Setelah Menjuluki Covid-19 “Virus China”, kini AS Klaim Jumlah Korban di Tiongkok Palsu!

ilustras | google.com

China Dianggap Tidak Transparan Dalam Melaporkan Jumlah Korban Covid-19 Di Negaranya

Beberapa pekan lalu Amerika Serikat dan China berseteru mengenai asal usul Covid-19. Zhao Lijian yang merupakan juru bicara kementerian luar negeri China menyatakan bahwa Covid-19 dibawa pertama kali oleh tentara AS ke Wuhan.

Lalu Presiden Amerika Serikat, Donald J. Trump juga sempat menyebut Covid-19 sebagai Virus China. Pernyataannya tersebut ia sampaikan lewat akun twitternya @realDonaldTrump. Sontak hal itu membuat beberapa pihak merasa tersinggung, hingga Trump dituduh rasis dan anti-China. Tidak lama setelah itu, Trump memberikan klarifikasi mengenai cuitannya tersebut. Menurutnya itu tidak rasis sama sekali karena memang Covid-19 berasal dari China.

Itu tidak rasis sama sekali. Itu (virus corona-red) datang dari China, itulah alasannya, ucap Trump

Trump Sebut China Berbohong Terkait Jumlah Korban Covid-19 | vanityfair.com

Scott Kennedy selaku pakar China dari Center for Strategic and Interntional Studies menganggap sebutan itu seolah-olah menjadi ujaran kebencian pada orang China Namun, White House memberi tanggapan pembelaan terhadap Trump bahwa maksud presidennya memang tidak rasis sama sekali. White House menyebut bahwa beberapa penyakit seperti Flu Spanyol, virus West Nile, Zika dan Ebola juga merujuk pada tempat, yang mana berarti tidak ada niat untuk berkata rasis.

Sepertinya perseteruan antara kedua negara masih berlangsung. Dikutip dari iNews.id (02/04/2020) Trump kembali membuat pernyataan mengenai Covid-19 di China. Ia tidak yakin bahwa data yang diberikan oleh China mengenai korban Coronavirus dari negeri Tirai Bambu itu asli.

Hal itu disampaikannya setelah anggota parlemen AS menyajikan data intelijen mengenai wabah Covid-19 di China. Pasalnya jumlah kasus positif corona di AS lebih tinggi dari China, padahal AS belum lama terserang wabah itu jika dibandingkan China yang korbannya sudah mulai ada semenjak akhir tahun 2019.

Universitas Johns Hopkins mengungkapkan bahwa hingga Rabu jumlah kasus positif corona di AS sebanyk 206.207 kasus dengan 4.542 diantaranya dinyatakan tewas. Di hari yang sama, Jumlah korban corona di China tercatat 82.361 kasus dengan 3.316 orang meninggal dunia.

Banyaknya kasus Covid-19 di AS tersebut membuat negara ini dikukuhkan sebagai negara yang jumlah penduduknya paling banyak terinfeksi coronavirus. Meski demikian, jumlah kematian korban Covid-19 di AS masih berada di bawah Italia.

Bagaimana kita tahu (jika mereka akurat). Jumlah mereka tampaknnya lebih sedikit di sisi terang, ucap Trump sebagaimana dikutip dari AFP pada Kamis (02/04/2020)

Baca Juga : Corona Challenge Memakan Korban, Seorang Influencer Positif Covid-19 usai Jilat Toilet!

Anggota Parlemen Partai Republik, mengutarakan pendapatnya bahwa China telah menyesatkan komunitas internasional mengenai Covid-19 tersebut. Bahkan beberapa pejabat intelijen menyebut jumlah korban Covid-19 yang dilaporkan China tidak benar. Ben Sasse selaku Senator Partai Republik sampai menyebut data dari China tersebut adalah propaganda sampah.

Klaim bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak kasus kematin dibandingkan China akibat virus corona adalah palsu. Tanpa mengomentari informasi rahasia, ini jelas sangat menyakitkan. Partai komunis China telah berbohong soal virus corona demi melindungi rezim, ucap Sasse

McCaul yang merupakan anggota Komisi Urusan Luar Negeri Kongres dari Partai Republik juga menyampaikan hal serupa.

Mereka berbohong kepada dunia tentang penularan virus dari manusia ke manusia, membungkam para dokter dan jurnalis yang melaporkan kebenaran, dan sekarang tampaknya menyembunyikan jumlah orang yang terkena dampak penyakit ini secara akurat, ungkapnya

Baca Juga : Ngeri! Diduga Korban Virus Corona Tergeletak di Jalanan hingga Rumah Sakit, China Kewalahan?

Artikel Lainnya

Kendati demikian, Trump menegaskan bahwa hubungannya dengan China tidak ada masalah alias baik-baik saja, begitu juga dengan hubungannya terhadap Presiden Xi Jinping.

Tags :