3 Fakta Sanksi Baru Amerika untuk Iran, Awal Perang Timur Tengah?
29 Juni 2019 by LukyaniSanksi baru dari Amerika Serikat menyasar pejabat tinggi Iran
Baru-baru ini Donald Trump mengumumkan sanksi baru untuk Iran. Sanksi tersebut menargetkan para pejabat tinggi termasuk pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. “Tindakan hari ini mengikuti serangkaian perilaku agresif oleh rezim Iran dalam beberapa pekan terakhir, termasuk menembak jatuh pesawat drone AS,” ujar Trump, sebagaimana dilaporkan oleh CNN.
Sanksi baru yang diberikan Trump ini akan menutup akses finansial Ali Khamenei, kantor, serta afiliasinya. Berikut adalah 3 fakta tentang sanksi terbaru dari Trump untuk Iran
Iran menyebut AS putus asa
Kantor berita Iran IRNA mengecam langkah AS dan menyebut tindakan AS memberikan sanksi pada Iran adalah bentuk keputus-asaan Amerika. Menteri Luar Negeri Iran Zarif menyampaikan melalui akun Twitternya bahwa ada kelompok penentang Iran yangg ia sebut “Tim B”. Mereka adalah Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, serta Putra Mahkota Uni Emirat Arab Mohammed bin Zayed.
Sebelum AS mengumumkan sanski, salah satu pejabat senior Iran mengatakan bahwa kepemimpinan negara itu menilai perang dan sanksi sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Ia pun menekankan bahwa Iran tidak bisa dipaksa untuk melakukan negosiasi.
Menteri keuangan AS, Steve Mnuchin, menyebut bahwa sanksi baru untuk Iran akan menutup miliaran dolar aset. CEO dari Foundation for Defense of Democracies, mengatakan bahwa Ayatollah mengawasi beberapa perusahaan yang bernilai kurang lebih USD 200 miliar atau Rp 2.827 triliun yang mencakup bidang energi, pertanian, dan sebagainya.
Baca Juga: Tak Ucapkan Selamat Untuk Jokowi di Pidatonya, Prabowo Sebut Akan Cari Langkah Konstitusi Lain
Perang dan sanksi
Badan Energi Atom Internasional sudah memberikan keterangan bahwa Iran sudah patuh pada perjanjian, namun AS tetap memberlakukan kembali semua sanksi yang ada sebelum perjanjian dan bahkan menambahkan sanksi baru.
Tindakan tersebut dinilai merusak konsep inti dari perjanjian tersebut yang akan memberikan imbalas pembebasan sanski serta bantuan ekonomi untuk Iran. Sebelum sanksi diumumkan, para pejabat Iran memberikan pernyataan penolakan terhadap komentar Trump dan mengatakan Iran tidak akan mau berunding.
“Kami bukan penghasut perang dan kami juga tidak layak dapat sanksi. Tapi kami menganggap perang dan sanksi sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Klaim Amerika untuk bernegosiasi tanpa prasyarat tidak dapat diterima sementara ancaman dan sanksi terus berlanjut. Mereka harus memberi kita lebih dari JCPOA jika mereka menuntut sesuatu yang lebih dari perjanjian ini,” tulis Hesameddin Ashena, penasihat Hassan Rouhani, melalui Twitter pribadinya.
Baca Juga: Felix Siauw Ceramah di Balai Kota, Banser : Pemprov DKI Berkali-kali Undang Tokoh HTI
Keamanan di perairan Teluk
Iran membantah pihaknya berada di balik serangan terhadap kapal tanker minyak di Teluk. Sementara itu, AS mengatakan bahwa pihaknya sedang membangun koalisi dengan sekutu guna melindungi jalur pelayaran yang berada di Teluk.
Beberapa negara pun kabarnya akan memberikan kontribusi material dan finansial untuk program tersebut. Kabar tersebut disampaikan oleh pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, tanpa menyebutkan negara-negara yang akan terlibat.
“Ini tentang pencegahan proaktif, karena Iran hanya ingin pergi keluar dan melakukan apa yang ingin mereka lakukan dan mengatakan ‘hei kita tidak melakukannya’. Kami tahu apa yang telah mereka lakukan,” ujar pejabat senior tersebut, dikutip dari Reuters.
Baik Iran dan Amerika Serikat mengatakan mereka tidak ingin perang dan kedua pihak menyarankan agar mereka bersedia dialog dibandingkan menuntut pihak lainn untuk bergerak terlebih dahulu. Sekutu AS pun sudah menyerukan langkah-langkah untuk meredam konflik dengan mengatakan bahwa mereka khawatir kesalahan kecil akan memicu perang antar kedua pihak.