Pengakuan Miris Wanita Muda Asal Indonesia Saat 'Dibeli' WNA dari China
20 Januari 2021 by Muchamad Dikdik R. AripiantoDiduga Kasus Perdagangan Manusia dengan Modus Perjodohan
Mon, perempuan berusia 22 tahun asal Kecamatan Sompak, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, telah menjadi korban perdagangan orang dengan modus perjodohan. Bermula dari perkenalannya dengan seorang perempuan di media sosial pada September tahun lalu, Mon dijanjikan akan dijodohkan pada seorang WNA China yang kaya.
Ia dipertemukan dengan Hao Tengfei, 28 tahun. Mon setuju "dijodohkan" dengan rayuan akan dibelikan emas dan dikirimi uang setiap bulan ke orangtuanya. Tak lama, mereka pun bertunangan. Tak ada pesta, hanya bertukar cincin dan mahar 19 juta, di sebuah tempat rias.
Saat kami tukar cincin itu di tempat rias. Saya juga menerima uang Rp 19 juta. Lalu saya dan si mak comblang itu dibawa ke sebuah rumah dengan membawa surat nikah," dikutip Kompas.com.
Pada 12 September 2018, Mon menerima buku nikah dan surat catatan sipil dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Mempawah. Lalu, pada 18 September 2018, dia dibawa suaminya ke China.
Di sana, Mon tak tahu tinggal wilayah mana. Ia hanya tahu bahwa dirinya tinggal di suatu daerah pegunungan.
Selama tinggal di China, Mon dipaksa bekerja merangkai bunga dari pukul tujuh pagi hingga tujuh malam, tanpa upah. Jika menolak, ia dipukuli dan tidak diberi makan selama berhari-hari.
Baca juga: 7 Film Tentang Perdagangan Manusia yang Membuka Pikiranmu Tentang Kejamnya Pelanggaran HAM
"Kalau saya melawan, tidak dikasih makan dua hari. Makanan saya diumpetin sama mertua. Saya dipukuli suami sampai biru-biru, ditinju pakai tangan," ujarnya.
Bentuk pelecehan lain pun kerap diterima. Saat itu, karena tengah menstruasi, Mon menolak ajakan suami untuk berhubungan seks. Suaminya tidak percaya, mon pun kemudian ditelanjangi di depan mertuanya.
Mon tak betah dan mencoba kabur. Sebelumnya ia mencoba kembali menghubungi "mak comblang", teman yang menjodohkannya, tapi ia tak pernah mendapat kabar. Pada Oktober 2018 ia baru berani menghubungi orangtuanya.
Pada awal Juni lalu Mon berhasil kabur, ia menyetop sebuah bus untuk pergi ke kantor polisi di Provinsi Hebei. Ia minta untuk dihubungkan kepada pihak KBRI di China. Saat seorang staf KBRI datang ke kantor polisi, Mon menceritakan semua kisahnya. Polisi setempat pun tahu alasannya kabur.
Polisi lalu panggil suami saya dan disuruh balikin paspor saya. Tapi saya malah dibawa ipar saya ke sebuah apartemen di Wuhan," ujarnya.
Mon lagi-lagi kabur dari apartemen itu. Dia lalu menghubungi anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Mahadir. Di sana, dia dibantu mengurus kepulangan ke Indonesia.
"Saya baru tiba di Indonesia kemarin siang," ujar Mon di kantor LBH Jakarta, Minggu (23/6/2019).
Mon ternyata tidak sendiri. Puluhan perempuan dari Kalimantan Barat dan Jawa Barat diduga menjadi korban perdagangan orang ke China dengan modus perjodohan tersebut. Ke-29 perempuan itu diincar para perekrut yang disebut "mak comblang" dengan iming-iming uang.
Dalam catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sejak April 2019 saja, sudah ada 13 perempuan asal Kalimantan Barat yang diduga menjadi korban perdagangan orang.
Dari jumlah itu, sembilan perempuan sudah dipulangkan. Sementara itu, di Jawa Barat tercatat ada 16 perempuan yang menjadi korban serupa. Kini, dibantu oleh LBH Jakarta, kasus Mon sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian sebagai tindak pidana perdangan orang.