Dedy Susanto Disebut Psikolog 'gadungan', Bukti Orang Indonesia Masih Sembarangan Atasi Kesehatan Mental?

Perseteruan Dedy dan Revina
Perseteruan Dedy dan Revina | www.tribunnews.com

Ingat! Kesehatan mental tak bisa disembuhkan sembarangan orang

Nama Dedy Susanto atau pemilik akun Instagram @dedysusantopj sangat populer bagi pengguna media sosial Instagram. Pria yang akrab dipanggil pengikutnya dengan julukan paduka ini beberapa hari terakhir selalu jadi bahan pembicaraan hangat di kalangan media sosial. Bukan karena kontennya yang berisi nasihat-nasihat baik. Bukan pula karena keajaiban terapinya yang bisa menyembuhkan pasien dengan gangguan mental, namun Dedy diduga adalah seorang terapis psikolog abal-abal.

Bagi seorang terapis psikolog yang memiliki followers Instagram lebih dari setengah juta, tentunya hal ini menjadi patokan bahwa paduka ini telah dipercaya bisa menyembuhkan bagi mereka yang "sakit". Tapi betapa kagetnya para pengikut paduka saat seorang selebgram @revinavt membongkar kebusukannya.

Paduka terbukti tak memiliki izin praktik sebagai terapis psikologi. Parahnya, banyak pasiennya yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh paduka saat melakukan sesi terapi privat. Sebagai manusia normal yang kagum dan mengidolakan sosok paduka, pasti reaksi kita sangat kaget, merasa bodoh sekaligus geram.

1.

Siapa Dedy Susanto

Perseteruan Dedy dan Revina
Dedy Susanto | wolipop.detik.com

Paduka Dedy Susanto dikenal oleh para pengikutnya sebagai seorang ahli hipnoterapi, atau bahkan banyak yang menduga paduka adalah seorang psikolog. Akun Instagramnya kini telah memiliki pengikut mencapai 659 ribu akun. Berkat kepopulerannya itu siapa sih yang tak akan percaya jika paduka adalah seorang “penyembuh” bagi jiwa-jiwa yang terluka?

Bagi kita yang memiliki masalah kejiwaan atau setidaknya aware terhadap kesehatan mental, pasti akan tertarik dengan feeds yang diunggah oleh paduka Dedy. Melihat dari feeds-nya, paduka kerap menyemangati umat followers yang biasanya diakhiri dengan promo training “Magnet Keajaiban” yang rutin dilakukan paduka di beberapa kota besar di Indonesia.

Kelas training yang diadakan Dedy sering kebanjiran para pasien yang ingin menyembuhkan luka batin. Ditambah banyak pasiennya yang memberikan testimoni positif setelah mengikuti training tersebut, membuat orang-orang tertarik ingin berobat ke paduka.

Baca Juga: Pilu! Anaknya Sakit Keras, Satpam Ini Rela Jual Ginjal di Jalanan Demi Biaya Pengobatan

Sebenarnya cukup aneh, training yang disebut bisa menyembuhkan luka batin ini dilakukan serentak bersama puluhan pasien. Padahal menyembuhkan masalah yang berhubungan dengan mental tak bisa instan dengan sekali pertemuan, bahkan bersamaan dengan orang banyak. Jatuhnya bukan terapi, malah mirip acara ESQ di sekolah-sekolah menjelang ujian. Tapi baiklah, anggap saja paduka Dedy ini memang punya skill dewa sebagai seorang penyembuh yang bisa mengobati puluhan pasiennya sekaligus.

Selain training Magnet Keajaiban, paduka juga membuka kelas training privat. Tentu saja biayanya lebih mahal. Katanya bisa mencapai Rp. 1,5 juta per sesinya. Wajar sih, pergi ke psikolog atau psikiater memang dikenal tidak murah. Eh tapi ngomong-ngomong, paduka ini sebenarnya apa ya? Terapis psikologi, ahli hipnoterapi, psikolog, psikiater atau hanya seorang doktor psikologi?

2.

Disebut tak miliki izin praktik

Perseteruan Dedy dan Revina
Screenshot IG | wowkeren.com

Di tengah popularitasnya sebagai seorang penyembuh dan ahli detox kesedihan, kabar tak sedap tentang kebusukan Dedy Susanto dibongkar oleh selebgram @revinavt atau Revina Violleta Tanamal beberapa waktu lalu. Kecurigaan Revina berawal saat Dedy mengajak dirinya untuk collab membuat sebuah konten bersama. Revina mulai curiga saat Dedy mengatakan bahwa ia bisa menyembuhkan seorang LGBT dan menyebut LGTB sebagai penyakit.

Sebagai seorang terapis psikolog atau yang dianggap ahli mengatasi masalah kejiwaan, pernyataan Dedy itu dianggap sangat judgmental oleh Revina. Lantas, Revina menanyakan lisensi izin praktik Dedy sebagai seorang terapis psikologi. Sayangnya, Dedy justru terus berkelit dan tak menjawab pertanyaan Revina.

Revina semakin curiga dan bergegas mengecek izin praktik Dedy. Ternyata nama paduka Dedy tidak tertera dalam HIMPSI sebagai seorang psikolog yang artinya paduka tak memiliki izin praktik.

Selain itu, ternyata Dedy bukanlah seorang sarjana psikologi yang otomatis tak pernah mengambil profesi psikolog. Sudah pasti paduka tak bisa disebut sebagai seorang psikolog. Dedy hanyalah seorang doktor psikologi yang artinya mengambil kuliah S3 psikologi. Sementara kuliah S1 dan S2 Dedy mengambil jurusan berbeda dan tak ada hubungannya sama sekali dengan psikologi. Kalau semua itu benar, paduka Dedy ini sungguh ngawur bin halu mengatakan kepada dunia bisa menyembuhkan para pasiennya.

Baca Juga: Tergiur Diskon Murah WO, Pasangan Ini Bayar Rp60 juta Cuma Dapat Buket dan Bunga

Revina semakin geram saat ia menerima banyak DM dari mantan pasien paduka yang menjadi korban pelecehan seksual. Modus yang dilakukan paduka untuk mempengaruhi pasiennya ini hampir sama. Di chat secara pribadi. Ditawari training privat secara gratis dan yang paling mengagetkan pasien akan diajak “ngamar”. Ya. Ngamar. Bukan untuk training, tetapi “tidur” bersama.

Kalau ternyata benar Dedy mengajak pasiennya untuk ngamar, memang sudah sangat kelewatan dan berdosa. Pasien ini ingin sembuh dari luka-lukanya tapi justru ia manfaatkan. Kita mencari pertolongan karena kita merasa butuh. Tapi justru mendapat luka baru dari orang yang kita percaya bisa menyembuhkan.

Yah meskipun ini masih dugaan ya. Tapi….mau disebut sebagai dugaan, wong para mantan pasiennya yang mengaku dilecehkan sudah banyak. Sabar, kita harus tetap husnudzon kepada paduka yang mulia Dedy jika tuduhan tersebut hanyalah fitnah.

3.

Salah siapa?

Perseteruan Dedy dan Revina
Ilustrasi depresi | kumparan.com

Sekali lagi, kalau semua bukti yang diperlihatkan Revina itu benar, Dedy tentunya bisa dipenjarakan. Selain ngaku-ngaku sebagai terapis psikologi, Dedy juga melakukan pelecehan seksual. Tentunya ini bukanlah perkara sederhana.

Banyaknya orang yang percaya bahwa Dedy adalah seorang penyembuh mental menjadi bukti bahwa branding yang dilakukan Dedy sukses besar. Entah sudah berapa ratus atau bahkan ribu orang yang datang kepada Dedy berharap bisa kembali “normal” menjalani kehidupannya. Jika benar, Dedy sungguh mengecewakan pasien yang memberikan kepercayaan kepadanya.

Lalu salah siapa? Kasus ini merupakan bukti ke-sembrono-an kita dalam memilih seorang penyembuh, entah itu dokter penyakit fisik maupun penyakit mental. Kita selalu gegabah dan percaya testimoni tanpa mengecek siapa yang akan kita datangi. Kasus ini menjadi indikasi bahwa masyarakat Indonesia memang kurang aware atau minim informasi terkait masalah kesehatan mental.

Baca Juga: Sedih! Cowok Ini Rayakan Ultah Undang Teman SD Sampai SMK, Tapi yang Datang Cuma 3 Orang

FYI, penyakit mental sama bahayanya dengan penyakit fisik. Apabila dibiarkan atau disembuhkan oleh orang yang tidak tepat justru bisa semakin parah. Bukan menakut-nakuti, layaknya penyakit fisik, penyakit mental pun bisa berujung pada kematian.

Yang perlu kita sadari, mencari seorang penyembuh mental tentunya tak bisa sembarangan. Kita wajib cermat! Salah langkah, bisa jadi sakitmu justru bertambah parah. Sialnya, bisa jadi bertemu seorang penyembuh abal-abal yang justru memperburuk keadaanmu. Sekali lagi ini bukan menakut-nakuti!

Tapi tentunya kita tak mau menyalahkan para korban. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi kita semua untuk tidak sembrono dalam memilih seorang penyembuh mental. Di sisi lain kalau Dedy terbukti bersalah, kasus ini harus diselesaikan lewat jalur hukum. Para korban tak boleh tinggal diam. Tak boleh ada korban lagi yang mengalami pelecehan seksual serupa.

4.

Lalu kita harus ke mana?

Perseteruan Dedy dan Revina
Ilustrasi terapi | journal.sociolla.com

Anna Surti Ariani, S. Psi., M.Si Psikolog selaku Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia Wilayah Jakarta menyampaikan bahwa tak semua sarjana psikologi otomatis disebut sebagai psikolog. Seorang sarjana psikologi harus mengambil pendidikan profesi dan mendapat SIPP agar bisa membuka praktik psikolog.

“Jadi untuk praktisnya, kalau mau memilih psikolog, cari yang di belakang namanya ada gelar profesi. Dan untuk media, please jangan menyingkat atau menghilangkan gelar profesi, suka dihilangin nih, dikira redundant,” tutur Anna dilansir dari Kumparan.com.

Agar aman, kita bisa datang ke psikolog yang mengantongi Surat Izin Praktik Psikologi (SIPP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (Kemenpan-RB). Kalian bisa mengecek psikolog yang yang memiliki SIPP melalui website resmi HIMPSI ((Himpunan Psikologi Indonesia).

Baca Juga: Satpol PP Surabaya Gerebek Pasangan Mesum dan Sita Alat Kontrasepsi, Netizen: Urusan

Tak hanya psikolog, jika kamu membutuhkan bantuan berupa obat, kamu bisa berkunjung ke psikiater. Tentunya yang memiliki izin praktik! Lalu apa bedanya psikolog dan psikiater? Seorang psikiater adalah lulusan sarjana kedokteran yang melanjutkan spesialis kejiwaan. Untuk itu, psikiater diizinkan untuk memberikan obat kepada pasiennya.

Dokter Jiemi Ardian, seorang psikiater menanggapi kasus psikolog abal-abal ini melalui akun Instagram-nya @jiemiardian. Dokter Jiemi menghimbau kita untuk mengecek legalitas tenaga ahli sebelum berkunjung melalui website resmi yang tersedia. Kedua, cek keterampilan terapis, dan yang terakhir pastikan terapis melakukan terapi di ruangan khusus terapi. Perlu diingat, tak ada terapi yang dilakukan oleh psikolog atau psikiater dengan menyentuh tubuh pasien secara berlebihan, bahkan memeluk atau meminta berhubungan badan. Tidak ada!

Artikel Lainnya

Dedy Susanto sendiri telah memberikan klarifikasi bahwa tuduhan yang dialamatkan kepadanya tidak lah benar dan hanya fitnah. Sekali lagi kita harus selalu husnudzon atau berprasangka baik apabila belum ada bukti yang valid. Tulisan ini dibuat tidak untuk menakut-nakuti kalian datang ke psikolog atau psikiater. Yang perlu diingat dari kehebohan ini, menyembuhkan mental yang sakit tak boleh main-main. Kita harus cermat, agar kita ditangani orang yang tepat dan bisa sembuh kembali. Semangat guys!

Tags :