Dokumentasi dan Bukti Kebengisan Pemerintahan Jepang Masa Perang Asia Pasifik

Masa-masa kelam | keepo.me

Diam-diam memakan banyak korban

Masa pendudukan Jepang di Indonesia memang hanya berjalan selama 3,5 tahun lamanya. Jangka waktu yang hanya se per sekian dari penjajahan Belanda di Indonesia, bukan? Namun ternyata dampak dari kolonialisme Jepang juga tak kalah dahsyat dan merugikan dari Belanda. Bahkan bisa dibilang lebih buruk dan parah.

Jadi sebuah periode yang tak terlupakan, selama 3.5 tahun Jepang mengeksploitasi banyak hal di banyak wilayah di Indonesia. Mulai dari sumber daya alam sampai manusianya dimanfaatkan untuk kepentingan Jepang dalam menguasai Asia Timur Raya.

Ada banyak istilah yang mendeskripsikan pekerjaan warga pribumi setelah kedatangan Jepang. Tidak ada yang menyenangkan, derita ini sempat didokumentasikan sebagai bukti kebengisan pemerintah Jepang saat menguasai Perang Asia Pasifik terjadi.

Wanita penghibur | cleanpic.pw

Jugun Ianfu atau comfort women

Jugun Ianfu adalah istilah yang diambil dari Bahasa Jepang untuk menyebut perempuan penghibur. Wanita pribumi di daerah jajahannya sengaja dijadikan comfort women untuk melayani tentara Jepang yang bertugas di masa Perang Asia Pasifik.

Pada praktiknya, Jugun Ianfu bukanlah merupakan perempuan penghibur. Wanita ini dipaksa untuk menjadi tetapi perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang.

Diperkirakan 200 hingga 400 ribu perempuan Asia dari berbagai negara yang berusia 13-25 tahun dipaksa menjadi budak seks tentara Jepang. Awalnya, mereka diiming-imingi untuk menjadi suster. Ternyata kedok sekolah ini hanya perangkap untuk menjadikan mereka sebagai comfort women dan diasingkan di banyak negara.

Menginvansi negara lain membuat fisik dan mental para tentara Jepang ikut melemah. Kondisi ini mengakibatkan para tentara Jepang melakukan pelampiasan seksual secara brutal. Penyebaran penyakit kelaminjuga jadi fenomena yang lumrah.

Hal ini secara langsung ikut melemahkan kekuatan angkatan perang kekaisaran Jepang. Dari situasi ini, muncul gagasan untuk merekrut perempuan pribumi untuk menjadi comfort women.

Wanita yang menjadi Jungun Ianfu direkrut dengan cara halus. Mereka dijanjikan sekolah gratis, pekerjaan sebagai pemain sandiwara, pekerja rumah tangga, hingga pelayan rumah makan. Namun tidak sedikit yang meneror disertai tindak kekerasan, menculik bahkan memperkosa di depan keluarganya.

Wanita bernasib malang ini berasal dari latar belakang yang berbeda. Mereka berasal dari Korea Selatan, Korea Utara, Tiongkok, Filipina, Taiwan, Timor Leste, Malaysia dan Indonesia. Sebagian kecil di antaranya adalah orang Belanda dan Jepang sendiri. Mereka dibawa ke wilayah perang untuk melayani kebutuhan seksual sipil dan militer Jepang.

di Indonesia | baomoi.com

Jugun Ianfu di Indonesia

Sebagian besar perempuan pribumi yang berasal dari Jawa dijadikan sebagai Jugun Ianfu. Nama seperti Mardiyem, Sumirah, Emah Kastimah, dan Sri Sukanti hanya sebagian kecil dari comfort women Indonesia yang bisa diidentifikasi. Masih banyak lainnya yang masih belum terlacak keberadaannya.

Mereka diperkosa dan disiksa secara kejam. Dipaksa melayani kebutuhan seksual tentara Jepang sebanyak 10-20 orang setiap harinya, mereka juga sering dibiarkan kelaparan. Praktik aborsi juga dilegalkan ketika ada dari mereka yang hamil. Tidak sedikit yang mati secara mengenaskan karena sakit, bunuh diri hingga disiksa secara bengis.

Ianjo atau rumah bordil untuk Jugun Ianfu pertama di dunia dibangun di Shanghai pada 1932. Pembangunan Ianjo di Tiongkok ini dijadikan model untuk pembangunan Ianjo di seluruh kawasan Asia Pasifik. Di Indonesia sejak pendudukan Jepang pada 1942-1945, telah dibangun Ianjo di berbagai wilayah seperti Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, Sumatra hingga Papua.

Setelah perang Asia Pasifik usai, Jugun Ianfu yang masih hidup didera perasaan malu untuk pulang ke kampung halaman. Mereka memilih hidup di tempat lain dan menutup diri dari masa lalu kelam dengan berdiam dan mengucilkan diri.

Sebagian besar dari mereka hidup dalam kemiskinan ekonomi dan disingkirkan di masyarakat. Perempuan malang ini mengalami penderitaan fisik, menanggung malu dan tak lagi dihargai.

Baca juga: Film Perjuangan Indonesia Melawan Penjajah

Tanggung jawab | aventurasnahistoria.uol.com.br

Pihak yang bertanggung jawab dengan sistem perbudakan ini

Kaisar Hirohito merupakan pemberi restu supaya sistem Jugun Ianfu ini diterapkan di seluruh Asia Pasifik. Para pelaksana di lapangan adalah para petinggi militer yang memberi komando perang. Maka, pihak yang harus bertanggung jawab atas kejahatan yang melanggar sisi kemanusiaan ini adalah pemerintah Jepang.

Hingga saat ini, pemerintah Jepang tidak mengakui keterlibatannya dalam praktik perbudakan seksual di masa perang Asia Pasifik. Pemerintah berdalih jika Jugun Ianfu dikelola dan dioperasikan oleh pihak swasta.

Pihak dari pemerintah menolak meminta maaf secara resmi kepada para Jugun Ianfu yang menuntut dan banding ke persidangan di Jepang. Kendati demikian, pada Juli 1995 Perdana Menteri Tomiichi Murayama pernah menyiratkan permintaan maaf secara pribadi, tetapi tidak mewakili negara Jepang.

Pada 1993, Yohei Kono mewakili sekretaris kabinet Jepang memberikan pernyataan empatinya kepada korban Jugun Ianfu. Namun pada Maret 2007, Perdana Menteri Shinzo Abe mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan menyanggah keterlibatan militer Jepang dalam praktik sistem perbudakan seksual.

Tanggapan pemerintah | quotes.jroots.info

Sikap politik dari pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia menganggap masalah Jugun Ianfu di masa sebelum kemerdekaan sudah selesai. Bahkan hal ini nggak menggoyahkan hubungan bilateral dan ekonomi dengan Jepang pasca perang Asia Pasifik.

Namun hingga kini, banyak organisasi non pemerintah yang terus memperjuangkan nasib Jugun Ianfu. Mereka terus melobi ke tingkat internasional untuk menekan pemerintah Jepang menyelesaikan kasus perbudakan seksual ini. Upaya penelitian juga masih terus dilakukan untuk memperjelas sejarah buram Jugun Ianfu Indonesia dengan mengacu pad korban yang saat ini sudah lanjut usia.

Dari masyarakat Indonesia sendiri, banyak yang merendahkan serta megasingkan para korban dari pergaulan sosial. Kasus Jugun Ianfu dianggap sebagai kecelakaan perang dengan memakai istilah ransum Jepang semata. Mengecap para korban sebagai pelacur komersial juga jadi hal yang biasa.

Banyak juga pihak oportunis yang berkedok membela kepentingan Jugun Ianfu dan mengatasnamakan proyek kemanusiaan. Namum mereka adalah calo yang mengorupsi dana santunan yang seharusnya diterima langsung para korban.

Diperjuangkan | www.kpbs.org

Campur tangan AWF dan perhatian di mata dunia

Pada Juli 1995, Asian Women's Fund (AWF) didirikan oleh organisasi swasta Jepang. Organisasi ini dituduh sebagai agen penyuap untuk meredam protes masyarakat internasional dan tidak mewakili pemerintah Jepang secara resmi.

Di masa pemerintahan Soeharto, pada 1997 Menteri Sosial Inten Suweno menerima dana santunan bagi para korban sebesar ¥380 juta yang diangsur selama 10 tahun. Namun, banyak para korban menyatakan tidak pernah menerima santunan tersebut.

Dari semua Jugun Ianfu yang ada, ada beberapa hal yang dituntut dari pihak pemerintah Jepang. Yaitu sebagai berikut:

  1. Pemerintah Jepang harus mengakui secara resmi dan meminta maaf bahwa perbudakan seksual dilakukan secara sengaja oleh Jepang selama perang Asia Pasifik sejak 1931-1945
  2. Para korban diberi santunan sebagai korban perang untuk kehidupan yang sudah dihancurkan oleh militer Jepang
  3. Menuntut dimasukkannya sejarah gelap Jugun Ianfu ke kurikulum sekolah di Jepang agar generasi muda Jepang mengetahui kebenaran sejarah

Tidak ingin berdiam diri, untuk pertama kalinya Kim Hak Soon, korban asal Korea Selatan membuka suara atas kekejaman militer Jepang terhadap dirinya ke publik pada 1992. Setelah itu, masalah Jugun Ianfu terbongkar dan satu per satu korban dari berbagai negara angkat suara.

Pada 2000, digelar Tribunal Tokyo yang menuntut pertanggungjawaban Kaisar Hirohito dan pihak militer Jepang atas praktik perbudakan seksual selama perang Asia Pasifik. Final keputusan dikeluarkan di Tribunal The Haque pada 2001. Setelah itu, tekanan internasional terhadap pemerintah Jepang terus dilakukan.

Pada Oktober 2007, kongres Amerika Serikat mengeluarkan resolusi tidak mengikat yang menekan pemerintah Jepang untuk memenuhi tanggung jawab politik atas masalah ini . Meski demikian, pemerintah Jepang sampai hari ini belum mengakui perbuatan kejinya terhadap ratusan ribu perempuan di Asia dan Belanda pada masa perang Asia Pasifik.

Baca juga: Mengenal Senjata Tradisional Indonesia yang Mematikan

Romusha | www.bantennews.co.id

Romusha di Indonesia

Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia sejak 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani dan diwajibak oleh pihak Jepang menjadi budak sejak Oktober 1943.

Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah pasti orang yang menjadi romusha tidak bisa diketahui pasti. Diperkirakan mulai dari 4 hingga 10 juta orang.

Yang lain mati kelaparan, dipotong kepalanya dipukul, dikubur hidup-hidup atau, dipaku ke tanah dan ditinggalkan sampai mati.

Tak berperasaan | www.thoughtco.com

Pembunuhan sadis di kawasan Tiongkok

Perisitiwa pembunuhan massal di Nanjing terjadi sejak Desember 1937 hingga Februari 1938. Rape of Nanjing atau yang sering disebut dengan Nanjing Massacre ini dilakukan oleh militer Jepang di Nanjing. Kejadian ini bermula setelah Tiongkok jatuh ke tangan Jepang. Selama kurun waktu 3 bulan, lebih dari 300 ribu rakyat tiongkok dibunuh, diperkosa, dan disiksa.

Jepang secara konstan menolak fakta tentang terjadinya pembunuhan massal ini. Mereka mencoba mengubah sejarah dengan mengklaim Jepang sebagai pemersatu Asia.

Para tahanan perang yang berjumlah sekitar 57 ribu orang dikurung di Gunung MuFu. Lebih kurang 10 ribu di antaranya adalah prajurit dan sisanya adalah rakyat sipil. Mereka semua dibawa ke CaoXieXia dan dibunuh tanpa ampun. Pada November 1894, Jepang juga menghabisi nyawa 30 ribu warga Tiongkok yang tinggal di Kota Luushun.

Baca juga: Aturan yang Harus Ditaati Saat Masuk Hotel di 1930

Kejam sekali | www.kjclub.com

Kompetisi membunuh oleh para komandan militer Jepang

Komandan militer Jepang juga kedapatan memulai kompetisi membunuh untuk meningkatkan moral para serdadunya. Mereka mengundang para penulis berita untuk mempublikasikan pemenangnya di koran. Salah satu kompetisi membunuh di ZiJin dipublikasikan di koran di seluruh dunia.

Dari banyak berita yang tertulis, ini kompilasi beberapa “prestasi" dari komandan Jepang:

  • Kapten Tanaka Gunkhici dan 300 orang Tiongkok
  • Letda Mukai berhasil menghabisi 105 orang Tiongkok
  • Letda Noda berhasil membunuh 106 orang Tiongkok
Manusia sebagai bahan percobaan | www.therichest.com

UNIT 731: eksperimen biologi dan kimia terhadap tahanan perang

UNIT 731 adalah eksperimen biologi dan kimia Jepang yang dirahasiakan. Tak terhitung berapa nyawa dari tahanan perang yang dikorbankan dalam percobaan ini. Adapun eksperimen tersebut berupa:

  • Menggantung manusia naik turun
  • Menginjeksi udara ke arteri
  • Meninjeksi urin kuda ke ginjal manusia
  • Tidak memberikan makanan kepada tahanan
  • Menempatkan manusia di ruangan bertekanan tinggi
  • Menempatkan manusia di temperatur yang ekstrem
  • Menempatkan manusia dalam mesin pemutar
  • Menginjeksi darah hewan ke manusia
  • Menggunakan radiasi sinar-x tinggi kepada tahanan
  • Menempatkan manusia di ruangan gas beracun
  • Menginjeksi air laut ke dalam tubuh tahanan

Hingga saat ini, Jepang secara resmi enggan meminta maaf kepada para korban dan dunia. Banyak yang berasumsi bahwa Jepang malah menyangkalfakta tersebut dengan mengubah pelajaran sejarah di sekolah dengan versi baru. Pemerintah Tiongkok juga sempat protes kepada Jepang yang berusaha mengubah sejarah dari kejahatan perang di masa lalu.

Artikel Lainnya

Yang sudah terjadi di masa lalu memang tidak bisa sepenuhnya dilupakan. Memori buruk dan luka yang tergores di tubuh akan selalu teringat sampai kapan pun. Semoga di masa depan tidak ada lagi perang dan terjadi hal buruk yang merugikan banyak pihak.

Dari sini juga, kita bisa belajar untuk memiliki jiwa besar dan mengaku jika memang melakukan kesalahan. Bagi pihak yang dirugikan, jangan segan untuk terus mengusut dan menuntut kebenaran supaya bisa tersingkap. Jangan biarkan korban merasa tersiksa hingga ajal menjemput.

Tags :