Pencabul 9 Anak di Mojokerto Dihukum Kebiri Kimia, Bagaimana Caranya?

Pelaku pencabulan anak di Mojokerto
Pelaku pencabulan anak di Mojokerto | Keepo.me

Pelaku pencabulan terhadap anak-anak di Mojokerto dijatuhi hukuman kebiri kimia

Seorang pencabul 9 orang anak di Mojokerto bernama M. Aris baru-baru ini dijatuhi hukuman kebiri kimia. Pria berusia 20 tahun ini jadi terpidana pertama di Mojokerto yang mendapat putusan hukuman berupa kebiri kimia.

Selain kebiri, Aris juga didenda sebanyak Rp 100 juta dan hukuman pidana 12 tahun sebagai bentuk pertanggung jawaban atas perilaku bejatnya.

Hukuman Kebiri Kimia ini sudah diakomodasi lewat Perppu Nomor 1 Tahun 2016 yang mengubah UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perppu ini sudah disahkan menjadi UU pada Oktober 2016.

Pelaku pencabulan anak di Mojokerto
Kebiri Kimia | Keepo.me

Tapi, apa sebenarnya hukuman kebiri kimia itu? Apakah berbeda dengan kebiri pada umumnya? Dan apakah benar-benar efektif dalam menghukum terdakwa pelaku pelecehan seksual?

Dilansir dari Kompas, kebiri kimia berbeda dengan kebiri fisik yang selama ini banyak kita dengar. Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengangkat organ seksual eksternal yang kemudian akan mengurangi hormon testosterone pelaku. Sedangkan kebiri kimia dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anti-androgen ke tubuh pria guna mengurangi hormon testosterone secara kimiawi.

Baca Juga: 3 Skandal Seks Pejabat Negara Paling Heboh, Bikin Malu Hingga Depresi!

Biasanya obat yang digunakan untuk prosedur kebiri kimia ini adalah medroxyprogesterone acetate, cyproterone acetate, dan agonis LHRH. Obat ini memanipulasi kelenjar di otak agar tak memproduksi hormon testosterone yang kemudian berdampak pada penurunan hasrat seksual seseorang.

Kebiri kimia ini pun tidak memiliki efek penurunan hasrat secara permanen. Jika konsumsi obat dihentikan maka efek pengurangan testosterone itu juga akan berhenti dan tubuh kembali normal. Namun bukan berarti karena tak permanen maka kebiri kimia ini tidak berisiko.

Nyatanya, kebiri kimia memiliki berbagai efek samping yang tidak main-main. Berkurangnya hormon testosterone secara drastis dalam tubuh akan membuat otot melemah, osteoporosis, anemia, penurunan fungsi kognitif hingga berisiko sebabkan penyakit jantung serta kemandulan atau infertilitas.

Baca Juga: Sudah Dianggap Anak Sendiri, Pria ini Tega Perkosa Anak Majikannya yang Baru Selesai Mandi

Karena itu penetapan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak menuai pro dan kontra. Dilansir dari Kompas, Ikatan Dokter Indonesia menganggap praktik kebiri kimia tak dapat dilakukan oleh dokter lantaran melanggar sumpah dan kode etik dokter. Selain itu, hukuman kebiri kimia dinilai IDI berpotensi menimbulkan ketidakadilan.

Kritik serupa dilayangkan pula oleh aktivis HAM yang menilai kebiri kimia melanggar hak asasi manusia.

Fakta ini juga yang membuat pihak kepolisian Mojokerto mengalami kesulitan untuk menemukan rumah sakit yang dapat mengeksekusi hukuman kebiri kimia. Di samping itu, hukuman kebiri kimia yang terbilang baru juga mempersulit pihak kepolisian untuk mengeksekusinya.

Artikel Lainnya

Pelecehan dan kekerasan seksual, apalagi yang dilakukan terhadap anak, merupakan perbuatan bejat yang harus ditindak dengan serius dan pelaku harus diganjar dengan hukuman seberat-beratnya.

Namun apakah kebiri kimia sudah dapat menjadi jawaban yang tepat untuk menghukum dan memberi efek jera pada pelaku? Atau kebiri ini justru menciptakan ketidakadilan baru terhadap hak asasi manusia? Bagaimana menurutmu?

Tags :