Gara-gara Musim Politik, Pertanyaan Lebaran Bukan "Kapan Nikah" Tapi "Cebong atau Kampret"
07 Juni 2019 by Ririh DirjaTidak ada "cebong" dan "kampret" lagi di antara kita
Momen Lebaran tahun ini memang sangat dekat dengan momen pesta politik. Seperti yang kita ketahui pada bulan April 2019 lalu rakyat Indonesia baru saja merayakan pesta demokrasi. Tentunya, hal tersebut masih sangat hangat dibicarakan sampai saat ini. Bahkan pasca adanya rusuh 22 Mei silam, banyak orang yang masih berdebat. Tak jarang isu "cebong" dan "kampret" pun kembali muncul di permukaan.
Jika biasanya kita seringkali mendengar kerabat dan tetangga bertanya kapan lulus atau kapan nikah, tentunya setelah momen politik, banyak orang memiliki pertanyaan yang menjurus kepada "cebong atau kampret".
Pertanyaan mengenai sikap politik
Jika kalian memiliki pandangan politik yang sama dengan keluarga atau kerabat kalian tentunya hal itu tidak akan menjadi masalah. Kalian tidak perlu repot memperdebatkannya. Tapi apabila ada anggota keluarga yang terlalu fanatik dengan urusan politik dan memiliki pandangan yang berbeda tentunya hal tersebut bisa menjadi momok.
Itulah sebabnya di momen hari raya, baiknya kita bisa mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hal tersebut. Apalagi jika sudah disodori pertanyaan apakah kamu bagian dari "cebong" atau "kampret".
Baca juga: 5 Pertanyaan Mainstream Yang Siap Menghantuimu Ketika Lebaran Tiba
Pandangan dari psikolog
Dilansir dari Detik.com, seorang psikolog Kantiana Taslim, MPsi, Psikolog, Psikolog Klinis di Personal Growth, mengungkapkan jika topik obrolan semacam itu dapat membuat ketegangan saat momen Lebaran, apalagi jika terdapat perbedaan pilihan saat Pemilu 2019.
"Ada kemungkinan pertanyaan tersebut diajukan tidak hanya sekadar ingin tahu, tapi memang dibumbui ekspektasi tertentu di baliknya," ungkapnya.
Momen hari raya adalah momen untuk memaafkan
Jika sebelumnya di Indonesia sempat terjadi ketegangan pasca pemilu, seharusnya di momen hari raya ini masyarakat Indonesia bisa saling memaafkan dan saling berdamai dengan sesama.
Lupakan angka 01 dan 02, karena yang terpenting adalah angka 3 yakni persatuan Indonesia. Tentunya kita tidak ingin di momen Lebaran kali ini ada perdebatan yang bisa menimbulkan perpecahan.
"Oleh karena itu, menjadi tantangan untuk kita supaya bisa berespon dengan tetap menjaga suasana hangat dan netral di saat silahturahmi," ungkap Taslim.
Momen Lebaran memang sebaiknya dimanfaatkan untuk saling memaafkan. Oleh sebab itu alangkah baiknya jika di momen baik ini kita bisa menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bisa menimbukan konflik seperti halnya pertanyaan yang berhubungan dengan politik.
Apalagi jika kita memiliki pandangan politik yang berbeda dengan kerabat yang sangat fanatik. Karena "cebong" atau "kampret" juga hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Jadi di momen hari raya seharusnya kita bisa saling memaafkan.