Ngeri! Meteor Berdaya Ledak 10 Kali Bom Atom Hantam Bumi, Nasa Diam?
21 Maret 2019 by Mabruri Pudyas SalimTidak seharusnya NASA diam saja.
Sebuah meteor telah menghantam Bumi dengan daya ledak sepuluh kali kekuatan bom atom yang menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki di Perang Dunia Kedua. Kejadian itu terjadi pada 18 Desember 2018 di atas Laut Bering, antara Rusia dan Alaska seperti yang dilansir dari TheGuardian.com.
Jatuhnya meteor berdaya ledak super itu diyakini merupakan ledakan meteor terbesar kedua dalam kurun waktu 30 tahun terkahir, dan yang terbesar sejak jatuhnya bola api Chelyabinsk pada tahun 2013.
Meski peristiwa ledakan meteor tersebut bisa dibilang yang terbesar sejak tahun 2013, lembaga antariksa NASA sama sekali tidak pernah berbicara mengenai kejadian tersebut. Bahkan bisa dibilang mereka cenderung merahasiakan kejadian ini, sampai seorang ilmuwan meteor asal Kanada mengungkapnya.
Ledakan meteor memang fenomena alam yang sudah biasa terjadi, namun untuk meteor berukuran besar bukan hal yang sering terjadi. Biasanya ledakan meteor berukuran besar terjadi hanya beberapa kali dalam satu abad.
Dalam kasus ini, meteor yang meledak memiliki lebar kurang lebih sepuluh meter, dengan berat lebih dari 1.500 ton. Dengan ukuran seperti itu, meteor tersebut meledak dan melepaskan energi yang setara dengan 173 kiloton TNT.
Kejadian tersebut pertama kali diungkapkan oleh Peter Brown, seorang peneliti meteor dari University of Western Ontario, Kanada, melalui akun Twitter-nya.
"Airburst di atas laut Bering (58.6N, 174.2W) pada 18 Desember 2018 @ 2350 UT terdeteksi oleh 16 stasiun infrasuara di seluruh dunia. Berdasarkan periode lebih dari 10 detik, hasil minimum adalah puluhan rentang kT - bisa ~ 100 kT. Bola api yang mungkin paling energetik sejak #chelyabinsk," tulis Brown.
Airburst over Bering Sea (58.6N, 174.2W) on Dec 18, 2018 @ 2350 UT detected by >16 infrasound stations worldwide. Based on periods in excess of 10 sec, minimum yield is tens of kT range - could be ~100 kT. Probably most energetic fireball since #chelyabinsk @WesternU
— Peter Brown (@pgbrown) March 8, 2019
Ledakan itu terjadi sekitar tengah hari waktu setempat. Batu ruang angkasa itu meluncur ke arah bumi dengan kemiringan tujuh derajat yang curam, kemudian meledak 25,6 km di atas permukaan bumi.
Dalam pertemuan Lunar ke-50 dan Konferensi Ilmuwan Planetarium yang diadakan di Woodlands, Houston, Texas, Kelly Fast, manajer program pengamatan objek dekat-bumi di NASA, juga memberikan komentarnya mengenai kejadian tersebut.
"Itu hanya melepaskan 40 persen energi Chelyabinsk, dan itu di atas Laut Berin,g sehingga tidak memiliki jenis efek yang sama dan harus muncul dalam berita," kata Fast, seperti dilansir dari BBC.
"Itu hal lain yang kita miliki dalam sistem pertahanan kita, ada banyak air di planet ini," katanya menambahkan.
Meski kenyataannya ledakan meteor yang terjadi di atas Laut Bering pada Desember tahun lalu tidak memiliki efek sebesar ledakan bola api Chelyabinsk, tentu banyak yang bependapat bahwa kejadian seperti ini tidak pantas dirahasiakan oleh lembaga sebesar NASA. Terlebih lagi, kejadian ini bisa memiliki pengaruh penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu meteor.