Spider-Man: Far From Home, Antara Egoisme dan Tanggung Jawab Seorang Pahlawan
03 Juli 2019 by ArkatamaReview Spider-Man: Far From Home
Mari sejenak kita move on dari hiruk pikuk ending film Avengers: Endgame yang sangat sulit diterima untuk sebagian orang. Spider-Man: Far From Home menjadi lanjutan film MCU pasca perang besar antara Avengers melawan Thanos dan Black Order.
Berkat aksi bunuh diri heroik yang dilakukan Tony Stark dengan memutarbalikkan efek decimation (jentikan jari), orang-orang yang menjadi debu atau the blip sebutannya di film ini, kehidupan di Bumi menjadi normal kembali. Termasuk lingkungan sekolah Peter Parker.
Namun bukan berarti tidak ada efek yang yang ditimbulkan dari jentikan jari yang dilakukan Thanos. Dampaknya, sekarang Peter Parker (Tom Holland) sekelas dengan orang-orang yang lima tahun lalu adalah juniornya. Di samping itu, Peter seperti masih belum bisa menerima peristiwa besar yang terjadi di film Infinity War dan Endgame.
Hal tersebut tentu berdampak pada psikologis Peter yang terbilang masih remaja. Ditambah lagi dengan kepergian sang mentor, Tony Stark, membuat Peter seperti kehilangan teman sekaligus gurunya yang membawa ia terjun ke dalam tanggung jawab seorang pahlawan.
Beban inilah yang membuat jiwa egois Peter keluar. Rasa menyesal karena kehilangan, memiliki tanggung jawab seorang pahlawan, serta munculnya rasa cinta beraduk menjadi sesuatu hal yang mesti dipilih.
Baca juga: Review dan Sinopsis Film Parasite 2019
Peter seolah-olah kewalahan untuk menentukan antara menjalani hidup layaknya seorang remaja normal atau menjadi superhero yang selalu siap sedia menyelamatkan banyak orang. Beban berat inilah yang membuat Peter sampai ke titik malas untuk menggunakan kostum Spider-Man.
Namun keinginan Peter untuk menjalani hidup seperti teman-temannya tidak semudah yang dibayangkan. Berkali-kali ia dihubungi Nick Fury (Samuel L. Jackson) untuk dimintai bantuan mengalahkan musuh bernama Elementals.
The Elementals adalah “sosok” jahat yang berwujud empat elemen dasar seperti Api, Air, Angin, dan Tanah lumayan merepotkan Peter yang tengah melakukan study tour ke Eropa. Sosok inilah yang dikhawatirkan Nick akan mengakibatkan kerusakan di Bumi pasca kekacauan yang diciptakan Thanos.
Baca juga: Review dan Sinopsis Film Anna 2019
Fury beranggapan jika Spider-Man adalah satu-satunya anggota Avengers yang mampu menghentikan kekacauan tersebut. Peter menjadi pilihan Nick karena anggota Avenger lain seperti Doctor Strange dan Captain Marvel yang tengah sibuk.
Di sisi lain, film ini juga memperkenalkan sosok “jagoan” anyar bernama Quentin Beck aka Mysterio (Jake Gyllenhaal). Mysterio memperkenalkan dirinya kepada Peter sebagai manusia dari dimensi lain, yakni Earth-833. Ia datang ke Bumi dikarenakan dunianya hancur diserang oleh The Elementals.
Sebab itulah ia bergabung dengan Nick untuk membalaskan dendamnya. Hadirnya sosok Mysterio ini membuat Peter memutuskan untuk beristirahat sejenak dari pekerjaan seorang pahlawan dan fokus study tour bersama teman-temannya. Sayangnya, Nick tetap melakukan berbagai macam cara agar Peter mau bergabung dengan tim barunya untuk mengalahkan The Elementals.
Baca juga: Review dan Sinopsis Film Men In Black: International 2019
Karakter Peter yang digambarkan sebagai remaja yang plin-plan, ceroboh, dan gampang percayaan ini digarap dan dikembangkan dengan sempurna di film ini. Ditambah dengan adanya bumbu-bumbu remaja seperti rasa cinta, rasa cemburu, dan takut ditikung teman sendiri menjadi umpan yang sempurna untuk membuat penonton gregetan.
Sosok MJ (Zendaya) pun menjadi karakter yang dieksplor lebih dalam di film ini. Begitu pun dengan teman-teman sekolah Peter yang di film Homecoming kurang mendapatkan banyak porsi, kini mulai diperkenalkan cukup intens. Namun sebagai love interest-nya Peter, sosok MJ lah yang paling banyak dikembangkan di Far From Home.
Baik Peter maupun MJ, pasangan yang masih sama-sama kikuk saat bertatapan ini, membuat film ini lebih terasa sisi romantisnya dibandingkan film sebelumnya. Meski kisah percintaannya tidak sedramatis dan sedewasa film Spider-Man 2 (2004), cerita romansa yang dimunculkan di Spider-Man kali ini terasa lebih teenager dan bikin penonton gemas sendiri.
Di balik peningkatan dari segi cerita dan pengembangan karakter, hal lain yang patut diacungi jempol di film Spider-Man: Far From Home adalah visualisasi psikedelik dan surreal yang begitu apik dan memanjakan mata. Mungkin film ini akan terasa lebih asyik dari segi visual jika kita nikmati lewat versi 3D. Bisa dikatakan, Spider-Man: Far From Home menjadi film MCU yang memiliki visualisasi terbaik setelah Doctor Strange.
Secara keseluruhan, film Far From Home seperti menjadi angin segar setelah kegetiran dan kesedihan yang timbul setelah kepergian Iron Man di film Endgame. Bahkan jika saya boleh berkomentar secara subjektif, Far From Home adalah film Spider-Man terbaik dari film-film Spider-Man yang pernah ada.