Buktikan Anti Rasis, Donald Trump Kini Tunjuk Ilmuwan Muslim untuk Kembangkan Vaksin Corona!

Moncef Slaoui dan Donald Trump
Moncef Slaoui dan Donald Trump | edition.cnn.com

Donald Trump yakin ilmuwan muslim juga bisa membuat vaksin Corona!

Presiden Amerika Donald Trump selama ini dituding sebagai sosok yang rasis dan tidak menyukai umat muslim. Namun, dia justru menunjuk seorang ilmuwan muslim untuk menjadi kepala program vaksin corona. Ilmuwan tersebut bernama Moncef Mohamed Slaoui, seorang ahli imunologi yang lahir dan besar di Maroko. Trump pun tak segan melontarkan pujian untuk Slaoui.

Kepala peneliti Operation Warp Speed adalah Dr Moncef Slaoui, seorang ahli imunologi yang diakui dunia dan telah membantu pembuatan 14 vaksin baru. Banyak yang merupakan vaksin kami, selama 10 tahun dia mengabdi di sektor swasta, kata Trump dikutip dari DAWN.

Menurut Trump, Dr Moncef Slaoui termasuk sosok yang sangat dihormati di dunia. Dia begitu berperan dalam bidang produksi dan pembuatan atau formulasi vaksin untuk berbagai penyakit. Karena itulah, Trump mempercayakan jabatan tinggi kepada Slaoui untuk mengepalai Operation Warp Speed. INi adalah program untuk mempercepat penemuan vaksin untuk penanganan virus corona.

Baca juga: Virus Corona Terus Bermutasi Ribuan Kali, Pengembangan Vaksin Diperkirakan Terhambat

Saya baru melihat data terbaru dari uji coba klinis vaksin virus corona. Data ini membuat saya yakin kita mampu membuat dan mengirim ratusan juta dosis vaksin pada akhir 2020, kata Dr Moncef Slaoui yang lahir pada 1959 di Agadir, Maroko.

Moncef Slaoui dan Donald Trump
Moncef Slaoui dan Donald Trump | inews.id

Namun, Slaoui mengakui bahwa penemuan vaksin corona tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Perlu beberapa tahun pengembangan dan uji coba hingga vaksin terbukti berdampak efektif mengatasi virus corona. Meski begitu, dia yakin kalau vaksin Covid-19 bisa tersedia di akhir tahun 2020 dan bisa mulai digunakan pada manusia di tahun 2021.

Lalu, bagaimanakah rekam jejak Dr Moncef Slaoui? Dia menjalani karir selama 30 tahun di salah satu perusahaan farmasi terbesar di dunia, yaitu GlaxoSmithKline. Dia termotivasi untuk menemukan berbagai vaksin usai kehilangan saudara perempuannya akibat penyakit pertusis. Saat ini, pertusis sudah bisa diatasi dengan pemberian vaksin di usia dini.

Slaoui meraih gelar Ph.D dalam bidang biologi molekuler dan immunology dari Universitas Brussels, Belgia. Kemudian, dia menyelesaikan studi S3 kedokteran bidang biologi molekuler dan imunologi dari Harvard Medical School dan Tufts University School of Medicine di Boston, Amerika. Beberapa vaksin yang pernah dihasilkannya adalah Rotarix, Synflorix, dan Cervarix.

Rotarix merupakan vaksin untuk gangguan pencernaan, Synflorix untuk penyakit pneumococcal, dan Cervarix untuk mengatasi kanker serviks. Dia mengundurkan diri dari perusahaan GlaxoSmithKline pada tahun 2017 silam. Kala itu, mereka sedang mengembangkan vaksin untuk penyakit ebola.

Baca juga: Demi Vaksin Virus Corona, Iran Rela PDKT ke Israel, Sang Musuh Bebuyutan

Moncef Slaoui dan Donald Trump
Moncef Slaoui dan Donald Trump | kumparan.com

Penunjukannya sebagai kepala program vaksin corona oleh Trump tak terlepas dari pro dan kontra. Direktur kesehatan untuk penelitian onkologi di Baptist Health System, Kentucky, Firas Badin mendukung keputusan tersebut, karena Slaoui punya segudang pengalaman.

Dia juga merefleksikan bagaimana keturunan Amerika-Arab memberikan kontribusi bagi negara ini. Dr. Slaoui merupakan contoh dari kerja keras ini, ujar Badin.

Tapi, tidak demikian dengan politikus Partai Demokrat, Elizabeth Warren. Menurutnya, penunjukan Slaoui rentan dengan politik kepentingan dan mereka hanya ingin mencari keuntungan pribadi.

Baca juga: Tinggal Selangkah, Ilmuwan Klaim Vaksin Corona 99 Persen Efektif Melawan Covid-19!

Penunjukan Dr. Slaoui penuh konflik kepentingan dan harus segera dicopot, ujar Warren.

Artikel Lainnya

Terlepas dari segala pro dan kontranya, mari berharap kalau ilmuwan muslim ini bisa secepatnya menemukan vaksin, sehingga pandemi covid-19 dapat segera berakhir. Bagaimana menurutmu?

Tags :