Kecewa Tak Bisa Masuk Sekolah Favorit karena Zonasi, Siswa Berprestasi Bakar Piagam
27 Juni 2019 by Dea DezellyndaSeorang bocah kecewa dengan sistem zonasi hingga bakar belasan piagam dan piala
Bocah ini bakar piagam setelah tak diterima di sekolah impiannya. Tindakan ini merupakan bukti kekecewaanya terhadap sistem zonasi di mana piagam penghargaan tak berlaku lagi untuk masuk ke sekolah favorit.
Dalam sebuah video memperlihatkan Yumna (12) yang sedang membakar belasan piagam dan piala yang ia dapatkan saat di sekolah dasar. Orangtua Yumna mengaku kesulitan untuk mendaftarkan anaknya di SMP N 1 Kajen karena terhalang zonasi.
Bakar belasan piagam dan piala
Beberapa hari ini pemberitaan sistem zonasi terkait pendaftaran siswa baru ramai dibicarakan. Banyak siswa dan orangtua yang kecewa karena penerapan sistem zonasi yang mempersulit siswa untuk masuk ke sekolah favorit.
Hal ini juga terjadi pada seorang anak bernama Yumna. Ia kecewa dengan sistem zonasi yang membuat Yumna tak bisa mendaftar di sekolah yang ia inginkan yaitu SMP N 1 Kajen.
Yumna yang merupakan siswa berprestasi mengungkapkan kekecewaannya dengan membakar belasan piagam dan piala yang ia dapatkan dari berbagai lomba. Yumna merasa dengan penerapan sistem zonasi membuat piala dan piagam tersebut tak ada gunanya lagi.
Yumna membakar 15 piala dan piagam pada hari Minggu (26/6) di kediamannya di Griya Kajen Indah RT 4 RW 12 Desa Gandarum, kecamatan Kajen, Pekalongan.
Dilansir dari Kompas.com, berbagai kejuaraan yang diikuti dan berhasil menyabet juara satu, di antaranya menulis halus, cerita Islami, tilawah, azan, nyanyi solo, nyanyi grup dan dokter kecil. Semua piagam dan piala tersebut dibakar oleh Yumna.
Baca juga: Demi Daftarkan Anaknya, Beberapa Orangtua Sampai Tidur di Sekolah
Berbagai upaya dilakukan demi masuk ke sekolah impian
Menurut para orangtua, sistem zonasi yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan masih kurang matang. Sosialisasi terkait PPDB yang melalui tiga jalur zonasi, prestasi dan perpindahan orangtua pun dinilai kurang.
Bahkan di berbagai daerah, penerapan sistem zonasi ini membuat orangtua harus menginap di sekolah favorit dan tak jarang berakhir ricuh.
Begitu pula dengan orangtua Yumna, Sugeng (50) telah melakukan berbagai upaya untuk mendaftarkan anaknya di sekolah favorit namun gagal karena terhalang zonasi.
Dilansir dari Detik.com, hari pertama pendaftaran Sugeng mengantarkan anaknya melakukan pendaftaran online namun melalui jalur zonasi. Namun oleh guru dan kepala sekolah dasar, disarankan untuk masuk jalur prestasi.
Pada hari kedua, dirinya mendaftar ke jalur prestasi namun tidak bisa, mengingat sudah mendaftar di jalur zonasi. Hasilnya, karena jarak sekolah 1,8 km dari rumahnya anaknya tidak masuk ke SMPN 1 Kajen.
“Sebagai orangtua kecewa ya kecewa. Kita sudah mendaftar ke jalur prestasi kata pihak sekolah (SMP) tidak bisa, harusnya daftar di sekolah di luar zonasi," ungkap Sugeng.
Perjuangan orangtua demi anaknya diterima di sekolah favorit
Demi mendaftarkan anaknya di sekolah favorit, orangtua harus rela menginap dan berdesakan saat pendaftaran PPDB di berbagai daerah. Bahkan para orangtua murid di Surabaya sempat demo di depan Dinas Pendidikan kota Surabaya. Para orangtua ini menuntut untuk penghapusan sistem zonasi.
Para orangtua meminta Presiden Jokowi untuk menghapus sistem zonasi yang dinilai kacau dan tidak adil.
“Telepon saja pak Jokowi! Saya DM instagram-nya!” teriak salah satu pendemo.
Kisruh PPDB juga terjadi di kota Depok, Jawa Barat. Melansir Tribunnews.com, setiap subuh selama tiga hari berturut-turut, ia menemani anaknya mengantre verifikasi PPDB.
“Mau bagaimana lagi mbak, semua akan saya lakuin buat anak saya masuk negeri,” ucap Lina orangtua murid yang rela cuti demi mendaftarkan anaknya.
Meski sudah menginap, Lina belum bisa memastikan apakah anaknya bisa diterima di SMA N 1 Nusantara. Lina menganggap bahwa sistem zonasi sangat merugikan dan tidak adil.
Sistem zonasi diterapkan Mendikbud demi upaya pemerataan memperoleh hak pendidikan yang wajar. Namun dengan kekisruhan yang terjadi di beberapa daerah menjadi PR bagi Mendikbud untuk mengevaluasi kembali terkait penerapan sistem zonasi.