Kamu Pendaki? Ketahui Dulu Deretan Mitos Tentang Keangkeran Gunung Lawu
01 Februari 2020 by Muhammad Sidiq PermadiGunung Lawu memang kental dengan nuansa mistis
Jika diminta untuk menyebutkan gunung terangker di Indonesia, pasti salah satu jawabannya adalah Gunung Lawu. Hal itu tidak lain disebabkan oleh misteri yang telah bertahan sejak lama hingga saat ini. Salah satu mitos yang paling dikenal oleh para pendaki adalah tentang keberadaan pasar setan di lereng Gunung Lawu.
Selain itu, masih ada beberapa mitos lain yang menyebabkan Gunung Lawu begitu angker. Penasaran seperti apa kisahnya? Berikut ini alasan kenapa Gunung Lawu terkenal dengan keangkerannya. Yuk, Keepo!
Legenda Gunung Lawu
Sebelum berbicara tentang keangkeran dari Gunung Lawu, ada baiknya jika kita berbicara tentang sejarah atau legenda dari gunung yang satu ini. Kisah tentang keangkeran Gunung Lawu berawal dari sejarah berakhirnya Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan catatan sejarah, Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran sekitar tahun 1400 Masehi. Pada saat itu, raja yang memerintah bernama Prabu Bhrawijaya V dan merupakan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit.
Baca juga: Mitos Mistis Gunung Mujur, Disebut Ada Makam Raja Singosari di Sini
Prabu Bhrawijaya V memilki dua orang istri yang berasal dari Tiongkok, yakni Ratu Jingga dan Ratu Petak Putri. Hasil pernikahannya dengan Ratu Jingga melahirkan Pangeran Katong dan dari Ratu Petak Putri melahirkan Raden Patah.
Singkat cerita, seiring dengan berjalannya waktu, salah satu anak dari Prabu Bhrawijaya V, yakni Raden Patah memilih untuk memeluk agama Islam ketimbang agama ayahnya, yakni agama Budha.
Selain itu, Raden Patah juga mendirikan kerajaan Islam yang bernama Kerajaan Demak yang berpusat di Glagah Wangi (sekarang Alun-Alun Demak). Kenyataan tersebut lantas membuat Prabu Bhrawijaya menjadi gundah gulana dan memutuskan untuk melakukan semedi.
Baca juga: Kisah Mengerikan di Balik Deretan Pulau Kecil yang Ada di Dunia
Di dalam persemediannya, Prabu Bhrawijaya mendapatkan petunjuk yang mengatakan kalau Kerajaan Majapahit tidak lama lagi akan mengalami kehancuran dan cahaya kejayaan Majapahit akan beralih ke tangan Kerajaan Demak pimpinan anaknya, Raden Patah.
Setelah mendapatkan petunjuk itu, Prabu Bhrawijaya V kemudian pergi meninggalkan kerajaannya untuk bertapa di Gunung Lawu. Sebelum mendaki ke Gunung Lawu, Prabu bertemu dengan dua orang pengikutnya yang merupakan kepala dusun di wilayahnya, yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala.
Karena tidak tega melihat Prabu sendirian, akhirnya Dipa dan Wangsa menemani Prabu menuju puncak Gunung Lawu.
Baca juga: Kisah Mistis Perang Manusia Kera Lawan Manusia Berkepala Kerbau di Goa Kiskendo
Sesampainya di puncak gunung, yakni di Hargo Dalem, Prabu Bhrawijaya V menitipkan titah kepada dua pengikut setianya yang isinya kurang lebih berbunyi, “Saatnya saya akan pergi dari muka bumi ini yang ramai dan sang raja memberikan gelar kepada dua abdinya, Dipa Manggala dijadikan penguasa Gunung Lawu dan Wangsa Manggala dijadikan patih Dipa Manggala yang disebut Kyai Jalak.”
Setelah mengucapkan titahnya itu, Prabu Bhrawijaya V pun menghilang dan jasadnya tidak bisa ditemukan hingga saat ini.
Burung jalak sang penunjuk
Kisah tentang keberadaan burung jalak di Gunung Lawu diakui oleh para pendaki. Bahkan burung jalak tersebut kerap memberi petunjuk kepada para pendaki tentang arah puncak Gunung Lawu.
Baca juga: Merinding! Ini 5 Tanda Anak yang Berteman dengan Hantu, Kamu Harus Tahu
Akan tetapi, petunjuk tersebut hanya berlaku bagi para pendaki yang berniat baik. Bagi pendaki yang memiliki niat buruk, maka burung jalak tersebut akan menyesatkan mereka dan bahkan membuat mereka terkena nasib buruk.
Pasar setan
Misteri keangkeran Gunung Lawu diperkuat dengan adanya kesaksian para pendaki tentang keberadaan “pasar setan” di jalur Candi Cetho, lereng Gunung Lawu, yang mana di tempat tersebut dipenuhi oleh tumbuhan ilalang.
Jalur Candi Cetho sendiri sebenarnya merupakan jalur terpendek untuk dapat mencapai puncak Gunung Lawu. Namun, jalur ini juga menjadi jalur paling berbahaya karena memiliki banyak tanjakan terjal, jurang curam yang menganga, serta kabut tebal yang kerap turun dan tentunya dapat menyesatkan para pendaki.
Baca juga: Kisah Hantu "Memedi Usus" yang Viral di Tahun 1980-an, Konon Bayi Korban Pembunuhan!
Oleh sebab itu, jalur ini tidak begitu favorit di kalangan para pendaki, terutama bagi mereka yang baru pertama kali mendaki gunung. Biasanya, para pendaki lebih senang menggunakan dua jalur lainnya, yakni jalur Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu.
Sebagian pendaki yang pernah melewati jalur Candi Cetho mengaku kalau mereka mendengar suara bising seakan tengah berada di pasar. Terdengar pula orang yang sedang menawarkan dagangan, “mau beli apa?”.
Nah, buat mereka yang mendengar suara tersebut, mereka diwajibkan untuk membuang salah satu barang yang dibawanya sebagai bagian dari transaksi (dikenal dengan istilah barter).
Baca juga: Dikenal Sebagai Tempat Favorit Bunuh Diri, Inilah Fakta Hutan Aokigahara
Mitos lain tentang Gunung Lawu
Buat kamu yang berniat mendaki Gunung Lawu, kamu sebaiknya mengikuti beberapa mitos tentang aturan saat mendaki. Misalnya saja jangan mendaki dengan mengenakan pakaian berwarna hijau serta jangan mendaki dengan membawa rombongan yang berjumlah ganjil. Entah benar atau tidak, namun yang pasti, demi keselamatanmu lebih baik kamu mengikuti aturan tersebut.
Sama halnya dengan tempat angker lainnya, selama melakukan pendakian, lebih baik kamu jangan mengucapkan kata-kata yang kurang sopan. Sebagai pendaki yang bijak, kamu harus tetap menjaga kebersihan serta kelestarian alam di Gunung Lawu dengan tidak membuang sampah sembarangan. Ya pokoknya, tetap berhati-hati dan berdoa ketika memutuskan untuk mendaki sebuah gunung, terutama gunung yang dikenal angker.