MA Kurangi Vonis Koruptor Karena Alasan Kedermawanan
15 Desember 2020 by Heraspati Winarto PutraDermawan nggak gini juga kali
Ranah hukum Indonesia kembali diterpa kabar yang cukup membuat heran. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) resmi memberikan pemotongan masa tahanan kepada Fahmi Darmawansyah, terpidana kasus suap Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Sebelumnya, Fahmi divonis menjalani hukuman selama 3,5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah subsidier 4 bulan penjara oleh pengadilan tipikor di PN Bandung pada Maret 2019. Vonis tersebut dijatuhkan kepadanya karena terbukti menyap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein agar dapat merenovasi selnya.
Kini, Vonis Fahmi berubah menjadi pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan dengan denda sebesar 100 juta rupiah subsidier kurungan 6 bulan.
Alasan peninjauan kembali dikabulkan MA
Diketahui, suami dari artis Inneke Koesherawati ini memberikan Wahid sejumlah barang mewah dan uang. Fahmi memberikan uang servis mobil, uang menjamu tamu lapas, tas Louis Vuitton, sandal Kenzo, bahkan hingga satu unit mobil Mitsubishi Triton 4x4.
“Hadiah” tersebut diberikan Fahmi agar mendapatkan renovasi sel yang ia huni di Lapas Sukamiskin. Namun, dilansir dari situs Direktori Putusan MA, Permohonan peninjauan kembali dikabulkan karena sifat kedermawanan pemohon.
“Yang pada pokoknya bahwa pemberian mobil tersebut bukan dikehendaki (niat jahat) terpidana/pemohon untuk mempengaruhi Kepala Lapas agar dapat memperoleh fasilitas dalam lapas yang bertentangan dengan kewajiban Kepala Lapas,” putus majelis hakim.
Baca juga: Bakalan Kapok! Inilah Hukuman Sadis Para Pelaku Korupsi
Kasus korupsi lain yang dikurangi vonisnya
Hal ini bukanlah pertama kalinya MA mengabulkan pengurangan vonis kepada terpidanan kasus korupsi. Dilansir dari Tempo, mereka mencatat pada tahun 2019-2020 MA telah mengurangi hukuman 23 terpidana kasus korupsi.
Contoh yang paling terlihat adalah politikus Anas Urbaningrum yang mendapat pengurangan hukuman dari 14 tahun penjara menjadi hanya 8 tahun, dan pengacara O. C. Kaligis yang mendapatkan pengurangan hukuman dari 10 tahun penjara menjadi 7 tahun saja.
Bahkan, MA juga membebaskan terpidana kasus korupsi BLBI, Syarifudin Tumenggung dari kasus yang merugikan negara 4,5 triliun rupiah.
Reaksi pihak terkait
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Plt. Juru bicaranya, Ali Fikri menilai bahwa penggunaan terminologi kedermawanan dalam putusan MA adalah hal yang tidak tepat.
Ali mengatakan, suatu pemberian kepada penyelenggara negara atau pejabat yang memiliki kekuasaan untuk kepentingan tertentu merupakan perbuatan tercela. Ali menyebut, dalam konteks penegakan hukum, pemberian itu masuk kategori suap atau gratifikasi dan bisa diancam pidana.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengecam putusan dari MA tersebut. Kurnia menilai bahwa pemangkasan hukuman ini meruntuhkan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Namun, MA melalui juru bicaranya, Andi Samsan Nganro, menyebut sepanjang tahun 2019-2020 ada 196 narapidana korupsi yang mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) dan sebanyak 124 sudah diputus.
Andi menyebutkan ada 70an berkas yang ditolak, 30an berkas yang dikabulkan, dan enam berkas yang tidak dapat diterima. Andi mengklaim bahwa MA sudah sangat ketat dalam memeriksa berkas PK dan berkomitmen tinggi dalam menegakkan hukum dan keadilan.