Pengamat: Filipina Jadikan Indonesia Kambing Hitam dalam Aksi Pengeboman Gereja

Gereja di Jolo
Kondisi Gereja di Jolo setelah pengeboman | newsinfo.inquirer.net

Pelaku belum terbukti WNI

Pengeboman gereja di Filipina masih menyita perhatian dunia. Terutama tentang warga Indonesia yang dikaitkan dalam aksi teroris Abu Sayyaf tersebut. Mengenai hal ini, sejumlah pengamat berpendapat bahwa warga negara Indonesia kembali dijadikan kambing hitam oleh Filipina.

1.

WNI menjadi kambing hitam kasus pengeboman di Filipina

Gereja di Jolo
Pengamanan setelah aksi pengeboman di Gereja Jolo | www.atimes.com

Kini, kasus pengeboman gereja di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina Selatan menunjuk WNI sebagai pelaku. Seorang pengamat terorisme dan direktur The Comunity of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, kepada Kumparan (3/2), mengatakan bahwa Filipina mencari kambing hitam yang di dalamnya ada dimensi kepentingan regional dan politik.

Pengeboman di gereja Jolo ini terjadi pada Minggu, 27 Januari 2019. Tercatat sebanyak 22 orang tewas dan 100 orang mengalami luka-luka dalam kejadian tersebut. Eduardo Ano, Menteri Dalam Negeri Filipina, Sabtu (2/2), mengatakan bahwa pelaku aksi terorisme itu adalah sepasang suami-istri asal Indonesia yang melakukannya dengan bom bunuh diri.

Harits menyampaikan bahwa klaim dari pemerintah Filipina tidak bisa dibuktikan. Harits juga mengatakan ini bukan kali pertamanya Filipina menuduh warga Indonesia terlibat dalam aksi terorisme yang menyerangnya.

2.

Filipina memiliki produk intelijen yang lemah

Gereja di Jolo
Kondisi Gereja Jolo setelah pengeboman | www.upi.com

“Kenapa Filipina mengambinghitamkan WNI? Sebab, produk intelijen mereka lemah dan hanya membangun hipotesa yang basisnya adalah analogi,” ujar Harits kepada Kumparan, dikutip pada Senin, (4/2).

Harits juga menjelaskan bahwa sebelumnya memang ada sejumlah kasus terorisme Abu Sayyaf yang mencatut WNI. Salah satunya adalah ketika anggota kelompok Abu Sayyaf tanpa identitas ditangkap dan berbicara dalam bahasa Melayu sebelum meninggal sehingga dikira warga Indonesia.

Orang tersebut mengucapkan satu kata dalam bahasa Melayu yang sebenarnya juga digunakan oleh orang Moro. Secara simplistis, ia diidentifikasi sebagai warga Indonesia, padahal bisa jadi ia berasal dari Moro.

3.

Diduga masih berkaitan dengan terorisme di Surabaya dan Marawi

Gereja di Jolo
Kondisi Gereja Jolo setelah pengeboman | news.abs-cbn.com

Harits memprediksi adanya tuduhan terhadap WNI ini dipicu oleh adanya aksi terorisme yang menyerang gereja di Indonesia pada tahun lalu. Aksi yang dilakukan oleh simpatisan ISIS tersebut menewaskan 28 orang di tiga gereja dan satu kantor polisi.

“Mungkin mereka menyamakan dengan kasus di Surabaya. Mungkin juga mereka meyakini masih ada beberapa WNI di sana setelah Marawi. Ini kan asumsi yang minus data,” ungkap Harits menyebut serangan terhadap kota Marawi oleh teroris selama lima bulan di tahun 2017.

Pemerintah Indonesia pun sebenarnya sudah memprotes tuduhan terhadap WNI sebagai pelaku dalam pengeboman gereja di Jolo. Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan bahwa pernyataan pemerintah Filipina tidak melalui proses verifikasi. Iqbal pun mengungkapkan bahwa hingga saat ini aparat keamanan Filipina belum menemukan bukti karena pemeriksaan DNA pun belum selesai.

Artikel Lainnya

Serangan di gereja Jolo ini adalah aksi terorisme yang terbaru setelah setahun lamanya nama kelompok Abu Sayyaf menghilang pasca kematian pemimpinnya, Isnilon Hapilon. Serangan ini merupakan yang terbesar dalam satu tahun terakhir. Nama Abu Sayyaf terakhir terdengar setelah pertempuran lima bulan di Kota Marawi, tahun 2017 silam.

Tags :