Petani Buang Tomatnya di Selokan Karena Dihargai Rp 200 per Kilo, Inilah Reaksi DPR

Anggota DPR RI bereaksi setelah heboh foto petani Garut yang kesal tomatnya dihargai terlalu murah saat panen lalu dibuang ke selokan.

Sejumlah petani di Garut, Jawa Barat berhasil melakukan panen melimpah pada buah tomat hasil budidaya mereka. Namun, alih-alih untung para petani ini malah buntung.

Hal ini tidak lepas dari anjloknya harga buah tomat hingga mencapai harga termurah dalam sejarah panen yang terjadi pada Agustus 2015. Tidak terima dengan situasi, para petani pun akhirnya marah dan memilih membuat hasil panennya ke selokan.

Aksi emosional petani ini pun sempat heboh setelah foto-foto ribuan tomat dibuang di selokan. Beberapa anggota DPR yang mengetahui lalu memberikan reaksinya.

1.

Tomat dibuang di selokan

Ilustrasi Petani Tomat | daerah.sindonews.com

Foto ribuan tomat yang berada di sebuah selokan wilayah Cikajang, Garut ini pertama kali diunggah oleh akun Facebook milik Fikka Selfiana yang tidak butuh waktu lama menjadi viral.

Fikka sendiri dalam unggahannya mengaku terkejut karena ada banyak buah tomat yang berada dalam selokan yang dikiranya akibat adanya kecelakaan truk sayur.

Namun, akhirnya dia sadar jika kejadian ini merupakan aksi protes dari para petani tomat yang tidak terima dengan harga panen yang sangat rendah yang mencapai Rp 200 saja.

“Tapi tunggu … Qo hampir di sepanjang jalan ya tomat dimana2. Kata suami saya yang emang udah 5 taun tinggal di Garut, kejadian ini emang sengaja, alias para petani sengaja membuang hasil panen nya karena ternyata harga tomat kali ini cuma di hargain 200 perak per kilo nya," tulis Fikka.

"Dan tau gak? Masih di kota yang sama di sebuah supermarket, harga tomat 200x lipat harganya. Qo dibuang sih? Yaa kl ngejual keluar kan mesti ngeluarin biaya transportasi sedangkan harga jual cuma segitu," tambahnya terheran-heran.

2.

Anggota DPR RI memberikan reaksi

Anggota Komisi IV DPR RI  Firman Soebagyo | fraksigolkar.or.id

Dilansir dari Harian Terbit, Agustus 2015, anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menjelaskan jika kejadian petani membuang tomat di selokan menunjukkan pemerintahan RI saat ini belum mampu untuk merespons apa yang selama ini dialami oleh para petani-petani di daerah.

Dia mengakui, bahwa produk-produk pertanian di Indonesia belum bisa dihargai, atau diposisikan seperti produk luar yang banyak ditemui di supermarket.

"Produk kita belum mendapatkan harga yang layak di negeri sendiri. Ini adalah akibat kita selalu mengandalkan impor. Menyebabkan harga kita terpuruk, karena cost production produk pertanian kita masih cukup mahal, karena subsidi dari pemerintah masih sangat terbatas," jelas Firman.

3.

Sistem konsinyasi yang mencekik petani

Ilustrasi petani kecewa dengan hasil panen tomat yang murah. | voxpop.id

Masalah pada sistem konsinyasi di Indonesia juga dianggap sebagai faktor utama kemarahan para petani-petani di Indonesia yang mengalami kesulitan persaingan.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya hipermarket yang tidak memberikan ruang pada para petani-petani lokal untuk menjual hasil panennya. Firman pun meminta pemerintah membuat kebijakan yang lebih memihak petani kecil.

"Hipermarket itu pun, katanya suka menerapkan sistem pembayaran yang memberatkan bagi para petani lokal, dimana pembayaran tersebut kerap tertunda karena sistem konsinyasi yang mereka terapkan," ucap politikus Partai Golkar tersebut.

"Nah dalam sistem konsinyasi ini, bukannya yang besar membantu yang kecil, tapi malah yang kecil membantu yang besar," tambah Firman.

Firman pun mewanti-wanti pemerintah agar segera melakukan perubahan peraturan agar tidak terjadi kartelisasi oleh hipermarket dan membuat para petani semakin merana di masa depan.

Artikel Lainnya

Kejadian petani Garut yang membuang ribuan tomat di selokan memang sangat membuat prihatin banyak pihak, dimana seharusnya mereka bisa mendapatkan keuntungan yang melimpah namun harga malah begitu murah.

Semoga baik legislatif dan eksekutif di Indonesia bisa segera menyelesaika masalah ini dan membuat regulasi yang mendorong para petani untuk bisa sejahtera kembali.

Tags :