Petugas Di Aceh Suruh Wanita Nonmuslim Pakai Penutup Kepala, Berdalih Terapkan Kearifan Lokal

Ilustrasi perempuan berjilbab
Ilustrasi perempuan berjilbab | www.istockphoto.com

Berdalih bahwa itu adalah kearifan lokal

Qanun menjadi peraturan daerah yang diterapkan di Aceh. Salah satu peraturan ketat yang wajib dipatuhi di Aceh adalah perintah untuk mengenakan jilbab dan menutup aurat. Tentu saja hal itu berlaku bagi para perempuan muslim. Tapi bagaimana dengan yang nonmuslim?

Baru-baru ini viral pemberitaan petugas di Aceh yang meminta warga nonmuslim untuk mengenakan penutup kepala. Petugas tersebut berdalih untuk menghormati kearifan lokal.

Baca Juga : Artis TikTok Asal Aceh ini Viral, Netizen Salah Fokus Sama Bentuk Tubuhnya!

Ilustrasi perempuan berjilbab
Turis saat mengunjungi wisata religi di Aceh | m.liputan6.com

Mengutip Liputan6.com (6/5), Oknum petugas lembaga pengawasan pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh tersebut menasihati warga keturunan Tionghoa yang tengah bertamasya serta memancing di lokasi wisata Lhokseudu, Kabupaten Aceh Besar pada Minggu (4/4/2021).

Di dalam video yang beredar, terlihat petugas dengan seragam Wilayatul Hisbah (WH) menghampiri salah satu keluarga di gazebo sebuah kafe. Salah seorang petugas kemudian maju ke depan dan melontarkan pertanyaan:

Mau tanya, bapak muslim, enggak?, tanya lelaki tersebut.

Lalu lelaki itu menjawab apa adanya bahwa ia bukan seorang muslim. Saat itu ia datang bersama anak dan istrinya.

Baca Juga : Diduga Masukkan Jari ke Kemaluan Pasien, Dokter di Aceh Dilaporkan Polisi

Artikel Lainnya
Ilustrasi perempuan berjilbab
Ilustrasi hukum syariah | www.kanalaceh.com

Mendapat jawaban itu, petugas kemudian mengatakan bahwa di Aceh berlaku syrariat dan meminta agar istri lelaki itu menghargai kearifan lokal yang berlaku. Lelaki tersebut menjawab bahwa dirinya dapat disebut sebagai orang Aceh karena ia dan keluarga telah lama menetap di Provinsi tersebut, tetapi soal kewajiban berhijab atau menutup kepala ia merasa agak ragu.

Satu keluarga itu tinggal di kawasan Peunayong, Banda Aceh, daerah yang sejarahnya bertaut sampai beberapa abad yang lalu. Dikenal juga sebagai Pecinan Aceh, yang dijuluki Chinezen Kamp oleh Belanda.

Petugas itu menjelaskan bahwa penutup kepala adalah kewajiban bagi perempuan tanpa terkecuali, meskipun tidak menggunakan kerudung atau jilbab.

Bukan pakai jilbab, kain sarung depan gini saja, lanjut sang petugas.

Baca Juga : Eks Panglima GAM Suarakan Referendum Aceh, Apakah Mungkin Dilaksanakan?

Ilustrasi perempuan berjilbab
Ilustrasi penerapan hukum cambuk | www.beritasatu.com

Perempuan berinisial VV yang merupakan istri dari lelaki tersebut mengatakan bawha petugas datang sekitar pukul 11.55 WIB.

Setahu saya, ketentuan di Aceh, ketentuan berjilbab hanya diwajibkan bagi saudara-saudara kami yang Islam atau muslimah, sementara yang nonmuslim diimbau untuk menghargai saudara-saudara kami yang muslim dengan berpakaian yang sopan dengan tidak mempertontonkan aurat, ungkapnya.

Petugas itu juga mengatakan bahwa perempuan yang tidak mengenakan jilbab berarti melanggar qanun. Argumen tersebut masih menjadi pertanyaan karena belum ada klausal di dalam qanun yang mewajibkan perempuan nonsmuslim Aceh untuk mengenakan hijab di luar.

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Elidar, mengungkapkan bahwa ia tidak berkenan untuk memberikan komentar terkait hal yang terjadi di Lhokseudu tersebut.

Di dalam qanun tidak diatur, kalau kita paksakan mereka pakai hijab, makin ribut lagi, seperti di Padang. Mereka punya hak sendiri, dia tidak diatur di dalam qanun, qanun hanya mengatur orang muslim, jelasnya singkat.

Tags :