Karena Dukung Jokowi, Ali Mochtar Ngabalin Dituduh Kafir dan Disuruh Syahadat Ulang!
10 Juli 2019 by MoseslazNgabalin menyebut rekonsiliasi harus ada untuk meredakan polarisasi
Beberapa waktu lali, Tenaga Ahli Kedeputian IV KSP, Ali Mochtar Ngabalin membahas soal istilah ‘kriminalisasi’ yang hingga saat ini masih kerap muncul di obrolan publik.
Ngabalin bahkan juga mengaku sempat dituduh kafir hingga disuruh bersyahadat ulang gara-gara mendukung Joko Widodo. Namun ia mengatakan tidak ada kriminalisasi kepada siapapun terlebih pada tokoh-tokoh yang vokal dalam mengkritik pemerintah.
Menurut Ngabalin, kebebasan untuk menyampaikan pendapat sudah diatur dalam konstitusi. Termasuk juga tata cara untuk menyampaikan pendapat, konstitusi juga sudah mengatur hal tersebut.
Tapi jika ada pihak yang melakukan ujaran kebencian dan menyebarkan berita bohong, Ngabalin berpendapat harus ada tindakan sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan Ngabalin dalam acara Sapa Indonesia Malam di Kompas TV bersama Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono dan dipandu oleh Aiman Witjaksono pada Selasa 9 Juli 2019.
"Kalau di republik ini orang bebas mencacai maki, menghujat, menuduh orang PKI, menyebarkan berita bohong, menjatuhkan martabat orang, ada UU ITE nya," kata Ngabalin.
"Berkali-kali kita bilang UUD memberikan jaminan tentang kebebasan berpendapat."
"Tapi ada UU turunannya tentang tata cara menyampaikan pendapat."
"Kalau ada orang mencaci maki saya, saya merasa terganggu, saya laporkan kepada kepolisian dan polisi mengambil tindakan, itu dimana kriminalisasinya?," imbuh Ngabalin.
Baca Juga:
Ngabalin : Ada Wacana Kabinet Periode Kedua Jokowi Diisi Milenial!
Ngabalin juga angkat bicara soal polarisasi yang terjadi karena salah satunya diakibatkan oleh politisasi agama. Agama dijadikan alat untuk menjatuhkan orag lain atau lawan politik.
"Kenapa polarisasi terjadi?," tanya Ngabalin.
"Karena orang menggunakan ayat, menggunakan agama dalam menciderai orang lain."
Ngabalin sendiri berpendapat, politisi yang bersaing dalam Pilpres 2019 adalah sama-sama orang yang beragama Islam.
"Sementara Jokowi itu seorang mukmin, wakilnya seorang ulama."
"Prabowo orang Islam, Pak Sandi juga orang Islam."
"Tapi yang dipakai untuk menghantam dan membatat Jokowi itu adalah dengan narasi-narasi agama," kata Ngabalin.
Baca Juga:
Usai Foto Ngabalin, Kini Giliran Akun Twitter Ferdinand Hutahean Dihack, Posting Foto Hot!
Ngabalin juga mengaku dirinya pernah disuruh bersyahadat ulang karena mendukung Jokowi.
"Orang saya disuruh bersahadat ulang kok."
"Saya dituduh-tuduh kafir karena mendukung Jokowi, di mana logikanya?"
"Kok kayak ente percaya Nabi yang mana, Quran mana, dan Hadits mana yang kau pelajari?"
"Seperti ente jatuh dari langit turun dan tidak punya dosa, boro-boro bicara tentang amalan," ujar Ngabalin kesal.
Ngabalin juga sebelumnya mengomentari soal wacana rekonsiliasi. Menurutnya rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo memang diperlukan.
Tapi ia menegaskan jika rekonsiliasi tidak bisa dibarter dengan kepentingan penegakkan hukum. Karena menurutnya hal itu bisa mempengaruhi kewibawaan pemerintah.
"Rekonsiliasi itu terkait dengan kepentingan bangsa dan negara," ujar Ali Ngabalin (Tribunnews.com).
"Rekonsiliasi itu penting, penting untuk bangsa dan negara, penting untuk konsentrasi pemerintah."
"Tapi rekonsiliasi tidak dibarter dengan kepentingan-kepentingan penegakkan hukum yang bisa merongrong kewibawaan pemerintah dan penegakkan hukum di tanah air," sambungnya.
Terkait itu, Ali Ngabalin menegaskan bahwa 'pintu' ditutup jika rekonsiliasi dilakukan hanya sebagai barter hukum.
Bahkan dirinya menjamin jika presiden tak akan melakukan barter tersebut.
"Pasti ditutup itu, tidak mungkin presiden akan melakukan itu," tegas Ali Ngabalin.
"Saya memberikan jaminan bahwa tidak mungkin presiden melakukan rekonsiliasi itu dengan menabrak upaya-upaya penegakkan hukum."
"Presiden tidak akan mengintervensi langkah-langkah yang dilakukan penegakkan hukum."
Polarisasi terjadi diduga akibat atmosfir Pilpres 2019 yang sarat juga dengan politisasi agama. Menurutmu sendiri, bagaimana agar kedepan tak ada lagi polarisasi dan politisasi agama?