Rumitnya Perselingkuhan di Tengah Masyarakat yang Mengimani Monogami
22 Februari 2019 by LukyaniPersoalan cinta dan perselingkuhan memang tidak pernah sederhana
Siapa pun bisa memilih ingin berkomitmen dengan siapa saja, tetapi tidak bisa memilih kepada siapa hatinya akan tertambat. Mbah Sudjiwo Tedjo melalui akun Twitternya pada 21 September 2012 juga mengatakan, “Menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa,”.
Mayoritas masyarakat mengimani bahwa memiliki satu pasangan adalah pilihan yang lebih baik. Mencintai orang lain saat telah berpasangan dianggap mengingkari norma. Berbagai stigma pun siap menghujam bagi siapa pun yang melakukannya. Persoalan cinta dan perselingkuhan memang tidak pernah sederhana.
JustDating, aplikasi pencari teman kencan, mengadakan sebuah survei terkait kasus perselingkuhan di Indonesia. Survei tersebut menunjukkan bahwa 40 persen perempuan dan laki-laki di Indonesia pernah mengkhianati pasangannya.
Survei dari aplikasi JustDating menemukan banyak kasus perselingkuhan yang menimpa pasangan di Indonesia. Hasil survei ini pun menobatkan Indonesia sebagai negara kedua dengan kasus perselingkuhan terbanyak di Asia Tenggara.
Jika menengok negara Asia Tenggara lainnya, Thailand berada di posisi pertama dengan jumlah kasus perselingkuhan sebanyak 50 persen. Kasus di Singapore dan Taiwan berjumlah 30 persen, dan Malaysia mendapat jumlah terkecil, yakni 20 persen.
Kemudian hasil survei dari JustDating juga memperlihatkan persentasi perempuan yang melakukan perselingkuhan 10 persen lebih banyak dibandingkan laki-laki. Menurut JustDating, persepsi mengenai perselingkuhan bagi perempuan dan laki-laki pun berbeda.
Laki-laki akan menganggap pasangannya berselingkuh jika mereka sudah saling bertemu. Sementara itu, perempuan akan menilai pasangannya selingkuh jika pasangannya tersebut bertukar pesan secara intens dan berinisiatif untuk berkenalan dengan orang lain.
Hal ini menunjukkan bahwa perselingkuhan adalah ranah yang abu-abu. Setiap orang bisa memiliki persepsi yang berbeda mengenai perselingkuhan. Ada yang menganggap berkenalan dengan lawan jenis adalah selingkuh, namun ada juga yang menganggap perselingkuhan terjadi jika sudah ada kontak fisik.
Meski survei dari JustDating menunjukkan banyaknya kasus perselingkuhan di Indonesia, kesetiaan masih menjadi prioritas di masyarakat. Belum lama ini publik dihebohkan dengan kasus perselingkuhan seorang vokalis band Five Minutes, Richie. Kabar perselingkuhan ini muncul ketika istri Richie, Angel Qulbiah, membuat unggahan di Instagram yang bernada kesal akibat perbuatan suaminya tersebut.
Berbondong-bondong warganet melontarkan komentar negatif untuk Richie. Tidak sedikit pula yang mengungkapkan simpati kepada sang istri yang dianggap sebagai perempuan yang dirugikan dalam kasus perselingkuhan ini.
Kasus perselingkuhan yang menimpa Richie dengan berbagai kritik yang mengiringinya memperlihatkan bahwa perselingkuhan merupakan sesuatu yang tidak diterima oleh masyarakat, dan kesetiaan lebih mulia.
Mengapa demikian? Dilansir oleh Tirto.id, terdapat empat aspek yang dijadikan pertimbangan hingga akhirnya kesetiaan ditempatkan sebagai prioritas.
Aspek yang pertama adalah tradisi agama. Agama Islam melarang keras perzinahan. Agama Katolik bahkan mengharuskan berpasangan dengan satu orang sampai mati. Aspek yang kedua adalah ekonomi. Ekonomi rumah tangga akan lebih mudah dikelola tanpa adanya pihak ketiga yang dianggap bisa “mengganggu” kestabilan perekonomian keluarga.
Aspek yang ketiga adalah nilai budaya. Nilai budaya ini yang akhirnya membuat stigma terhadap pelaku perselingkuhan semakin panjang. Aspek yang terakhir adalah aspek kesehatan, laki-laki dan perempuan yang tidak setia dinilai rentan menularkan penyakit seksual.
Mengapa orang berselingkuh? Naomi S. Riley dalam tulisannya yang dimuat di Wall Street Journal, mengutip pendapat Diane Sollee, mantan konselor pernikahan, mengungkap alasan seseorang melakukan perselingkuhan.
Menurut Sollee, seseorang melakukan perselingkuhan karena banyaknya kesempatan. Kesempatan berselingkuh ini salah satunya hadir melalui media sosial. Situs Women’s Health mengutip jurnal Cyberpsychology Behavior and Social Networking menyatakan bahwa media sosial Facebook memungkinkan seseorang untuk kembali “bertemu” dengan mantan kekasih atau calon selingkuhannya.
Berbeda dengan Sollee, Elizabeth Aura McClintock dalam situs Psychology Today mengatakan bahwa perselingkuhan disebabkan oleh ketidakpuasan seksual dan emosional, terlepas dari konteks gender.
Mengutip Tirto.id, menjaga komitmen bukanlah perkara mudah. Kualitas diri seseorang akan terlihat dari caranya mempertahankan komitmen. Koreksi diri sebelum menuding pihak lain sebagai penyebab perselingkuhan adalah prioritas bagi setiap orang yang hubungannya terlibat konfik semacam ini.