Akhirnya! Warga Nonmuslim Diperbolehkan Tinggal di Padukuhan Karet

Slamet Jumiarto
Slamet Jumiarto | www.bonepos.com

Larangan warga nonmuslim tinggal di Padukuhan Karet resmi dicabut

Peraturan yang memberlakukan larangan warga nonmuslim menetap di Padukuhan Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, DIY akhirnya resmi dicabut. Aturan yang mulai diberlakukan sejak tahun 2015 ini mulai resmi dicabut sejak Selasa, 2 Maret 2019.

1.

Peraturan di Padukuhan Karet yang melarang nonmuslim bermukim resmi dicabut

Slamet Jumiarto
Pencabutan peraturan diskriminatif di Padukuhan Karet | jambi.tribunnews.com

Kepala Padukuhan Karet, Iswanto, secara langsung mencabut aturan yang dinilai diskriminatif tersebut. Pencabutan aturan ini pun disaksikan oleh Slamet Jumiarto, seorang pelukis yang ditolak saat akan mengontrak rumah di wilayah tersebut. Tidak hanya Slamet, ada juga Kapolres Bantul AKBP Sahat M. Hasibuan.

Iswanto mengatakan pencabutan peraturan di wilayah Padukuhan Karet ini karena dinilai telah menyalahi Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Iswanto, pencabutan aturan tersebut akan disusul oleh aturan yang sesuai dengan anjuran pemerintah.

“Peraturan dibuat tahun 2015 sampai sekarang diberlakukan. Karena ada permasalahan-permasalahan yang sifatnya, apa ya mendiskreditkan warga atau nonmuslim atau undang-undang. Kami sepakat aturan itu kami cabut. Nantinya kita mengikuti peraturan yang ada di pemerintahan saja,” ucap Siswanto di kediaman Slamet Jumiarto, dikutip dari Merdeka.com, Rabu (3/4).

Baca Juga: Baru Check Sound, Acara Musik Dipaksa Bubar Karena Ganggu Tidur Siang Wakil Gubernur Sulawesi Selatan!

2.

Peraturan adalah antisipasi warga

Slamet Jumiarto
Pencabutan peraturan diskriminatif di Padukuhan Karet | news.detik.com

Iswanto menjelaskan munculnya peraturan tersebut di wilayah Padukuhan Karet merupakan buah dari kesepakatan warga. Kesepakatan warga tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan tertulis yang diberlakukan mulai 19 Oktober 2019 di Padukuhan Karet yang saat ini didiami oleh 554 kepala keluarga.

Iswanto juga menjabarkan bahwa peraturan tersebut berasal dari kekhawatiran warga terhadap pemakaman. Warga menghendaki pemakaman di wilayah Padukuhan dikhususkan hanya untuk muslim.

Kekhawatiran inilah yang kemudian mendasari sikap warga menolak pendatang yang bukan muslim tinggal di Padukuhan Karet. Jadi, peraturan ini merupakan antisipasi dari kekhawatiran warga setempat. “Itu kan cuma mengantisipasi. Sebelumnya kan belum ada nonmuslim yang dimakamkan di sini. Itu usulan dari masyarakat,” ungkap Iswanto.

Baca Juga: PA 212 Akan Kepung Komnas HAM Dengan Jutaan Manusia, Jika Tak Usut Tragedi 22 Mei

3.

Nonmuslim diperbolehkan tinggal di Padukuhan Karet

Slamet Jumiarto
Slamer Jumiarto | www.gatra.com

Setelah aturan tersebut dicabut, Iswanto mengatakan bahwa warga nonmuslim sudah diperbolehkan tinggal di Padukuhan Karet. Menanggapi hal ini, Slamet Jumiarto bersyukur karena upayanya melawan diskriminasi sudah berhasil. Slamet mengatakan ia berjuang agar tindakan diskriminasi yang dialaminya tidak dirasakan oleh warga nonmuslim lainnya.

Terkait bermukim di Padukuhan Karet, Slamet mengaku belum memiliki keputusan pasti, apakah akan tetap tinggal atau pindah ke wilayah lain. Slamet mengatakan ia akan membicarakannya terlebih dulu bersama istri dan kedua anaknya.

Sementara itu, AKBP Sahat M. Hasibuan, Kapolres Bantul, sudah mengonfirmasi bahwa kasus pelarangan tersebut sudah selesai. Sahat juga menambahkan bahwa peraturan itu sudah dicabut oleh pihak pemerintah di Padukuhan Karet.

Artikel Lainnya

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY, Thoha Abdurrahman, mengatakan bahwa seharusnya tidak ada penolakan terhadap warga nonmuslim untuk tinggal di suatu wilayah. Thoha pun mencontohkan zaman Nabi Muhammad SAW yang masyarakatnya hidup tenteram berdampingan meski berbeda keyakinan. Bukankah Al-Qur'an sendiri sudah menyatakan "Lakum dinukum waliyadin"?

Tags :