Gang di Paris Ini Kelewat Cantik dan Dikunjungi Banyak Pecinta Selfie, Warga Jadi Resah dan Memintanya Ditutup
12 Desember 2020 by Amadeus BimaPredator selfie berulah lagi
Media sosial, khususnya Instagram telah mengubah cara pandang kita terhadap dunia, terutama di bidang pariwisata dan bisnis kuliner. Lihat saja kafe-kafe zaman sekarang yang kebanyakan mementingkan unsur "Instagramable". Dinding dihias sedemikian rupa, kursinya disediakan yang berbentuk lucu dan unik, tapi rasa masakannya tidak jauh berbeda dengan warung-warung pinggir jalan.
Di sektor pariwisata malah lebih parah lagi. Atas nama "Instagramable", lokasi-lokasi wisata banyak yang dicat warna-warni supaya orang tertarik datang dan berfoto. Memang nggak salah melakukan hal ini kalau yang diubah adalah sebuah lokasi yang tadinya kumuh.
Tapi, kalau daerah yang tadinya udah cantik karena keindahan alamnya, nggak usah dipaksain semua bebatuannya harus dicat juga. Kesan alaminya malah luntur. Hal ini juga dikeluhkan oleh warga di sebuah gang yang terletak di daerah Rue Crémieux, Paris, Perancis. Gang ini terkenal dengan bentuk-bentuk bangunan indah di sekelilingnya dan dicat berwarna-warni oleh warga setempat.
Bukan karena mereka ingin dikunjungi turis, tapi karena mereka emang mempercantik lingkungannya doang. Tapi, karena hal ini dianggap sudah memenuhi unsur "Instagramable", para turis pun ramai-ramai datang ke gang ini untuk berofot. Awalnya, warga tidak mempermasalahkan hal ini.
Biarlah mereka berfoto asal tidak mengganggu, pikir warga. Tapi, lama kelamaan turis mulai berbuat tak pantas. Mereka menyebabkan kebisingan yang mengganggu warga sekitar, dan warga melaporkan adanya pelanggaran privasi demi konten.
Kami duduk untuk makan, dan tepat di luar, ada orang-orang yang mengambil foto, orang yang mengambil dua jam untuk merekam video tepat di bawah jendela, atau pesta lajang yang berteriak selama satu jam. Terus terang, ini melelahkan," kata seorang warga bernama Antoine.
Kalau kamu mengetik tagar #RueCremieux, maka akan ada lebih dari 31.000 foto di Instagram bersetting di sana. Karena sudah lelah dengan hal ini, warga setempat meminta agar gerbagn di kedua ujung gang ditutup setiap akhir pekan.
Jadi, mereka bisa menikmati akhir pekan yang nyaman dan tenteram tanpa harus diusik oleh para turis yang keranjingan berfoto. Apalagi, sedari awal mereka tidak punya niatan menjadikan lokasi ini sebagai objek wisata.
Yah, gini deh kalau udah kecanduan sama media sosial. Yang dipentingkan cuma konten, feed, stories, dll. Tidak lagi memperhatikan bagaimana perasaan warga setempat yang terganggu dengan ulah mereka. Kalau menurut kamu sendiri, hal ini harus diterapkan di Indonesia juga atau tidak?