Ngotot-Ngototan Perkara Nuklir Iran, Trump: Intelijen AS Harus Kembali ke Sekolah!

Presiden Donald Trump
Presiden Donald Trump | www.theatlantic.com

Kenapa sekolah lagi?

Trump kembali bentrok dengan badan intelijen Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, pada tahun 2016 silam, Trump menentang pernyatan dari badan-badan intelijen AS yang mengatakan bahwa Rusia berada di balik pemilihan Presiden AS.

Menurut badan intelijen AS, Rusia bertanggungjawab untuk penyebaran berita palsu di media sosial yang merugikan Hillary Clinton saat pilpres AS. Terkait hal ini, Trump mengeluarkan pendapat yang mengejutkan ketika ia bertemu Vladimir Putin di Helsinki. Trump mengatakan bahwa ia tidak melihat alasan apapun bagi Rusia untuk campur tangan dalam pilpres AS.

Setelah kejadian tersebut, kali ini apa yang menjadi penyebab Trump dan intelijen AS berselisih?

1.

Tanggapan Trump untuk laporan badan intelijen AS mengenai Iran dan Korea Utara

Presiden Donald Trump
Dan Coats, Direktur Intelijen Nasional | www.politico.com

Badan intelijen AS memberikan laporan bahwa Iran tidak membuat senjata nuklir dan Korea Utara kemungkinan tidak akan menyerahkan kemampuan produksi nuklirnya serta pasokan senjata nuklir yang dimiliki. Menerima laporan ini, Trump membuat cuitan di akun Twitternya. Ia menuliskan, “Hati-hati soal Iran. Mungkin intelijen harus balik ke sekolah!”.

Trump menilai bahwa badan intelijen AS tampak sangat naif dan pasif ketika dihadapkan pada bahaya Iran. Menurut Trump, pada tahun 2016 Iran membuat masalah di seluruh kawasan Timur Tengah bahkan di luar kawasan.

Kondisi itu pun sangat berbeda setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran yang dinilainya buruk. Trump memberikan peringatan bahwa Teheran adalah sumber dari bahaya dan konflik. Pernyataan ini merujuk pada uji coba roket yang belum lama ini dilakukan.

2.

Laporan badan intelijen AS mengenai Iran

Presiden Donald Trump
Hassan Rouhani, Presiden Iran | time.com

Laporan badan intelijen AS yang berjudul “Tinjauan Ancaman Dunia” melaporkan bahwa Iran saat ini memang tidak sedang memproduksi senjata nuklir. Meski demikian, kemampuan militer dan ambisi regional yang meningkat di Iran bisa mengganggu kepentingan AS di masa mendatang.

Saat sesi dengar pendapat di Senat, Gina Haspel, Direktur CIA, mengatakan bahwa Iran secara teknis sudah mematuhi perjanjian nuklir 2015 walaupun AS sudah menarik diri. Keputusan AS menarik diri dari kesepakatan tersebut bertujuan untuk mengekang ambisi nuklir Iran. Untuk tujuan itu, Trump juga memberlakukan sanksi yang lebih ketat untuk Iran.

3.

Laporan badan intelijen AS mengenai Korea Utara

Presiden Donald Trump
Kim Jong Un, Presiden Korea Utara | relevantmagazine.com

Mengenai Korea Utara, Trump mengatakan bahwa, “Waktu akan bercerita mengenai apa yang akan terjadi dengan Korea Utara. Pada akhir pemerintahan [AS] sebelumnya, hubungan yang terjalin sangat buruk dan hal-hal buruk pun akan terjadi. Kini ceritanya berbeda. Saya menantikan untuk bertemu dengan Kim Jong Un dalam waktu dekat. Kemajuan sedang dilakukan – perbedaan besar!”.

Saat presentasi di hadapan anggota Senat AS, Dan Coats, Direktur Intelijen Nasional, mengatakan bahwa kepemilikan senjata nuklir bagi keberadaan rezim Korea Utara sangatlah penting. Oleh sebab itu, badan intelijen AS berpendapat bahwa kemungkinan Korea Utara tidak akan menyerahkan pasokan senjata dan kemampuan produksinya selagi masih bisa dirundingkan.

Presiden Trump dijadwalkan akan bertemu dengan Kim Jong Kun pada bulan Februari mendatang di tempat dan tanggal yang belum ditentukan. Pertemuan ini merupakan kali kedua setelah tahun lalu keduanya bertatap muka di Singapura untuk merundingkan denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Perselisihan antara Presiden dan jajaran organisasi di bawahnya memang wajar terjadi. Namun hal ini tidak sebaiknya diangkat ke muka umum apalagi lewat cuitan di Twitter. Hargai laporan yang telah disusun oleh badan CIA, jika pun tidak sependapat, hal ini bisa dituangkan melalui rapat dan diskusi terkait kebijakan negara yang akan diambil.

Tags :