Taufik Hidayat Buka Kartu, Olahraga Indonesia Susah Maju?
16 Mei 2020 by Awawa YogartaTaufik Hidayat buka-bukaan di podcast Dedy Corbuzier
Nama Taufik Hidayat menjadi bahan pembicaraan publik akhir-akhir ini setelah tampil di podcast Deddy Corbuzier di YouTube yang tayang pada Senin, 11 Mei 2020. Sebelum tampil di podcast itu, Taufik menjadi saksi dalam sidang untuk terdakwa Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Mei 2020. Dalam kasus itu Imam didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dan gratifikasi Rp 8,648 miliar dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Melalui acara Deddy Corbuzier itu, Taufik berkata jika dirinya hanya sebagai mediator yang dititipkan uang oleh seseorang dan tak mengaku maksud dan tujuan uang itu dikirim. Taufik mengaku jika tak memiliki kecurigaan saat itu dan tak mengetahui mengenai tujuan uang itu digunakan.
Lewat video berdurasi 1 jam 7 menit dan telah ditonton 3 juta orang sejak penayangannya lima lalu itu, Taufik membicarakan banyak hal mulai dari dirinya yang menjadi saksi kasus korupsi Imam Nahrawi, pola pembinaan di PBSI yang kusut, dan alasan mengapa dirinya mundur dari jabatannya sebagai Wakil Kepala Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016-2017.
Menariknya, Taufik mengaku jika dirinya memiliki banyak musuh setelah gantung raket dan kehadirannya mengancam siapapun yang kepentingannya terusik. Bahkan di lingkungan Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), dirinya tak diterima meski pernah menjadi atlet yang pernah merajai tunggal putra dunia.
“Di PBSI pun takut kalau gue di situ, bagaimana caranya gue dimatiin biar bisa gak gerak,” katanya.
Taufik Hidayat buka-bukaan: Kemenpora banyak tikusnya
Mungkin Taufik tak menyangka jika perjalanan karirnya masuk ke lembaga Kementerian Pemuda dan Olahraga setelah gantung raket, membawanya menjadi perantara suap. Menekuni karir sebagai birokrat pemerintahan memang memiliki banyak tantangan dan godaan, khususnya praktek KKN yang masih membudidaya erat di sistem birokrasi Indonesia.
“Kapok tidak bekerja yang sebelumnya menjadi atlet terus ke pemerintahan?,” tanya Dedy
Tanpai pikir panjang Taufik Hidayat menyebut dirinya merasa kapok dan menyesal telah bekerja di bidang pemerintahan.
“Asli kapok sih kerja di bidang pemerintahan, gue yang aslinya hanya ingin belajar, dan mertua juga ada di bidang pemerintahan. Ternyata tidak sejalan nih, bahkan gue berpikir kiamat lah ini,” tambahnya.” Jawabnya dengan tegas.
Peraih emas Olimpiade Athena 2004 ini menyebut Kementerian Pemuda dan Olahraga banyak dihuni tikus-tikus, alias koruptor termasuk pada tingkatan jabatan di bawah menteri.
“Misalnya begini, katakanlah gue minta tolong buat seorang penjaga buat beli lontong. Nah uang kembaliannya itu gue kasih ke dia. Sekarang kan salah hukumnya. Enggak boleh kan,” kata Taufik di podcast Deddy Corbuzier yang tayang pada Senin (11/5/2020).
Taufik memberikan contoh lain misalnya saat seorang petugas membeli bensin di Pertamina dan biasanya uang kembalinya tidak dikembalikan.
“Seandainya kembaliannya 45 perak kalau dikali 1.000 mobil, berapa duit yang dicolong.”
Dari contoh kecil di atas, mungkin ada banyak kasus-kasus lainnya yang tak tersorot mata kamera. Menurut Taufik siapa pun menteri yang duduk di kursi Kemenpora tidak akan membawa perubahan yang berarti jika orang-orang setengah gedung di kementerian itu tidak diganti. Itu saja masih dalam lingkup satu kementerian. Bagaimana jika kementerian lainnya memiliki problem yang serupa?
Baca juga: 10 Game Bulu Tangkis Terbaik di Android, Buat Pencinta Bulu Tangkis Sejati.
Respon Netizen Atas Pernyataan Taufik Hidayat
Pernyataan Taufik mendapat sambutan yang beragam dari netizen. Apa yang disampaikan Taufik memang bukan hal baru dan sudah menjadi budaya di Indonesia. Sialnya berbagai upaya untuk menuntaskan KKN di birokrasi pemerintahan hanya menyasar permukaan saja, tak sampai ke akar-akarnya. Ibarat hanya memotong tubuh benalu tapi tak mencabutnya dari induk semang.
Taufik menjadi saksi bagaimana korupnya birokrasi di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan masih kentalnya unsur politis di Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Apa yang dilakukannya merupakan pertaruhan atas harkat dan martabatnya sebagai seorang atlet saat melihat fakta di lapangan yang tidak sesuai harapan.
Baca juga: Mantan Atlet Taufik Hidayat Diperiksa KPK, Jadi Saksi Kasus Korupsi di Kemenpora?
Tindakan Taufik mendapatkan sambutan dari netizen. Banyak yang menilai positif tindakan yang dilakukan salah satu atlet terbaik yang dimiliki Indonesia itu. Salah satunya dari akun Twitter @eagulegule yang menilai bahwa pertentangan kubu di suatu kelompok bisa menjadi ujian bagi integritas seseorang.
“Pelajaran hidup yang didapat dari nonton podcast Deddy sama Taufik Hidayat.. Di suatu kelompok apa pun, cuma dua pilihannya. ‘Ikuti cara mereka dan diterima, atau tidak mengikuti dan Anda akan ditendang’ di situ prinsip kita diuji,” tulis Kocheng Ireng, pemilik akun Twitter @eagulegule.
Sementara akun Twitter@lilsyah69 menyebut bahwa salah satu problem olahraga di Indonesia tidak maju-maju karena kentalnya cengkraman unsur politik.
Dengerin nih!
— Merah (@kifrandana) May 11, 2020
.#taufikhidayat https://t.co/arRa78wvLJ
Apa yang dilakukan Taufik semoga tidak hanya sekedar gaung ombak di permukaan saja. Praktik KKN yang tidak terlihat mata sejatinya lebih banyak terjadi. Celakanya pemakluman atas tindakan korupsi secara tidak langsung merupakan upaya ‘mendukung’ tindakan itu meski secara pasif.
Baca juga: 7 Film Tentang Bulu Tangkis yang Ajarkan Semangat dan Kerja Keras.
Ironi dunia olahraga Indonesia: Kementrian Olahraga dipimpin oleh orang yang bukan profesional di bidangnya
Bidang olahraga memang menjadi salah satu lahan basah yang menggiurkan bukan hanya bagi politisi, tapi juga mafia untuk mengambil keuntungan dari fanatisnya masyarakat kita terhadap olahraga. Sebut saja kasus mafia bola beberapa tahun lalu yang membuat heboh dengan isu pengaturan skor dan membuat Pelaksana Tugas (plt) Ketua Umum PSSI, Joko Driyono ditangkap Satgas Anti Mafia Bola.
Tak hanya itu, kita bisa melihat bahwa kementrian dan badan pemerintahan yang menaungi olahraga justru dipimpin oleh bukan orang dibidangnya. Mayoritas Menteri Pemuda dan Olahraga yang pernah menjabat berasal dari golongan partai dan bukan praktisi yang mengabdikan diri di bidang olahraga. Tak heran jika banyak orang yang beranggapan jika pemberian jabatan di kementrian ini hanya sekedar bagi-bagi kue kekuasaan bagi pemerintahan yang memenangi pemilu.
Imbasnya, olahraga menjadi begitu lekat dengan urusan politik sehingga karut-marut kepengurusan dan unsur KKN seperti yang dikeluhkan oleh Taufik Hidayat menjadi hal yang lazim. Jika politik digunakan sebagai basis utama dalam kepengurusan olahraga, maka maju-mundur bidang ini amat tergantung dengan kondisi politik sebuah bangsa. Dan sialnya kondisi politik di negeri ini lebih sering membuat rakyar gigit jari dibanding berbangga diri. Sebelas dua belas dengan situasi dunia olahraga kita.
Maka tak heran jika Taufik Hidayat dalam tayangan podcast Deddy Corbuzier mengaku tidak ingin anaknya menjadi atlet. Menurutnya berkarir di bidang olahraga termasuk gambling karena tidak memberikan jaminan kehidupan di masa depan yang jelas.
“Orang hanya melihat di ujung saat gue mendapatkan prestasi. Tapi gak melihat bagaimana prosesnya bisa sampai ke situ.”
Taufik memberikan gambaran bahwa dari 100 orang yang menjadi atlet, mungkin hanya lima orang saja yang bisa hidup mapan. Analogi lainnya, dia memberikan contoh dari 10 tunggal putra terbaik, yang menjadi juara cuma 1. Yang dikenal publik hanya Taufik Hidayat, bagaimana nasib 9 orang atlet lainnya?
Selain contoh di atas, belum lagi dengan nasib atlet berprestasi yang di masa tuanya menjalani kehidupan yang memprihatinkan.
Olahraga tampaknya memang belum menjadi prioritas di negeri ini. Padahal bidang ini bisa membawa nama bangsa sampai ke taraf internasional. Selama kepentingan politik lebih berat dibanding urusan memajukan olahraga, selama itu pula dunia olahraga Indonesia akan stagnan. Beruntung cabang bulutangkis masih bisa membawa prestasi hampir setuap tahun di kejuaraan internasional. Namun bagaimana dengan cabang olahraga lainnya?