Banyak WNI Kecewa, Ini 4 Kendala Pemilu 2019 di Hongkong Menurut Migrant Care!

Pemilu di Hongkong
Pemilu di Hongkong | mediaindonesia.com

Lalu, bagaimana solusi KPU?

Pesta demokrasi 2019 tidak hanya disambut oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di Indonesia. Mereka yang bekerja di luar negeri pun menyambut pemilu kali ini dengan gegap-gempita dan penuh antusias. Seperti yang dirasakan saat Pemilu di Hongkong walaupun terdapat beberapa kendala yang diungkapkan pihak Migrant Care.

1.

Kendala eksternal pada pemilu di Hongkong

Pemilu di Hongkong
pemilu di Hongkong | internasional.kompas.com

Pada tanggal 14 april 2019, pemungutan suara pendahuluan di beberapa negara yang menjadi tujuan tenaga kerja Indonesia berhasil digelar. Salah satu negara tersebut adalah Hongkong. Hongkong memang dikenal sebagai salah satu negara yang menjadi tujuan utama para tenaga kerja Indonesia.

Migrant Care turut melakukan pemantauan proses pemungutan suara di beberpa lokasi seperti di Queen Elizabeth Stadium (Wan Chai) dan District Kai Fong Association Hall (Tsim Sha Tsui). Dari pantauan tersebut terlihat antusias pekerja migran Indonesia sangat besar di pemilu tahun ini.

Sebelumnya Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) sudah menduga akan terjadi peningkatan jumlah pemilih setelah melakukan pengumpulan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) terbaru.

Namun dari pantauan Migrant Care ada beberapa kendala eksternal terkait Pemilu di Hongkong kali ini dan kendala tersebut sangat merugikan WNI yang ingin berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.

2.

4 kendala pada pemilu di Hongkong

Pemilu di Hongkong
pemilu di Hongkong | internasional.kompas.com

Pertama, adanya dokumen pekerja migran yang ditahan oleh majikan atau agen padahal dokumen itu merupakan syarat untuk bisa ikut memilih dala Pemilu. Hal tersebut jelas membuat para pekerja migran tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. Tentu ini sangat merugikan baik untuk pekerja migran yang tidak bisa ikut memilih juga untuk negara Indonesia.

Kedua, durasi waktu libur yang terbatas membuat calon pemilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) terncam gugur hak pilihnya karena waktu yang terbatas. Padahal banyak dari mereka yang sangat ingin menyalurkan hak suaranya tapi haruss terbentur dengan waktu yang berbenturan.

Ketiga, adanya ketakutan dari calon pemilih mengenai dokumen yang mereka unggah ke laman pendaftaran online. Mereka takut dokumennya akan disalahgunakan. Itu sebabnya, banyak calon pemilih yang tidak mau melakukan pendaftaran online. Padahal pendaftaran online lebih diutamakan dalam pemilu di Hongkong kali ini.

Terakhir, calon pemilih yang telah terdaftar melalui pos namun surat suara mereka kembali (retur) terancam gagal menggunakan hak suaranya karena informasi mengenai kasus ini sangat minim. Padahal metode pemungutan suara melalui pos merupakan keunggulan dari pemilu kali ini di luar negeri.

3.

Pendapat Direktur Eksekutif Migrant Care

Pemilu di Hongkong
Pemilu di Hongkong | kumparan.com

Menurut Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant Care yang juga turun langsung untuk memantau jalannya pemungutan suara di Hongkong, antusias pihak penyelenggara sangat jauh lebih kecil dibanding dengan respon para calon pemilih pada pemilu kali ini terutama dalam persoalan DPK.

“Tidak ada panitia yang memilah DPT dan DPK di antrean terluar, sehingga calon pemilih DPK yang sudah mengantre lama sejak pagi, harus keluar dan menunggu kembali pada waktu yang ditentukan,” ujar Wahyu.

“Migrant Care sebagai pemantau pemilu independen mendesak adanya opsi alternatif untuk dapat mengakomodir hak memilih Pekerja Migran Indonesia di Hongkong,” tutup Wahyu.

Artikel Lainnya

Sangat disayangkan tentunya jika kendala-kendala yang dialami calon pemilih justru disebabkan oleh kurang baiknya respon pantia penyelenggara. Padahal, banyak orang mengampanyekan supaya Rakyat Indonesia di manapun berada untuk menggunakan hak pilihnya. Tapi giliran mau menggunakan hak pilih justru harus menghadapi berbagai kendala.

Tags :