Dari Pesawat N-250 Hingga Pulihkan Indonesia dari Krisis 98, ini Sederet Jasa Presiden Ke-3, BJ Habibie
12 September 2019 by refa dewaInnalillahi Wa Innailaihi Rojiun! Indonesia berduka...
Kabar menggemparkan datang dari Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie atau akrab disapa BJ Habibie.
Ilmuwan yang dikenal dengan teori keretakan pesawat itu menghembuskan nafas terakhir di usia 83 tahun.
Putra kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan ini meningal dunia pada pukul 18.05 WIB, Rabu 11 September 2019. Seperti yang disampaikan oleh salah seorang putra Habibie, bernama Thareq Habibie.
Sebelumnya, Ketua Tim Dokter Kepresidenan (TDK) Prof dr Azis Rani dalam keterangan resminya menyebut bahwa Habibie masuk RSPAD sejak 1 September 2019.
Tim dokter yang menangani kesehatan Habibie diketahui dari berbagai bidang keahlian, seperti jantung, penyakit dalam, dan ginjal.
Berkontribusi untuk bangsa
Membahas soal sumbangsihnya untuk negara, Habibie dikenal sebagai pribadi yang nasionalis, bahkan dalam sebuah informasi yang dihumpun dari awak media, Habibie yang mendapatkan warga negara kehormatan Jerman, tak segan-segan untuk membuang paspor Jermannya demi Indonesia.
Tak hanya itu saja, jauh sebelum namanya dikenal di Indonesia, Habibie juga dikabarkan sempat ditawari kewarganegaraan di Jerman, namun dengan tegas beliau menolak dan memilih pulang ke tanah air untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Hal tersebut dibuktikan pada 1973 saat dirinya dipuncak karir sebagai orang Asia pertama yang menjabat sebagai seorang wakil presiden bidang teknologi di Messerschmitt-Bölkow-Blohm.
Kala itu pemerintah Indonesia menyurati Habibie agar berkontribusi untuk pembangunan negara, dan tidak menunggu lama, beliau pun pulang ke Indonesia, beliau kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998.
Usai menjadi menteri, beliau kemudian diangkat menjadi Wakil Presiden (14 Maret 1998 – 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto, menggantikan Tri Sutrisno dan menjadi Presiden (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999).
Baca juga : Riwayat Penyakit Ganas yang Menghantam BJ Habibie Hingga Akhirnya Meninggal Dunia
Semasa ia menjabat sebagai presiden, bisa dibilang tidak mudah, pasalnya Habibie mewarisi kondisi negara yang kaca balau pasca krisis moneter 1998.
Akibatnya kerusuhan masih saja terus terjadi di beberapa daerah, bahkan tak sedikit dari beberapa daerah di Indonesia tersebut mulai menggalakkan gerakan disintegerasi.
Setelah tampuk kekuasaan di tangannya, Habibie kemudian membentuk kabinet, salah satu tugas penting di kabinet racikannya adalah untuk mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi.
Selain itu Habibie kemudian membebaskan para tahanan politik dan membuka kontro pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi
Habibie juga melahirkan landasan yang kokoh bagi Indonesia, terutama di bidang usaha yakni UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah.
UU otonomi daerah bisa dibilang sebagai usaha masterpice sang "Mr Crak" atau julukan Habibie, adanya UU ini tentu memberikan kondisi yang signifikan terhadap politik, ekonomi dan keamanan bangsa Indonesia. Tanpa adanya UU ini, sudah bias dipastikan Indonesia akan mengalami nasib Uni Soviet dan Yugoslavia.
Baca juga : Rekam Jejak Kejeniusan BJ Habibie Sebelum Meninggal Dunia
Meski begitu, ibarat peribahasa, tak ada gading yang tak retak. Di era kepemimpinannya pula salah satu provinsi Indonesia, Timor Timur melepaskan diri untuk menjadi negara sendiri.
Habibie juga bisa disebut sebagai presiden dengan jabatan tersingkat yakni, 1 tahun dan 5 bulan sebagai presiden.
Saat ini namanya diabadikan sebagai nama Universitas di Gorontalo, menggantikan nama sebelumnya Universitas Negeri Gorontalo.