Blunder Stafsus Milenial Mengambil Kesempatan dalam Kesempitan, Benarkah Layak Dipecat?

Sejak dilantik, stafsus milenial Presiden selalu menjadi sorotan

Di tengah pandemi Corona yang mengkhawatirkan, tiga staf khusus milenial Presiden Joko Widodo tiba-tiba menjadi sorotan. Ketiganya yakni Adamas Belva Syah Devara, Andi Taufan Garuda Putra, dan Billy Mambrasar.

Sontak hal itu membuat publik bertanya mengenai kapasitas dan kapabilitas staf khusus milenial yang ditunjuk oleh presiden. Sebenarnya sejauh mana kontribusi mereka kepada Presiden?

Andi Taufan Garuda Putra dengan perusahaannya PT. Amartha Mikro Fintek

Andi Taufan Garuda Putra | suaranasional.com

Andi Taufan Garuda Putra merupakan CEO Amartha sebelum dilantik sebagai Stafsus Jokowi. Amartha merupakan perusahaan financial technology (fintech) yang berfokus menyalurkan kredit secara komunal bagi perempuan di pedesaan.

Kontroversi yang menjerat Andi Taufan Garuda Putra bermula saat ia menulis surat kepada seluruh camat di Indonesia untuk memberikan dukungan pada perusahaannya PT. Amartha Mikro Fintek. Perusahaan itu akan ikut serta dalam program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Isi surat itu membuat publik heboh karena Andi Taufan Garuda Putra menunjuk sendiri perusahaannya PT Amartha sehingga mengarah pada konflik kepentingan. Tak hanya itu, surat yang menggunakan kop Sekretariat Kabinet pun menuai polemik.

“Saya meminta maaf atas hal ini dan menarik surat itu kembali,” ujarnya dikutip dari katadata.

Belva Syah Devara dengan Ruangguru

Belva Syah Devara
Belva Syah Devara | padangkita.com

Kontroversi lainnya datang dari Belva Syah Devara yang juga menuai polemik kepentingan antara perannya sebagai Stafsus dan pemimpin perusahaan. Belva merupakan CEO Ruangguru, startup teknologi pendidikan yang juga menyediakan pelatihan online bagi peserta kartu Prakerja.

Banyak pihak yang beranggapan hal ini tidak etis karena ia merupakan pemimpin perusahaan yang berada di dalam lingkar kekuasaan. Sehingga perusahaannya mendapat ‘jatah’ dalam proyek pemerintah.

Menanggapi hal itu, Belva mengaku siap mundur sebagai Stafsus. “Walau tidak ada yang dilanggar secara hukum, saya siap mundur demi menghindari persepsi/asumsi. Tapi keputusan mundur merupakan keputusan besar sehingga harus didiskusikan dengan istana”, ujarnya melalui akun Twitter @AdamasBelva, Rabu (15/4).

Baca juga: Kontroversi Stafsus Jokowi, Pakai Surat Negara Minta Camat Bantu Perusahaan Pribadi Perangi Corona!

Billy Mambrasar pada bio Linkedln

Billy Mambrasar
Billy Mambrasar | www.youtube.com

Billy Mambrasar menuai polemik dengan kasus yang berbeda dibanding dua rekannya di atas. Ia menulis dalam profil Linkedln-nya sebagai Stafsus Jokowi setingkat dengan menteri.

I was appointed to be one of the 14 Special Staffer of the President of Republic Indonesia. This position is as the same level as Minister, with direct report to the President Himself, on daily coordination, advising him on Policies Landscape Drafting and National Strategy on the country.”

Tapi kemudian ia mengganti keterangan profil itu menjadi:

I was appointed to be one of the 13 Special Staffer of the President of Republic Indonesia, on daily coordination, advising him on Policies Landscape Drafting and National Strategy on the country.”

Selanjutnya Billy menjelaskan profil yang ditulisnya bahwa ia tidak bermaksud menyamakan diri dengan menteri.

"Bahwa maksud saya adalah arti dari kalimat bahasa Inggris tersebut, dalam koordinasi dan pekerjaan harian, sesuai dengan Perpres No. 39 Tahun 2018 pasal 19 ayat 3: dalam penugasan sesuai bidang, masing-masing staf khusus bertanggung jawab kepada Presiden," ujar Billy.

Baca juga: Posting Soal Kerjaan Tuai Kontroversi, Netizen Sebut Stafsus Jokowi Billy Cuma Makan Gaji Buta.

Menggunakan perusahaan pribadi dalam program pemerintah termasuk konflik kepentingan?

Stafsus Presiden
Stafsus Presiden | islamtoday.id

Kontroversi yang menyelimuti Andi Taufan Garuda Putra dan Belva Syah Devara yang hendak/sedang menggunakan perusahaan pribadinya untuk program pemerintah seketika menimbulkan polemik.

Bila seorang pejabat publik menemui konflik antara kewajibannya melayani publik dan kepentingan pribadinya yang dapat mempengaruhi secara tidak wajar tugas dan tanggung jawab publiknya, itu yang dimaksud dengan konflik kepentingan

Menurut Undang-Undang (UU) Administrasi Pemerintahan, konflik kepentingan didefinisikan sebagai berikut:

“kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya,” seperti dikutip dari theconversation.com.

Konflik kepentingan tak melulu dipahami dalam arti sempit seperti perbuatan pengambilan keputusan atau pelaksanaan program pemerintah yang menguntungkan pejabat publik. Kondisi yang berpotensi mempengaruhi kinerja seorang pejabat publik di masa mendatang juga termasuk konflik kepentingan.

Perlu dicatat jika kepentingan pribadi tidak terbatas pada keuntungan finansial yang tapi melingkupi keuntungan non-finansial; bentuknya bisa berupa informasi program pemerintah, promosi nama perusahaan, pertambahan pengguna jasa, atau data masyarakat. Hal ini termasuk aset tak berwujud yang tentu sangat berharga bagi perusahaan rintisan.

Selain itu, keuntungan finansial dan non-finansial tidak selalu diterima langsung oleh si pejabat publik. Pengertian konflik kepentingan juga melingkupi keuntungan yang diterima oleh anggota keluarga, organisasi, atau perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan seorang pejabat publik.

Mengacu pada definisi di atas, terdapat potensi konflik kepentingan dalam kasus Belva dan Andi berupa keuntungan finansial maupun non-finansial. Setiap perusahaan tetaplah bertujuan memperoleh profit meski berniat sosial sekalipun.

Baca juga: Quarter Life Crisis! Ini Alasan Stafsus Muda Jokowi Bikin Jiwa Milenal Kita Meronta.

ICW sebut kesalahan Andi Taufan fatal dan layak dipecat!

ICW sebut kesalahan fatal Andi Taufan, layak dipecat
ICW sebut kesalahan fatal Andi Taufan, layak dipecat | monitor.co.id

Kontroversi yang menjerat Andi Taufan Garuda Putra dengan surat edarannya yang meminta camat seluruh Indonesia mendukung perusahaannya memang menimbulkan polemik.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Andi telah melanggar etika birokrasi dan menabrak aturan sekalipun ia telah meminta maaf. Tapi hal itu tetap tidak membenarkan perbuatannya terkait besarnya dugaan konflik kepentingan.

Menurut ICW ada dua kesalahan fatal yang dilakukan oleh Andi sebagai Staf Khusus Presiden. Pertama, tindakan Andi Taufan yang mengarah ke konflik kepentingan dan dianggap tidak memiliki etika publik. Konflik kepentingan merupakan pintu masuk korupsi sehingga pejabat publik harus bisa membedakan kepentingan publik dengan kepentingan pribadi.

"Konflik kepentingan mesti dipahami secara luas, yakni tidak mendapat keuntungan material semata, akan tetapi segala hal yang mengarah pada kepentingan, diri, keluarga, perusahaan pribadi, partai politik, dan lain-lain," ujar Egi Primayogha, aktivis ICW yang dikutip dari Kumparan.

Kesalahan kedua, Andi telah mengabaikan posisi Kementerian Dalam Negeri yang berhak melakukan koordinasi kepada seluruh camat yang berada di bawah kepala daerah. Ini merupakan tanggung jawab Kemendagri.

"Hal itu tertera dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri yang antara lain mengatur pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum," jelas Egi.

Lebih lanjut, ICW mengatakan jika masyarakat banyak yang belum tahu tugas, fungsi, dan kewenangan Staf Khusus Presiden, meski telah dijelaskan dalam Pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012.

Tapi sejak dilantik hingga saat ini, Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Staf Khusus Presiden dan tugas, fungsi, dan kewenangannya masih belum jelas dan banyak yang tidak mengetahuinya.

ICW pun memberikan empat catatan yang ditujukan kepada Andi dan Jokowi. Salah satu poin-nya adalah memecat Andi dari jabatannya sebagai Staf Khusus Presiden.

Berikut empat catatan dari ICW mengenai surat dari Andi Taufan Garuda Putra:

  1. Andi Taufan Garuda Putra harus segera mengirimkan surat permintaan maaf kepada Camat di Indonesia terkait dengan langkah yang telah ia lakukan sebelumnya;
  2. Presiden harus segera memecat Staf Khusus yang berpotensi memiliki konflik kepentingan;
  3. Presiden harus segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Staf Khusus, terutama yang masih memiliki posisi/jabatan di tempat lain;
  4. Presiden harus menyampaikan informasi publik yang dapat diakses luas berupa Keputusan Presiden terkait dengan pengangkatan Staf Khusus Presiden serta tugas, fungsi, dan wewenangnya.
Artikel Lainnya

Berbagai kontroversi yang dilakukan oleh Stafsus Presiden memang membuat publik bertanya-tanya mengenai fungsi dan wewenang jabatan itu. Apalagi jika tindakan yang dilakukan sudah mengarah pada konflik kepentingan.

Konon, bukannya Stafsus Presiden yang mayoritasnya berada pada usia milenial merupakan orang-orang muda terbaik dan terpilih untuk membantu presiden dengan pemikiran progresifnya? Di saat krisis pandemi corona seperti sekarang ini seharusnya Stafsus Presiden bisa menunjukkan tajinya, bukan malah tersangkut dalam konflik kepentingan.

Tags :