Gerakan #IndonesiaCallsObserver Dianggap Berlebihan, Ini Kata Pemantau Pemilu Asing!

Pemantau pemilu asing Indonesia
Beberapa pemantau asing yang pernah hadir dalam pemilihan umum di Indonesia. | www.pri.org

Tagar yang salah alamat?

Munculnya tagar #IndonesiaCallsObserver dan #INAelectionObserverSOS menjadi perbincangan hangat di media sosial jelang digelarnya pemilihan umum pada 17 April mendatang.

Entah siapa pencetusnya, tapi tagar ini menginginkan pemilihan umum mendapat pantauan ketat dari lembaga pemantau pemilu asing. Hal ini terjadi diduga karena ketidakpercayaan yang dirasakan sebagian orang terhadap independensi KPU dan Bawaslu dalam pemilu.

Lalu, tepatkah tagar ini digaungkan agar para pemantau asing memberikan perhatian lebih pada pemilu di Indonesia?

1.

Dianggap berlebihan

Pemantau pemilu asing Indonesia

Dilansir dari Liputan6, Rabu (27/3), pemantau pemilu internasional dari Asian Network for Free Election (ANFREL), Lestari Nurhayati menganggap tagar yang digaungkan terlalu berlebihan.

Lestari juga menganggap, orang yang membuat tagar tersebut malah membuat Indonesia seakan-akan dalam kondisi yang sangat darurat dan genting.

“Kita kan tidak dalam keadaan darurat. Dan selama ini memang sudah wajar internasional observers datang dan meninjau. Tidak perlu teriak-teriak seolah-olah kita ini dalam keadaan gawat, genting,” ucapnya.

2.

Cukup kritik dan awasi

Pemantau pemilu asing Indonesia
Masyarakat ikut serta dalam persiapan pemilu dengan menjadi pemantau dan panitia persiapan pemilu. | www.thejakartapost.com

Lestari pun sempat menceritakan tentang mirisnya situasi pemilihan umum di Afghanistan pada tahun 2014 yang mendapatkan banyak intervensi asing salah satunya PBB.

Hal itu dirasanya membuat Afghanistan begitu tidak berdaya untuk mengatur negaranya sendiri hingga harus mendapatkan bantuan dari pemantau asing.

“Saya sebagai pemantau internasional ya miris aja gitu semuanya diambil oleh UN (PBB),” ucap Lestari.

Lestari pun meminta, tidak perlu menggunakan tagar seperti itu tapi cukup lakukan kritik dan pengawasan sendiri oleh masyarakat.

“KPU, Bawaslu harus diawasi. Saya ini banyak melakukan kritik. Bukan berarti kita tidak percaya (terhadap KPU dan Bawaslu), mengkritisi iya, tapi bukan berarti kita mesti teriak-teriak meminta bantuan asing,” tegasnya.

3.

Bukan hal yang luar biasa

Pemantau pemilu asing Indonesia
Struktur anggota Komisioner KPU tahun 2017-2022. | news.detik.com

Dilansir dari Kompas, Rabu (27/3), permintaan sebagian orang yang berharap adanya pemantau asing pun dianggap biasa saja oleh mantan anggota Komisioner KPU Sigit Pamungkas.

Hal ini dikarenakan, ketika ada tagar atau tidak ada tagar, pemantau asing tetap bisa hadir dan melihat situasi pemilihan umum di Indonesia.

“Kalau mengatakan karena Indonesia SOS (darurat) maka diundang pemantau asing untuk hadir, tidak SOS (darurat) pun bisa hadir, karena itu sebuah peristiwa yang biasa,” ucapnya.

KPU sendiri sebelumnya sudah memastikan jika pemilu kali ini akan dimonitor oleh pemantau asing dari 33 negara dan 11 LSM internasional.

Artikel Lainnya

Kekuatan media sosial memang kuat, namun ketika yang digaungkan salah alamat maka juga tidak akan memberikan dampak yang baik. Yang ada, Indonesia malah terlihat lemah dan sedang kacau di mata dunia.

Jadi masyarakat harus mulai cerdas dan mandiri dalam pemilu kali ini. Toh, walaupun tidak ada tagar #IndonesiaCallsObserver pemantau asing juga akan tetap hadir dan mempelajari pemilu Indonesia.

Tags :