Ketahuilah, Anya Geraldine Lebih ‘Speak Up’ dari Semua SJW di Jagat Maya

Anya Geraldine
Anya Geraldine | www.keepo.me

Anya Geraldine vs SJW, siapa yang menang?

Seandainya seorang Anya Geraldine menjadi aktivis yang lantang menyuarakan isu-isu sosial di Twitter, apa yang bakal terjadi? Apakah dunia menjadi lebih baik?

Beberapa waktu lalu, sebuah akun Twitter bernama @peceleve mempertanyakan eksistensi seorang Anya Geraldine di media sosial. Dengan mengutip salah satu unggahan cewek yang kerap mengundang kontroversi itu, si pemilik akun mengomentarinya:

“platform lu gede amat why don’t you use that to speak up for once instead of breaking your back for twitter”

Kalimat di atas ditulis tanpa menggunakan tanda tanya, jadi saya pun tidak menangkap maksudnya dengan jelas, apakah si empunya sedang bertanya. Ya, mungkin saja dia lupa mencantumkan tanda tanya karena bisa jadi ada banyak urusan di muka bumi ini yang mesti dikomentari. Tentu saja melalui akun Twitternya.

Nampaknya, dia gelisah karena seorang Anya dengan segala pengaruh dari kepemilikan platform yang dianggapnya besar justru tidak memanfaatkannya untuk speak up.

Oh ya, Speak up apaan sih?

Pastinya bukan yang ini:

Anya Geraldine
Sepick-up | twitter.com

Kalau merujuk artinya, Speak up bermakna:

  1. express one's opinion openly and without fear or hesitation
  2. speak louder; raise one's voice

Jadi, bisa diartikan bahwa Speak up merupakan luapan ekspresi opini seseorang yang diutarakan tanpa rasa takut dan ragu, atau bicara lebih lantang supaya didengar banyak orang.

Kalau dalam konteks cuitan di atas, maksud si mbak pemilik akun adalah menggelisahkan kenapa si Anya yang punya ratusan ribu pengikut di platform media sosialnya tidak memanfaatnya untuk bersuara tentang isu-isu sosial?

Baca Juga: Anya Geraldine Dandan Seksi Saat Main TikTok. Warganet: Ada yang Menonjol

Anya Geraldine
#blacklivesmatter | www.nbcnews.com

Isu-isu sosial yang seperti apa sih? Ya barangkali seperti yang sedang ramai beberapa hari ini misalnya #BlackLivesMatter, kejahatan rasial yang merenggut nyawa seorang kulit hitam di Amerika Serikat dan memicu aksi protes di berbagai wilayah dan direspons dunia internasional.

Oh, jadi si mbaknya berharap Anya Geraldine menjadi sosok yang kerap disebut sebagai SJW (Social Justice Warrior) di media sosial?

SJW sendiri merupakan istilah peyorasi bagi mereka yang kerap menyuarakan beragam isu sosial politik dan identik dengan kritikan pedasnya ke pemerintah.

Apakah menjadi SJW itu hal yang buruk? Tentu tidak. Kalau menyebalkan sih iya, kadang-kadang, dalam skala tertentu.

Baca Juga: Anya Geraldine Sebut Ingin Dielus-elus Sampai Ketiduran, Netizen Berfantasi Lagi

Anya Geraldine
SJW | linimasa.com

Label negatif SJW kadung melekat pada para pengguna akun media sosial (terutama Twitter) karena mereka dianggap tidak asyik oleh warganet pada umumnya. Bercanda tentang sebuah topik bisa dianggap salah di mata para SJW.

Segala hal yang bertentangan dengan opini para SJW bakal dibabat dengan kumpulan utas yang sambung menyambung dan kadang diselipi referensi buku atau artikel ilmiah. Lebih menjengkelkan lagi, meskipun kita tidak mengikuti akun para SJW di Twitter, cuitan mereka tetap berseliweran, entah ada yang nge-like, RT, atau hadir begitu saja seperti demit di linimasa.

Sebenarnya ironis juga karena seharusnya peran sebagai pejuang keadilan sosial seorang SJW itu mampu menampung dan menghargai pendapat berbeda. Namun yang kerap terjadi justru tindakan perisakan akun-akun SJW ke mereka yang dianggap salah. Alhasil, level “Maha Benar” SJW itu nyaris sejajar dengan mulut warganet. Bahkan mungkin lebih mengerikan karena kerap menggunakan dalih atas nama ilmu pengetahuan dan keadilan sosial bagi seluruh penghuni planet bumi.

Sekali lagi, apakah menjadi SJW itu buruk? Tidak juga, toh akun-akun semacam itu masih bisa di-mute atau sekalian saja diblokir.

Baca Juga: Pakai Baju Dengan Tulisan Ini, Anya Geraldine Lagi-lagi Jadi Bahan Fantasi Netizen

Anya Geraldine
Anya Geraldine | lifestyle.okezone.com

Balik lagi ke kasus Anya Geraldine tadi. Cewek kelahiran 15 Desember 1995 ini dikenal sebagai selebgram yang merambah dunia hiburan. Sosoknya memang kerap mengundang kontroversi mulai dari penampilannya yang sering dianggap vulgar dan bahkan sempat ditegur KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).

Dan ya, jangan ditanya lagi. Dianggap sebagai sosok yang menghidupkan fantasi, jumlah pengikut di akun-akun media sosialnya didominasi cowok. Barangkali itulah yang jadi alasan kegelisahan si mbak tadi. Ringkasnya, kalau punya banyak pengikut, kenapa nggak sekalian mengkampanyekan kepedulian sosial? Domba-domba tersesat yang jadi pengikutmu itu harus disadarkan. Agitate, Educate, Organize. Halah.

Baca Juga: Unggah Foto-foto Seksi Ini, Anya Geraldine Jadi Bahan Imajinasi Para Pria

Cuitan si mbak tadi bukannya tidak mengundang respons. Justru malah sempat membikin kegaduhan, dan itu juga yang jadi alasan saya menulisnya.

Setidaknya, respons warganet terhadap cuitan mbak-mbak Peceleve tadi terbagi 3 kubu.

Pertama, mereka yang menyetujuinya.

Cuitan mbak ini didukung dengan alasan konten-konten milik Anya banyak yang tidak bermutu dan norak. Ia dianggap sering lebay dan mengumbar sensasi. Ada juga yang sampai ngomong mau sungkem ke cowok yang tidak mengikuti akun media sosialnya Anya. Cibiran juga ditujukan bahwa apa yang mau diharapkan dari seorang Anya dan pengikut-pengikutnya.

Kedua, mereka yang membela Anya.

Mereka yang membela Anya sebagian adalah fans-nya dan bahkan menyerang balik si mbak Peceleve dan semua SJW. Sepertinya pelampiasan kejengkelan pada semua SJW mendapatkan momennya. Ada pula yang berargumen bahwa setiap orang yang bermain Twitter atau media sosial punya hak untuk menggunakan sesuai kepentingan, tanpa harus diatur-atur.

Ketiga, mereka yang (mencoba) netral.

Mereka yang mencoba netral bertarung argumen dengan kubu pertama dan punya irisan pendapat yang senada dengan kubu kedua. Semua orang punya hak menggunakan akun media sosialnya tanpa harus berdasarkan standar orang lain.

Sosok Anya Geraldine sering mengundang cibiran warganet. Kontroversi yang kerap dibawakan seolah jadi bahan perjulidan yang gayeng di jagat maya. Apalagi semenjak ia membuat akun Twitter setelah sebelumnya dikenal sebagai seleb Instagram. Salah satu hal norak yang saya jumpai dari warganet adalah ketika warganet meributkan nama aslinya yang dianggap ‘ndeso’ dan tidak sesuai citra dirinya selama ini.

Rata-rata opini warganet pada Anya sebenarnya sedang mocking, meledek, dan bahkan bernada melecehkan. Jangan bilang itu semua gara-gara penampilannya yang sering seksi dan penuh kontroversi karena bakal saya lempar sandal milik pak ustad.

Sulit untuk bersikap adil dalam ucapan, apalagi dalam pikiran.

Semua yang dilakukan Anya nampak salah di mata warganet. Dan mungkin itulah alasan dia kenapa menamai akun Twitternya @Anyaselalubenar.

Baca Juga: Anya Geraldine Terciduk Cuekin Suara Azan, Warganet: Nama Doang Nur Denger Azan Melengos

Jika Anya adalah Seorang SJW

Seandainya Anya menjadi sosok aktivis atau SJW tapi tetap dengan membawakan citra seksi dan kontroversialnya, kira-kira bagaimana ya?

Pagi-pagi sudah menyapa dengan cuitan:

“Selamat pagi, ngab. Selamat hari Kamis. #menolaklupa #aksikamisan.”

Atau;

Doi : "sayang pap dong"

* gabales chat 10 menit, selfie berkali-kali dgn berbagai gaya, ngerasa jelek, insekyur, ujung2nya ngirim setengah muka doang *

Gue : "nih (Kirim selfie dengan membawa buku Das Kapital."

atau;

“Pen revolusi bosen tidur sendiri.”

Lalu, bayangkan tiba-tiba tulisan Anya dimuat di Whiteboard Journal dan jauh lebih bagus dari pseudo-eseinya si Baskara Hindia. Lain hari, Anya melakukan conference di Zoom bersama Veronica Koman membahas peliknya pola pikir warganet Indonesia yang musti dirombak.

Masalahnya, menempatkan seorang Anya dalam imaji-imaji tersebut tak ada bedanya dari mengobjektivikasi dirinya sebagai perempuan. Oke, omongan saya mungkin sudah agak bernada seperti SJW. Tapi peduli setan. Apa yang kamu manfaatkan dari media sosial? Mengikuti berita terbaru? Ingin tahu update idolamu? Bercanda bersama sesama penggunanya? Berburu link film? Atau menggunakannya sebagai alat kampanye/propaganda memengaruhi publik demi mengubah tatanan kehidupan menjadi lebih baik? Bullsh..

Jangan-jangan, selama ini Anya justru lebih Speak up dari apa yang dituduhkan mbak Peceleve tadi. Tanpa membawa label pembela HAM, aktivitis, atau spesies-spesies sejenisnya, ia justru cukup ‘berhasil’ menggunakan media sosial (setidaknya) untuk kepentingannya. Ia Speak up dengan caranya, melalui semua konten dan kontroversinya. Mau urusan kontribusi dia ke society seperti apa, toh kita tidak perlu tahu, dan kenapa mesti tahu?

Artikel Lainnya

We’re all doomed. Semua orang yang sudah mendaftarkan dirinya sebagai pemilik akun media sosial, mau itu Facebook, Instagram, hingga Twitter sebenarnya sedang mempersembahkan dan menjual dirinya ke altar kapitalisme.

“We’re all sluts, cheap products, in someone else’s notebook.” - The (International) Noise Conspiracy - Capitalism Stole My Virginity.

Tags :