan agar mendapat gelar kepahlawanan sejak tahun 2016 hingga 2019, namun usulan itu selalu dijegal. Padahal segala persyaratan sudah dipenuhi, mulai dari kajian ilmiah, seminar hingga persyaratan administrasi sudah disampaikan ke Kementerian Sosial, katanya.

Ahli sejarah UGM buka suara

Polemik ini pun akhirnya menarik perhatian sejarahwan UGM, Profesor Djoko Suryo. Dilansir dari detikcom, Kamis (18/6/2020). Djoko menyebut jika sejarah perihal Sultan Hamid II termasuk sejarah yang kelam.

Padahal jika ditilik kebelakang keduanya adalah sahabat sejak kecil, pernah mengeyam pendidikan di Belanda. Namun sepulang dari tanah air, kondisinya berbeda, Sri Sultan Hamengkubuwono IX pro-republik sedangkan Sultan Hamid II lebih pro-Belanda.

Sultan Hamid II dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah teman belajar sewaktu masih menempuh pendidikan di Negeri Belanda. Keduanya adalah anak bangsawan semua. Namun, sepulangnya ke Tanah Air, Sri Sultan HB IX pro-republik, dan Hamid pro-Belanda. Kemudian mereka berdua bermusuhan secara diam-diam, tutur Djoko.

Baca juga : Dari Doyan Perempuan, Sampai Perebutan Tahta Suci, 6 Raja Pendahulu King Salman ini Punya Kisah yang Sangat Kontroversial

ilustrasi Sultan Hamid II
Sultan Hamid II semasa di KMB | news.detik.com

Konferensi Meja Bundar (KMB)

Proklamasi yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 membuka babak baru bagi Indonesia. Namun upaya menggagalkan republik yang seumur jagung tetap dilakukan Belanda, Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1948 menjadi salah satunya, pada momen ini Sultan Hamid II menjadi Ketua Badan Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg/BFO). BFO sendiri adalah organisasi yang beranggotakan negara-negara yang dibentuk oleh Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Hubertus van Mook. Dalam KMB, wakil Indonesia adalah Muhammad Hatta.

Hasil dari KMB menyimpulkan tatanan negara Indonesia menjadi RIS atau Republik Indonesia Serikat, kemudian dalam konferensi itu pula, Sultan Hamid II ditunjuk sebagai Menteri Negara RIS Zonder Portofolio, sedangkan sahabatnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah Menteri Pertahanan RIS.

Kudeta APRA

Beberapa tahun berselang, tepatnya pada 1950, upaya kudeta dari salah satu mantan Kapten tentara Kerajaan Hindia-Belanda (KNIL), Raymond Westerling dimulai. Lewat kudeta tersebut Westerling mendirikan milisi bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), dan disinilah Sultan Hamid II disebut-sebut merencanakan pembunuhan terhadap Sri Sultan HB IX.

Hamid bekerja sama dengan Westerling, dia jelas di pihak Belanda. Terlihat pada saat itu, orang yang membela republik dan ada orang yang pro-Belanda dan tidak ingin republik, kata Djoko.

Saat setelah Ibu Kota pindah ke Jakarta (dari Yogyakarta, pada 17 Agustus 1950), kemudian terjadi percobaan pembunuhan ke Sri Sultan HB IX. Sultan Hamid bekerja sama dengan kaum militer Belanda, diam-diam melakukan aksi menentang pemerintahan. Hamid ingin menduduki posisi yang strategis, tutur Djoko.

Baca juga : Teka-Teki Misterius di Balik Ketenangan Perairan Raja Ampat, Bikin Merinding!

Sultan Hamid II bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sultan Hamid II bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX | news.detik.com

Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana bisa seorang pro-Belanda bisa berada di dalam pemerintahan RIS? Terlebih lagi kok bisa Presiden Sukarno juga mempercayakan perancangan lambang negara ke Sultan Hamid II?

Djoko menilai jika apa yang dilakukan Presiden Sukarno kala itu adalah bentuk dari politik yang dinamis, artinya tidak ada politik yang hitam-putih, bahkan hingga sampai sekarang.

Tidak ada yang hitam-putih, namanya politik. Pemimpin harus mengakomodasi. Kadang-kadang orang berjasa, tetapi kemudian membelot, itu dalam persoalan pemimpin kita kadang-kadang belok, ikut jadi pemberontak, ya namanya manusia, kata Djoko.

Lebih lanjut Djoko menilai jika tudingan pengkhianat yang dialamatkan kepada Sultan Hamid II memang bila dipandang dari sudut pro-republik, sebenarnya selain Sultan Hamid II, ada pula pengkhianat lainnya yang sebenarnya mereka juga telah berjasa untuk Indonesia.

Tinggal definisi pengkhianat itu apa. Yang membela republik namanya pejuang, yang menentang namanya pengkhianat. Tapi itu yang menyebut orang Indonesia. Kalau dari definisi itu, Hamid bisa dikelompokkan ke dalamnya, kata Djoko.

Artikel Lainnya

Dipenjara 10 tahun

Di tempat terpisah, menurut buku 'Ign Slamet Rijadi: Dari Mengusir Kempeitai sampai Menumpas RMS' karya Julius Pour. Pemerintah NKRI akhirnya bereaksi terhadap aksi Westerling, Presiden Sukarno mengambil tindakan keras dengan memecat Sultan Hamid II dari jabatan Menteri Negara.

Kala itu Sultan Hamid II diserga di kamarnya di Hotel Des Indes, Jakarta. Usai menjalani beberapa sidang, Mahkamah Agung (MA) akhirnya menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Sultan Hamid II, pada 8 April 1953.

Dengan kekecewaan itu Belanda merencanakan suatu kamp militer yang akan membunuh dan menawan beberapa tokoh terkemuka dalam Kabinet Hatta termasuk Sri Sultan, tetapi rencana ini bocor. Sri Sultan sendiri sebagai Menteri Pertahanan ikut secara aktif dalam membongkar komplotan itu, dan sekaligus menahan Sultan Hamid II sahabatnya yang menjadi tokoh sentralnya, tulis Suratmin.

Tags :