Miris! Para Remaja Putri Ini Rela Jual Diri Demi Sebuah Pembalut
29 Desember 2020 by Rina Siti RahayuBanyak di antara mereka yang akhirnya hamil lalu putus sekolah.
Bagi seorang remaja putri yang sedang pubertas, mereka akan membutuhkan pembalut ketika sedang mengalami menstruasi. Bagi kita yang tinggal di kota besar mungkin akan dengan mudah mengakses pembalut. Namun para remaja putri di Kenya, Afrika ini rela menjajakan dirinya hanya untuk mendapatkan pembalut!
Penelitian dari UNICEF menyebutkan bahwa 65% perempuan di perkampungan kumuh di Kibera, Nairobi menjajakan dirinya untuk mendapatkan pembalut. Mereka melakukan seks transaksional dan rela dilecehkan secara seksual untuk mendapatkan pembalut.
"Kami memiliki ojek sepeda motor yang disebut boda-boda. Gadis-gadis itu terlibat hubungan seks dengan pengemudinya sebagai ganti pembalut,” jelas Andrew Trevett, Kepala Air, Sanitasi, dan Kebersihan UNICEF Kenya.
Seorang siswi bernama Judy di Kuria Barat mengalami trauma akibat transaksi ini. Saat pertama kali menstruasi, Judy masih duduk di kelas tujuh. Ketika pelajaran olahraga, ia melihat darah di pahanya.
Judy bingung dan tidak tahu harus berbuat apa karena baru pertama kali melihatnya. Temannya, Mary, meminta izin kepada guru unruk membawa Judy pulang.
Ternyata Mary malah mengatur pertemuan dengan dua pengemudi boda-boda. Mereka membelikan pembalut dan celana baru.
Mary meminta Judy untuk tidak memberi tahu hal ini kepada orangtuanya dan berterima kasih kepada pengemudi boda-boda. Judy bahkan dibelikan telepon agar memberitahu pengemudi tersebut jika terjadi masalah.
Namun Judy dipaksa untuk berhubungan badan dengan pengemudi boda-boda hingga akhirnya ia hamil. Judy melahirkan bayi laki-laki pada 2017 lalu. Ia menyesal hanya karena pembalut, dia rela melakukan hubungan seks.
Banyak remaja perempuan yang menyerah dan melakukan transaksi seksual dengan pengemudi boda-boda. Hal ini tentu mengarah pada kehamilan anak-anak. Juga mengenai keluarga yang dipimpin oleh anak-anak. Miris sekali.
Kondisi seperti ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu kemiskinan dan pasokan pembalut ke desa. Para perempuan di sana tidak mampu membeli produk saniter seperti pembalut karena dirasa cukup mahal.
Pasokan pembalut juga tidak tersedia di desa-desa. Mereka harus pergi ke kota namun transportasinya masih sedikit. Itupun dengan ongkos yang sangat mahal sehingga mereka kesulitan untuk membayar.
Bahkan di beberapa desa terpencil lainnya, mereka tidak memiliki akses jalanan sehingga mereka tidak memiliki layanan transportasi. Pendidikan seks di daerah tersebut juga masih dianggap tabu sehingga baik perempuan maupun laki-laki tidak mengetahui mengenai menstruasi ataupun pembalut.
Mereka menggunakan kain lama, bulu ayam, hingga koran untuk dijadikan pengganti pembalut. Bahkan ada yang sampai menggali tanah dan duduk di sana selama berhari-hari selama periode menstruasi.
Mengatasi hal ini, Kenya dan UNICEF telah membuat akses ke toilet yang aman dan higienis terutama bagi perempuan yang sedang menstruasi. Sekitar 90.000 di 335 sekolah kini telah memiliki toilet ini.
Semoga dengan adanya toilet bersih ini dapat memberikan solusi bagi permasalahan transaksi seksual gadis dengan pengemudi boda-boda, ya? Miris!