TGB Buka Suara Perihal Siapa Kaum Kafir Asli, Kasih Contoh Kota Suci Makkah!

Tuan Guru Bajang | www.namalonews.com

#katakafir muncul, TGB beri komentar...

Lama tak terdengar, kata "kafir" kembali viral, dan kini menjadi berbincangan oleh sejumlah kalangan, sebut saja Calon Wakil Presiden nomor urut 02, KH Maruf Amin yang juga turut berkomentar terkait kata kafir yang viral dengan hastag #katakafir.

KH Maruf Amin menyatakan setuju atas rekomendari yang diberikan oleh Nahdlatul Ulama atau yang biasa disebut NU, bahwa kata kafir sebaiknya tidak ditujukan untuk para kaum non-Muslim. Beliau juga memberikan komentar kalau rekomendasi itu sebagai bentuk NU dalam menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.

Ya mungkin supaya kita menjaga keutuhan, sehingga tidak menggunakan kata-kata yang seperti menjauhkan, mendeskriminasikan gitu, ujar Maruf Amin di kediamannya Menteng, Jakarta Pusat.

Tak cuma Maruf Amin, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah lewat akun twitternya juga memberikan komentar terkait hashtag tersebut, ia terlihat mencuit beberapa kali untuk menjelaskan makna dan maksud dari #katakafir tersebut.

Saya ulang lagi, #KataKafir itu gak ada dalam konstitusi dan UU, itu ada dalam kitab suci agama...gak akan gangguin sampeyan..., ujar Fahri Hamzah untuk menanggapi pertanyaan netizen (warganet).

Setali tiga uang, ulama dan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) dua periode, Tuan Guru Bajang atau Muhammad Zainul Majdi juga turut bersuara terkait #katakafir tersebut.

Kali ini TGB memberikan penjelasan secara lengkap dan mendalam mengenai arti kafir atau makna kafir melalui kaun instagramnya, Minggu (3/3/2019) sekitar 10 jam lalu.

Tuan Guru Bajang | www.merdeka.com

Menurut TGB, dalam urusan akida, berdasarkan kesepakatan para ulama, kata kafir berlaku untuk siapa pun yang tidak percaya dan ingkar kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta pokok-pokok syarat.

Kendati demikian, untuk urusan muamalah, TGB memberikan contoh sikap nabi dalam menjalin hubungan dengan siapapun termasuk kepada para kafir.

Rasul yang mulia mengajarkan umatnya untuk membangun hubungan saling menghormati dengan siapapun.

Tak berhenti pada disitu saja, TGB juga menunggah foto di Arab Saudi untuk menjelaskan penggunaan kata non-Muslim bukan kata kafir saat akan memasuki kota suci Mekkah, Arab Saudi.

Tuan Guru Bajang | unida.gontor.ac.id

@tuangurubajang: Kesepakatan ulama, istilah kafir berlaku untuk siapapun yang tidak percaya dan ingkar pada ALLOH dan RasulNya serta pokok-pokok syariat. Ini dari sisi akidah. •

Namun dalam muamalah, Rasul yang mulia mengajarkan umatnya untuk membangun hubungan saling menghormati dengan siapapun.

Maka, saat hijrah, Rasul shallallahu alayhi wasallam menyepakati piagam bernegara bersama seluruh komponen di Madinah.

Dalam piagam itu ada hak dan kewajiban yang sama. Kata kafir tidak digunakan dalam piagam itu untuk menyebut kelompok-kelompok Yahudi yang ikut dalam kesepakatan itu.

Karena piagam Madinah bukan tentang prinsip akidah tapi tentang membangun ruang bersama untuk semua.

Sekarang kita hidup di negara-bangsa, Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan salah satu bentuk persaudaraan yang wajib dijaga dengan sesungguh hati dan sekuat-kuatnya adalah persaudaraan sebangsa, ukhuwah wathaniyah.

Penyebutan kepada saudara sebangsa harus berpijak pada semangat persatuan dan persaudaraan.

Maka menyebut orang yang beragama lain dengan sebutan non muslim tidak keliru dan bahkan lebih sesuai dengan semangat kita berbangsa.

Itu sebabnya, dalam beragam acara publik, saat seorang muslim memimpin doa dia mengawali dengan ucapan, "ijinkan saya membaca doa secara Islam dan bagi saudara yang non muslim agar menyesuaikan". Kalau kata non muslim diganti kafir tentu sangat tidak nyaman untuk saudara-saudara yang beragama selain Islam.

Foto diatas adalah penanda saat akan memasuki Tanah Suci Kota Mekkah. Disitu tertulis : ‎لغير المسلمينbukan للكافرين

dan tertulis pula :" for non muslims " bukan" for disbelievers " atau " for kafir ". Bahkan di Arab Saudi pun, sebutan "non muslim" dipakai.

Artikel Lainnya
Tags :