Sebuah Kota di Indonesia Menjadi Tempat Kebanyakan Orang yang Gunakan Bahasa Isyarat

Desa Tuli di Bali
Kolok juga digunakan untuk menyebut mereka yang tunarungu | ichef.bbci.co.uk

Kolok adalah bahasa isyarat yang khusus disusun dan digunakan oleh warga Bengkala, Bali

Kolok, secara harfiah berarti 'tuli' merupakan bahasa isyarat lokal yang saat ini menjadi bahasa utama bagi warga di Bengkala, desa kecil di pinggiran hutan Bali utara. Bahasa Kolok adalah bahasa isyarat yang sama sekali terpisah dari bahasa isyarat yang berlaku di Indonesia maupun di dunia.

Menurut penelusuan BBC.com, bahasa Kolok telah menjadi bahasa yang digunakan beberapa generasi. Berikut beberapa ulasan lainnya terkait "Komunitas Kolok" di desa Bengkala:

1.

Sebagian besar warga Bengkala menderita gangguan pendengaran. Konon, ini adalah kutukan?

Desa Tuli di Bali
"Bahasa Kolok" hanya digunakan di desa Bengkala, Bali | ichef.bbci.co.uk

Dilansir dari Vice.com, sebuah data menunjukan bahwa populasi penduduk desa Bengkala yang tuli sejak lahir berada di atas rata-rata selama tujuh generasi terakhir.

Konon, yang menyebabkan banyaknya warga yang tuli sejak lahir di desa Bengkala adalah kutukan. Dahulu kala, ada dua orang sakti yang entah sebab apa mereka bertarung, dan akhirnya saling mengutuk satu sama lain.

Namun, peneliti berpendapat bahwa fenomena tersebut disebabkan oleh gen resesif yang endemik disebut DFNB3, yang selama beberapa dekade telah mengakibatkan sekitar satu dari 50 bayi di komunitas ini dilahirkan tuli.

Baca juga: Gak Jago Bahasa Inggris, Pria Ini Buktikan Kegeniusannya Untuk Ngobrol Dengan Bule

2.

Meskipun tunarungu, tak ada yang merasa dikucilkan

Desa Tuli di Bali
Kata Kolok secara natural berkembang dan bertambah kosakatanya | ichef.bbci.co.uk

Dalam sebuah percakapan bersama pihak Vice, Wayan Sandi, lelaki tua tunarungu berumur 72 tahun, memberi isyarat dengan menyatukan ujung-ujung jari telunjuknya. Isyarat tersebut berarti sebuah kesetaraan.

Perbedaan antara penduduk 'normal' dan 'orang kolok' nyaris tak terasa di Bengkala. Mereka hidup berdampingan, menjalankan aktivitas bermasyarakat sebagai mana mestinya.

Hal ini tidak terjadi begitu saja. Ada upaya bersama yang telah diperjuangkan oleh penduduk desa. Di Bengkala, bahasa Kolok tidak hanya dipelajari oleh para tunarungu saja, tapi nyaris semua warga tetap mempelajari bahasa tersebut.

Tak heran jika di sana, akan mudah melihat penduduk yang bicara sambil membuat isyarat dengan kedua tangan mereka. Alih-alih mengucilkan, penduduk Bengkala justru menyesuaikan diri dengan kehidupan para penyandang gangguan pendengaran.

Bahkan orangtua yang pendengarannya normal tetap mengajarkan bahasa Kolok pada anak-anaknya yang juga memilki pendengaran normal.

3.

Anak tunarungu belajar di sekolah yang sama dengan anak lainnya

Desa Tuli di Bali
Banyak warga Bengkala yang dapat mendengar belajar menggunakan bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengan sanak saudara atau teman mereka | ichef.bbci.co.uk

Anak tunarungu di Bengkala belajar di sekolah yang sama dengan siswa yang lainnya. Mereka tidak dipisahkan. Guru mengajar dengan dua bahasa sekaligus, bahasa lisan dan isyarat.

Secara tidak langsung anak-anak diajari sikap nyata untuk menghormati perbedaan dan juga memupuk rasa empati untuk hidup bersama.

Nyaris semua orang di Bengkala bisa akrab berkomunikasi dengan bahasa Kolok. Warga yang tuli dan bisu pun bisa dengan hangat bergurau dengan warga lainnya.

4.

Orang Kolok adalah penduduk yang tangguh dan pekerja keras

Desa Tuli di Bali
Selain bertani dan beternak, komunitas kolok di Bengkala banyak yang bekerja sebagai penjaga keamanan atau penggali kubur karena terkenal pemberani | ichef.bbci.co.uk

Seperti bapak Sandi tadi, mayoritas penduduk Bengkala bekerja sebagai petani dan peternak. Mereka menanam pisang, jambu, mangga, dan mengumpulkan rumput gajah untuk sapi, babi, dan ayam yang mereka pelihara.

Selain bapak Sandi, ada pula tokoh lain yang menjadi bukti bagaimana orang kolok dapat diandalkan oleh penduduk desa. Ia adalah Kolok Getar.

Pada usianya yang sudah tidak muda, 78 tahun, dia mampu memikul tanggung jawab untuk memelihara pipa-pipa air yang menjadi sumber kehidupan penduduk.

Ketika ada pipa yang rusak, itu tugasnya untuk melakukan perjalanan ke bukit, ia akan memperbaikinya. Desa ini pun memilki pusat kerajinan yang disebut KEM. Sebagian perempuan Kolok memproduksi kain tenun dengan menggunakan alat tenun tradisional.

5.

Generasi muda Kolok giat mempelajari bentuk komunikasi baru, mereka memperkaya dan memperluas pergaulan Kolok

Desa Tuli di Bali
Geerasi muda kolok tak segan belajar bahasa isyarat internasional dan bentuk monukiasi lainnya | www.bbc.com

Belakangan, generasi muda Kolok mulai mempelajari bentuk komunikasi modern, baik itu ponsel atau media sosial. Selain itu, mereka pun juga tak segan untuk mempelajari bahasa isyarat internasional.

Beberapa tahun terakhir, semakin banyak anak muda yang diterima di sekolah umum di Jimbaran. Mereka belajar juga bahasa isyarat Indonesia, dan memperluas pergaulan dengan komunitas-komunitas tunarungu yang lebih luas.

Artikel Lainnya

Begitulah beberapa ulasan mengenai Komunitas Kolok di desa Bengkali, utara Bali. Beberapa penduduk desa Bengkala menganggap bahwa orang Kolok adalah orang 'sakti', sebab mereka kebal terhadap suara-suara seram, atau bisikan dari kubur dan iblis, yang biasanya 'menghantui' orang-orang yang mendengar.

Entah ini anggapan yang serius atau sebuah gurauan yang hangat di antara mereka. Apa pun itu, ada rasa hormat yang mencolok di desa untuk Komunitas Kolok, dan beberapa penduduk desa tampak terus berjuang untuk mempertahankan kehangatan ini.

Tags :