Cerita Pesugihan di Ngujang Jatim, Pelaku Diminta Pelihara Kera hingga Rela Jadi Tumbal!
16 Februari 2020 by Dea DezellyndaPesugihan 'kethek' di Ngujang, Tulungagung
Di zaman yang sudah modern ini, praktik pesugihan masih sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Tak dimungkiri banyak orang yang ingin kaya secara instan dengan melakukan pesugihan. Jenis pesugihan pun sangat beragam. Salah satunya adalah pesugihan kethek atau kera yang berada di Ngujang, Tulungagung, Jawa Timur.
Pesugihan ini menggunakan perantara kera untuk memberikan kekayaan. Para pelaku pesugihan wajib memelihara kera yang konon telah diberikan oleh makhluk gaib. Tentu setiap pesugihan harus menggunakan tumbal. Para pelaku pesugihan ini harus melakukan perjanjian dengan makhluk gaib untuk menumbalkan dirinya sendiri.
Pesugihan kera Ngujang
Dilansir dari Kumparan.com, Sabtu (15/02/20), mitosnya di Jawa Timur tepatnya di Ngujang, Tulungagung ada sebuah pesugihan yang melibatkan kera atau monyet yang bisa membuat seseorang cepat kaya. Syarat melakukan pesugihan ini, pelaku harus merelakan dirinya menjadi tumbal untuk makhluk gaib di sana.
Tepatnya di Ngujang, selatan Sungai Brantas terdapat sebuah pemakaman yang disebut warga sekitar angker ini kerap didatangi orang-orang yang berminat bersekutu dengan makhluk gaib.
Baca juga: Merinding! Heboh Mobil Mendadak Masuk Hutan, Saat Ditemukan Sopir Teriak Minta Tolong
Syarat dari pesugihan ini, mereka para pelaku pesugihan diminta memelihara kera yang telah diberikan oleh makhluk gaib. Apabila ada perjanjian yang dilanggar, akibatnya nyawa pelaku pesugihan diambil oleh makhluk gaib karena dijadikan tumbal.
"Sebelum dihadiahi seekor monyet, si pemuja diminta melakukan ritual terlebih dahulu. Dan setiap tahun pada tanggal 1 Suro, semua orang yang pernah mencari pesugihan di sana, dimintai sumbangan tertentu untuk mengadakan ritual semacam selamatan. Semua orang yang pernah mencari pesugihan di sana akan diundang dalam acara selamatan tersebut," ujar Toif, warga Sidoarjo yang pernah berkunjung ke Ngujang dilansir dari Merdeka.com.
Mitos pesugihan Ngujang
Warga sekitar pemakaman percaya jika kemunculan para kera tersebut berawal dari mitos adanya dua santri yang dikutuk oleh kiai. Kutukan tersebut diucapkan oleh kiai karena santri (perempuan dan laki-laki) tak pernah mengikuti pengajian dan bermain di pemakaman.
"Nduk, le, kalian kok tidak ikut ngaji? Lihat teman-teman kalian sedang mengaji di pondok. Kalian kok malah memanjat pohon di sini, seperti kethek saja," ujar kiai tersebut menurut Toif.
Baca juga: Geger Temuan Garam Bau Kemenyan di Lokasi Tes CPNS Jogja
Akhirnya dua santri tersebut menjelma menjadi kera yang menghuni pemakaman itu karena tak mendengar nasihat sang kiai.
"Kedua santri itu, konon menjadi monyet yang hidup di sekitar makam Desa Ngujang. Monyet yang sering terlihat di sekitar makam Ngujang itu, adalah keturunan dari dua santri yang dikutuk menjadi monyet oleh kiai pondok tersebut,” ujar Toif.
Jelmaan para pelaku pesugihan
Versi lain menceritakan jika kera-kera tersebut adalah jelmaan para tumbal pesugihan yang sudah melakukan perjanjian seumur hidup dengan makhluk gaib. Singkatnya, tumbal tersebut adalah siluman.
Baca juga: Menguak Sejarah Kelam Rumah Hantu Darmo Surabaya, Lokasi Pesugihan dan Penumbalan
Selain itu, banyak yang yakin jika kera tersebut dilindungi hal gaib dari murid kesayangan Sunan Kalijaga yaitu Eyang Sentono Renggo. Sosok Eyang Sentono juga dikenal melakukan babat alas di Ngujang. Kera-kera tersebut dianggap keramat oleh warga sekitar, sehingga warga tak berani mengusir atau pun mengganggu keberadaan kera tersebut.
Hingga sampai saat ini, masih banyak warga yang berkunjung ke pemakaman tersebut untuk melakukan pesugihan. Padahal, seperti yang kita tahu, melakukan pesugihan adalah perbuatan yang berbahaya karena bersekutu dengan makhluk gaib. Mereka tega menumbalkan dirinya sendiri demi mendapat kekayaan.
Pesugihan bukanlah jalan yang benar untuk mencari kekayaan. Besarnya risiko yang ditanggung harus menjadi peringatan bagi kita semua untuk tidak tertarik pada pesugihan.