Suku di Negara Tetangga Ini Gunakan Tulang Keluarganya Sebagai Senjata
22 Desember 2020 by Muhammad Sidiq PermadiBukan sembarang tulang!
Keluarga merupakan anugerah terindah dalam kehidupan. Ketika ada salah satu dari anggota keluarga yang berpulang, tentu anggota yang lain akan sangat amat merasa kehilangan. Terlebih jika yang pulang adalah orang yang dicintai seperti orangtua. Untuk menghormati kepergiannya, beberapa suku di Indonesia memiliki budaya yang tidak sama.
Ada yang dikuburkan secara normal setelah melewati upacara kematian, namun ada pula yang tidak dikubur alias dijadikan sebagai mumi setelah meninggal. Namun, seperti hal itu berbeda jauh dengan tradisi dari suku yang ada di negara tetangga, Papua Nugini. Kenapa dikatakan berbeda? Berikut ulasannya untuk kamu semua!
Tulang manusia yang telah mati dijadikan sebagai senjata
Menurut laporan Live Science, beberapa penduduk tradisional yang ada di Papua Nugini memiliki dua buah jenis pisau dengan bahan yang berbeda. Pertama merupakan pisau yang berasal dari tulang burung kasuari dan yang kedua merupakan pisau yang berasal dari tulang kerabat yang telah meninggal. Terdengar begitu menyeramkan ya? Namun itulah kenyataan yang ada.
Baca juga: Dari Papua Sampai Madagascar, Ini Tradisi Pasca Kematian yang nggak Pernah Kamu Duga
Kuat mana pisau tulang burung kasuari dengan pisau tulang manusia?
Nathaniel Dominy, pemimpin penelitian terhadap tradisi tak lazim dari suku yang ada di Papua Nugini menjelaskan kalau pisau yang terbuat dari tulang manusia lebih kuat daripada pisau yang terbuat dari tulang burung kasuari.
Padahal kalau dilihat, ukuran tubuh burung kasuari jauh lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh manusia. Lalu, kenapa pisau yang terbuat dari tulang manusia bisa lebih kuat dibandingkan dengan tulang burung kasuari?
Dominy menjelaskan di dalam penetiannya bahwa hal yang membedakan pisau dari tulang burung kasuari dengan tulang manusia adalah proses penciptaannya.
“Nampaknya kedua jenis tulang sama-sama bisa diolah menjadi pisau. Perbedaannya adalah saat mereka membuat pisau tulang manusia, mereka mempertahankan lekukan pada tulangnya, sehingga pisaunya secara alamiah menjadi lebih kuat,” jelasnya kepada Live Science.
Tulang burung kasuari memang cenderung lebih pipih dibandingkan dengan tulang manusia. Hal ini membuat volume pada tulang burung kasuari lebih kecil sehingga kekuatannya pun tidak sekuat tulang manusia.
Untuk membuktikan perbedaan kedua pisau tulang, Dominy melakukan sebuah uji coba dengan menggunakan alat CT Scan. Hasilnya, tulang burung kasuari mampu menahan beban hingga 200 Newton sebelum benar-benar patah.
Sementara tulang manusia mampu menahan beban dua kalinya. Pembuktian tersebut tidak lantas membuat pisau tulang kasuari menjadi tidak berguna. Pasalnya terdapat kekurangan dari pisau tulang manusia. Kekurangannya adalah tulang yang digunakan tidak boleh berasal dari sembarang orang.
Oleh karena sulit didapatkan, maka proses penciptaannya pun membutuhkan waktu dan tingkat ketelitian yang lebih tinggi agar pisau menjadi awet. Sementara pisau tulang burung kasuari ketika patah dapat lebih mudah diganti.
“Dari cara kami melihatnya, Anda pasti bakal melakukan segalanya untuk mempertahankan pusaka keluarga,” jelas Dominy.
“Pisau tulang manusia dalam praktiknya adalah benda yang tak tergantikan. Jadi saat Anda membuatnya, Anda harus memastikan kalau pisaunya bisa awet selama mungkin supaya tidak mudah patah,” tambahnya.
Awal perjumpaan Dominy dengan dunia pertulangan
Pada mulanya, Dominy tidak begitu tertarik untuk masuk ke ranah penelitian terhadap tulang-tulang. Namun, semua berubah ketika ia berkunjung ke Museum seni yang ada di Dartmouth, Amerika Serikat. Saat pertama kali melihat pisau-pisau tulang suku Papua Nugini, ia merasa sangat takjub.
Awalnya ia hanya terkagum pada pahatan yang ada di pisau. Namun, ia langsung merasa penasaran ketika tahu bahwa pisau-pisau tersebut dibuat dari bahan yang berbeda. Ia pun tergelitik untuk melakukan sebuah penelitian tentang perbedaan antara kedua pisau tulang tersebut.
“Saat nyawa Anda berada di ujung tanduk, Anda bakal terdorong untuk memakai pisau terbaik yang ada di dekatnya. Lantas muncullah pertanyaan: apakah keduanya (pisau tulang manusia dan kasuari) memiliki perbedaan dalam hal efisiensi?” kata Dominy.
Baca juga: Makhluk SCP Mengerikan dan Paling Berbahaya bagi Umat Manusia!
Fungsi utama pisau tulang suku Papua Nugini
Pada hakikatnya, fungsi utama dari pisau tulang yang digunakan penduduk tradisional Papua Nugini adalah untuk menaklukan lawan-lawannya, terutama dalam pertarungan jarak dekat. Hal ini biasa dilakukan oleh penduduk lokal yang tinggal di Sepik, Papua Nugini, pada saat menyerang kampung incaran ataupun saat mempertahankan kampungnya sendiri.
Mereka akan memulai menyerang musuh dengan menggunakan anak panah dan tombak. Setelah itu, barulah mereka menyerbu lawan dan menghunuskan pisau tulangnya ke arah leher lawan. Taktik seperti ini setidaknya bertahan hingga akhir tahun 1970-an.
Selain untuk bertarung di medan perang, pisau tulang juga digunakan untuk menganiaya dan melumpuhkan tahanan perang sebelum dijadiakan santapan. Memang praktik kanibalisme pada saat itu masih marak terjadi di sana.
Hal itu diperkuat oleh berbagai pernyataan serta tulisan yang dibuat oleh para misionaris yang bertugas di sana pada periode akhir tahun 1800-an hingga awal 1900-an.
Tidak sembarang mayat dapat dijadikan sebagai pisau tulang
Terlepas dari praktik kanibalisme yang terjadi di sana, penggunaan pisau tulang sebagai senjata ternyata memiliki posisi penting dalam budaya setempat. Faktor utamanya adalah karena tidak semua tulang dari mereka yang telah meninggal dapat dijadikan sebagai senjata.
“Pisau tulang manusia haruslah dibuat dari orang yang benar-benar penting,” kata Dominy.
“Anda tidak bisa mengambil tulang begitu saja dari orang biasa. Orang itu haruslah ayahmu, atau orang yang benar-benar disegani dalam kelompokmu,” sambungnya.
Tentu saja hal tersebut tak terlepas dari keyakinan penduduk setempat bahwa saat sebuah pisau tulang dibuat, pisau tersebut akan membawa kekuatan spiritual, hak, dan kemampuan dari sang pemilik tulang.
Singkatnya, kalau misal yang dijadikan pisau tulang adalah tulang dari seorang pemimpin, maka kekuatan dari pemimpin tersebut akan mengalir ke tubuh dari sang pemilik pisau tulang.
Itu dia kebiasaan dari penduduk tradisional Papua Nugini yang terbilang menyeramkan. Meski demikian, peredaran pisau tulang manusia sudah tidak lagi mudah untuk ditemukan.
Sementara untuk pisau tulang burung kasuari, masih bisa kok buat kamu dapatkan. Nah, apakah kamu tertarik untuk mengoleksi pisau tulang khas penduduk tradisional Papua Nugini?