Tak Punya Hati! Eksperimen Mengerikan Ini Pakai Manusia Sebagai Obyek Utamanya
08 September 2021 by Muhammad Sidiq PermadiTega bener sih!
Pada waktu dulu dunia medis memang belum seberkembang sekarang ini. Tapi, berkat beberapa penemuan zaman dululah dunia medis bisa seperti sekarang ini. Termasuk juga beberapa eksperimen yang dilakukan oleh para dokter untuk dapat membuat atau menghilangkan sebuah penyakit.
Namun, apa jadinya kalau eksperimen tersebut dilakukan dengan manusia sebagai obyeknya? Tentu mengerikan, bukan? Nah, nyatanya eksperimen semacam itu memang benar-benar terjadi, lho. Berikut ini kamu bisa melihat beberapa eksperimen mengerikan dengan manusia sebagai obyek utamanya.
North Korea Experimentation
Eksperimen mengerikan dengan obyek manusia yang pertama adalah North Korea Experimentation. Sesuai dengan namanya, eksperimen ini dilakukan oleh pemerintah Korea Utara. Semenetara itu, yang menjadi obyek eksperimen ini adalah anak-anak yang lahir dengan kecacatan mental dan fisik.
Eksperimen ini dilakukan untuk menguji serta mendapatkan gambaran tentang para korban yang mati lemas di kamar gas. Selain itu, eksperimen ini juga menguji berbagai senjata kimia yang mematikan serta melakukan operasi tanpa anestesi.
Baca juga: Misteri Tanjakan Emen, Jalan Angker yang Kerap Minta Tumbal
Seorang mantan perwira angkatan bersenjata Korea Utara yang bernama Im Cheon-Yong mengatakan bahwa dirinya telah menyaksikan anak-anak menjadi korban dari pengujian senjata kimia yang dilakukan oleh pihak militer Korea Utara.
Karena tidak setuju dengan hal tersebut, ia pun akhirnya membelot. Ia sangat keberatan jika negara tempat tinggalnya serta rezim yang dilayaninya dengan kemampuan terbaiknya melakukan 'pelatihan khusus' yang mengerikan semacam itu.
Im Cheon-Yong mengatakan jika orang-orang ingin lulus dari akademi kemiliteran di sana, mereka diwajibkan untuk mempelajari bagaimana melakukan pembunuhan, menggunakan senjata kimia, dan sebagainya. Hal itu disebut juga sebagai 'pembelajaran lapangan' oleh pihak militer Korea Utara.
Im menjelaskan untuk dapat melakukan tes perang dengan menggunakan senjata kimia tentu saja memerlukan obyek. Pada awalnya pihak militer menggunakan tikus sebagai bahan uji coba.
Namun, tak lama kemudian instruktur di sana mulai menggunakan manusia sebagai obyeknya agar para anggota militer dapat melihat bagaimana seseorang ketika meninggal.
Baca juga: Bersyukur Tinggal di Indonesia, Inilah Deretan Foto 'Terlarang' di Korea Utara
Im yang gerah melihat aktivitas tersebut kemudian pergi dan berhasil melewati perbatasan Cina sebelum akhirnya tiba di Korea Selatan pada pertengahan tahun 1990-an.
Percobaan pada manusia tersebut menurut Im dilakukan pada akhir 1960-an dan dilakukan di salah satu laboratorium kimia milik militer Mayang-do yang terletak di Pelabuhan Timur Sinpo yang juga merupakan lokasi dari pangkalan kapal selam Korea Utara.
Pihak militer Korea Utara telah menggunakan bakteri anthrax serta 40 senjata kimia yang berbeda pada rezim tersebut. Melalui eksperimen ini, militer Korea Utara dapat mengetahui efek dari senjata dan jumlah yang akan digunakan.
The Kamepa: The Chamber
Selama abad ke-20, Uni Soviet yang terkenal sebagai negara adidaya telah menjalankan salah satu eksperimen paling mengerikan di dunia. Eksperimen tersebut dilakukan di sebuah tempat yang dinamakan Laboratorium No. 12.
Selanjutnya eksperimen dikembangkan pada tahun 1921 untuk menghasilkan racun yang tidak dapat dilacak. Obyek dari eksperimen ini adalah para tahanan politik dari Gulag, sebuah camp kerja paksa yang ada di seluruh Rusia.
Baca juga: 4 Orang Ini Sempat Dokumentasikan Detik-detik Terakhir Kematiannya Sendiri
Mereka dijadikan sebagai tikus percobaan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan ketika menggunakan berbagai jenis racun, seperti gas mustard, risin, digitoxin, curare, dan lainnya. Racun tersebut akan dimasukkan ke dalam makanan mereka sehingga para tahanan pun tidak mengetahui jika mereka tengah menjadi obyek penelitian.
Tujuan utama dari eksperimen ini sendiri adalah untuk menciptakan sebuah racun yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak terdeteksi selama otopsi. Jika racun yang seperti itu berhasil diciptakan, maka Uni Soviet dapat menargetkan dan mengambil orang-orang tertentu untuk kepentingan rezim tanpa harus ketahuan.
Tampaknya eksperimen itu berhasil dengan munculnya beberapa kasus tentang politisi yang meninggal, namun tidak ada yang tahu siapa pelakunya karena tidak adanya jejak yang tertinggal.
Baca juga: Tes Ketajaman Mata Batinmu, Temukan Kejanggalan dalam Foto Favorit Paranormal Ini
Tuskegee study
Pada tahun 1932, Dinas Kesehatan Umum Amerika Serikat bekerja sama dengan Tuskugee Institute untuk melakukan penelitian terhadap penyakit sifilis. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menciptakan obat yang mampu mengatasi penyakit sifilis.
Baca juga: 10 Kalimat Perpisahan dari Para Tokoh Dunia Ini Bikin Kamu Segera Tobat
Penelitian yang diberi nama “Tuskugee Study of Untreated Syphilis in the Negro Male” menjadikan 600 pria kulit hitam sebagai obyek penelitan dengan rincian sebanyak 399 orang penderita sifilis dan 201 orang yang tidak memiliki penyakit.
Penelitian dilakukan tanpa sepersetujuan pasien. Untuk mengakalinya, para peneliti mengatakan jika para pasien tengah mengalami 'darah buruk' (istilah yang merujuk pada berbagai penyakit, seperti sifilis, anemia, dan kelelahan) sehingga harus dilakukan perawatan.
Meski katanya dirawat, namun kenyataannya mereka tidak mendapatkan perawatan yang semestinya. Namun sebagai bentuk imbalan, para peneliti memberikan mereka pemeriksaan medis gratis, makanan gratis, serta asuransi pemakaman.
Baca juga: Tak Disangka, Lagu-lagu Populer Ini Ternyata Bisa Mengundang Hantu
Pada awalnya, penelitian ini rencananya dilakukan selama enam bulan. Namun, pada kenyataanya mereka telah melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun, yakni dari tahun 1932 hingga 1972.
Lebih buruknya, ketika penelitian telah berhasil menciptakan obat yang sangat efektif untuk menyembuhkan penyakit sifilis, para obyek penelitian tidak diberi tahu dan bahkan tidak diberikan bentuk pengobatan terbaru tersebut.
Hasilnya jelas, mereka yang menjadi obyek penelitian tetap akan mati karena sifilis. Jika satu orang telah mati, para peneliti segera mencari pengganti dari obyek lain yang dianggap sudah 'tidak berguna' tersebut.
Itu dia tiga eksperimen mengerikan yang menjadikan manusia sebagai obyek utamanya. Meskipun memang untuk dapat melakukan uji coba dibutuhkan yang namanya obyek, namun tidak seharusnya manusia yang dijadikan sebagai obyek tersebut. Hal itu sungguh melanggar hak asasi manusia. Semoga saja tidak pernah ada lagi eksperimen-eksperimen mengerikan seperti di atas.